Share

05. SELIR JAHAT

Author: Zhu Phi
last update Last Updated: 2023-05-16 00:05:09

Di dalam istana megah yang berdiri kokoh di bawah langit biru, Selir Song Qian memendam iri yang membara terhadap kemewahan dan kekuasaan yang dipegang oleh Permaisuri Zhi Yang. Setiap kali ia melintasi aula yang dipenuhi ornamen emas dan permata, matanya tertuju pada tahta permaisuri yang megah, disertai dengan kilauan harapan dan rencana yang terukir dalam hatinya.

"Permaisuri Zhi Yang," gumam Song Qian pelan, sambil menyentuh ornamen emas di dinding, "kau mungkin berkuasa sekarang, tapi semuanya bisa berubah."

Malam itu, Selir Song Qian menghiasi dirinya dengan jubah sutra merah yang lembut, rambutnya yang hitam seperti malam disanggul tinggi, dan wewangian melati menguar dari setiap pori kulitnya. Ia berjalan menuju kediaman Kaisar Xian Shen dengan langkah ringan namun penuh perhitungan. Saat ia tiba di depan pintu, ia berhenti sejenak, mengatur napas, dan mengetuk perlahan.

"Yang Mulia," suaranya lembut dan menggoda, "bolehkah hamba menemani Anda malam ini?"

Kaisar Xian Shen menatapnya dengan mata yang dalam, seolah melihat sesuatu yang indah namun jauh. "Song Qian," ia berkata perlahan, "malam ini tidak seharusnya kau di sini. Permaisuri Zhi Yang memerlukan perhatian lebih dariku."

"Namun, Yang Mulia," Song Qian merespon dengan senyuman yang menghanyutkan, "Permaisuri Zhi Yang seringkali terlalu lemah. Hamba hanya ingin memberikan Anda kebahagiaan yang tidak bisa ia berikan."

Kaisar menghela napas panjang, seolah-olah terbebani oleh dilema yang tak terlihat. Ia meraih tangan Song Qian, merasakan kehangatan kulitnya, namun segera melepaskannya. "Kau memang cantik, Song Qian. Lebih cantik dari siapa pun di istana ini. Namun, ada hal-hal yang tidak bisa diukur dengan kecantikan semata."

Song Qian terdiam sejenak, bibirnya yang merah mengerucut dalam kebingungan. "Apa yang membuat Anda tetap setia pada permaisuri, Yang Mulia? Padahal, ia tak bisa memberikan Anda keturunan."

Kaisar memandang jauh ke depan, seolah mencari jawaban di balik bayang-bayang yang tertangkap oleh lilin-lilin yang menyala redup. "Zhi Yang telah bersamaku sejak awal. Dia mungkin lemah, tapi hatinya kuat. Aku menghormatinya, dan itulah yang membuatku tetap di sisinya."

Kekecewaan mencengkeram hati Song Qian. "Tapi, Yang Mulia... jika hamba bisa memberikan Anda seorang putra..."

"Keturunan bukanlah segalanya, Song Qian," potong Kaisar dengan nada tegas namun lembut. "Apa yang kubutuhkan adalah kedamaian, dan Zhi Yang memberikannya padaku."

Dalam keheningan yang menyelimuti mereka, Selir Song Qian menyadari bahwa rencananya tidak akan berjalan semulus yang ia bayangkan. Kecantikannya, meskipun mengagumkan, tidak mampu menembus hati Kaisar yang telah tertutup rapat oleh kesetiaan pada permaisurinya. Ia menunduk hormat, menyembunyikan kekecewaannya di balik senyum tipis, lalu perlahan mundur, meninggalkan Kaisar dalam keremangan malam. Namun, di dalam hatinya, ia tidak akan menyerah semudah itu. Rencana lain harus disusun, dan kali ini, ia akan memastikan tidak ada yang bisa menghentikannya.

Selir Song Qian kembali ke kamarnya, langkah kakinya berat, namun tekadnya semakin kuat. Begitu pintu kamarnya tertutup rapat, wajahnya yang tadi dipenuhi senyum manis berubah menjadi ekspresi dingin. Ia berjalan menuju cermin besar yang berdiri di pojok ruangan, menatap pantulan dirinya dengan mata yang penuh determinasi.

"Jika tidak bisa melalui kelembutan," bisiknya pelan, "maka aku harus menggunakan cara lain."

Keesokan harinya, Selir Song Qian mulai merencanakan langkah selanjutnya. Ia tahu bahwa jika ia ingin mencapai tujuannya, ia harus bermain lebih cerdik dan lebih licik. Menunggu kesempatan, ia dengan cermat mengamati kehidupan di istana, mencari celah yang bisa dimanfaatkan.

Suatu malam, ketika langit di atas istana gelap tanpa bulan, Song Qian diam-diam mengundang tabib istana, seorang pria tua yang telah lama melayani keluarga kekaisaran. Ia tahu bahwa tabib itu setia kepada Kaisar, tetapi juga tahu bahwa pria tua itu memiliki kelemahan—rasa takut akan kehilangan posisi dan kehormatan.

"Tabib Cheng," ucapnya dengan nada manis, "aku membutuhkan bantuanmu."

Tabib Cheng mengerutkan alisnya, matanya yang sudah mulai rabun berusaha mencari maksud di balik senyuman wanita di hadapannya. "Selir Song, apa yang bisa hamba lakukan untuk Anda?"

Song Qian mendekat, suaranya berubah menjadi bisikan penuh racun. "Aku ingin kau membuat ramuan khusus untuk Permaisuri Zhi Yang. Sesuatu yang tidak akan langsung membunuhnya, tapi cukup untuk membuatnya semakin lemah... hingga pada akhirnya, dia tidak bisa bertahan lagi."

Mata Tabib Cheng terbelalak, wajahnya memucat mendengar permintaan tersebut. "Tapi... tapi Selir Song, itu... itu sama saja dengan pengkhianatan! Jika Kaisar mengetahui hal ini, nyawaku tidak akan selamat!"

Song Qian menyipitkan matanya, bibirnya melengkung dengan dingin. "Jika kau menolak, aku bisa memastikan bahwa kau kehilangan lebih dari sekadar nyawamu, Tabib Cheng. Keluargamu, kehormatanmu... semuanya akan hilang. Kaisar tidak akan tahu apa-apa jika kau melakukan ini dengan baik."

Tabib Cheng gemetar, namun ia tahu bahwa pilihan menolaknya hampir tidak ada. Dengan suara gemetar, ia akhirnya mengangguk. "Baiklah, Selir Song. Hamba akan melakukan apa yang Anda minta."

Song Qian tersenyum puas, lalu berbalik meninggalkan ruangan itu. "Pastikan Permaisuri tidak curiga," ucapnya sebelum pergi. "Dan ingat, Tabib Cheng, hidupmu ada di tanganku."

Hari-hari berlalu, dan Permaisuri Zhi Yang semakin melemah. Sementara itu, Kaisar Xian Shen semakin cemas melihat kondisi permaisurinya yang kian memburuk. Namun, ia tidak menyadari bahwa di balik semua itu, ada tangan dingin yang bermain, merajut takdir yang kelam untuk wanita yang dicintainya.

Suatu malam, ketika Kaisar Xian Shen sedang duduk di samping ranjang Permaisuri Zhi Yang, memegang tangannya yang kurus dan lemah, ia mendengar suara pintu diketuk pelan. "Masuk," katanya dengan suara pelan namun penuh otoritas.

Song Qian melangkah masuk, membawa secawan teh. "Yang Mulia, ini ramuan yang disarankan oleh Tabib Cheng. Katanya ini bisa membantu memperkuat tubuh Permaisuri."

Kaisar memandang secawan teh tersebut, kemudian beralih pada wajah Song Qian yang tampak penuh perhatian. "Kau sangat baik, Song Qian," katanya, meskipun dalam hatinya masih ada keraguan yang samar. "Namun, aku akan memastikan sendiri bahwa ini aman untuk diminum oleh permaisuri."

Song Qian tersenyum manis, tapi dalam hatinya ia tahu bahwa waktunya hampir tiba. Jika semua berjalan sesuai rencana, maka Kaisar Xian Shen akan segera kehilangan permaisurinya, dan kesempatan untuk Song Qian menjadi lebih dari sekadar selir akan terbuka lebar.

Namun, dalam diamnya malam itu, Kaisar Xian Shen tidak tahu bahwa ancaman yang mengintai permaisurinya bukan hanya penyakit yang terlihat, tetapi juga racun yang bekerja perlahan di bawah kendali wanita yang ada di hadapannya.

Malam itu membuat tabib tua yang dipaksa menjadi alat oleh ambisi Song Qian merasakan ketakutan yang semakin membesar. Ia tahu bahwa sekali ia mengambil langkah ini, tidak akan ada jalan kembali. Namun, apakah kesetiaannya kepada Song Qian akan bertahan, ataukah rasa bersalahnya akan menghancurkan rencana licik sang selir? Hanya waktu yang akan menjawabnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Sabam Silalahi
semakin seru
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Dewi Kultivator Langit   ENDING

    Kaisar Xian Shen berdiri di balkon istananya, memandang luas ke arah cakrawala Benua Timur yang terbentang di hadapannya. Angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah dan dedaunan, namun hatinya bergolak dengan amarah yang membara. Para raja di bawah kekuasaannya telah mengabaikan panggilannya untuk bersatu dalam pertempuran penting, meninggalkan kekaisaran dalam keadaan rentan.Raja-raja ini lebih mementingkan wilayahnya sendiri dan menolak untuk mengirim pasukan ke East City untuk meredam invasi dai Necromancer beserta asukannya yang ingin menghancurkan Dinasti Xian."Bagaimana mungkin mereka berani mengkhianati kepercayaan dan sumpah setia mereka?" gumamnya dengan suara bergetar, tinjunya mengepal erat hingga buku-buku jarinya memutih.Dengan tekad yang tak tergoyahkan, Kaisar Xian Shen memerintahkan pengerahan pasukan besar untuk menaklukkan semua kerajaan yang membangkang. Satu per satu, kerajaan-kerajaan itu ditundukkan dan diubah menjadi distrik provinsi yang langsung berada di bawah

  • Dewi Kultivator Langit   176. PERTEMPURAN AKBAR BENUA TIMUR - II

    Awan kelam menggulung di langit malam, kilatan petir menyambar tanpa ampun, menerangi medan pertempuran yang dipenuhi jeritan dan denting senjata. Di tengah kekacauan itu, Necromancer Agung melangkah maju, jubah hitamnya berkibar liar, mengeluarkan semburan energi gelap yang membangkitkan pasukan mayat hidup dengan rintihan mengerikan.Kaisar Xian Shen berdiri di garis depan, matanya menatap tajam ke arah musuh. "Pasukan Dinasti Xian, jangan gentar! Pertahankan tanah air kita!" serunya, suaranya menggema di antara deru pertempuran.Di sampingnya, Panglima Xian Heng menghunus pedangnya, kilauan tajam memantulkan cahaya petir. "Majulah! Hancurkan mereka!" teriaknya, memimpin serangan langsung ke barisan mayat hidup.Sun Wu Long, dengan pedang spiritualnya, mengeluarkan mantra api yang membakar musuh-musuhnya menjadi abu. "Kekuatan elemen akan membersihkan kegelapan ini!" katanya, semburan api memancar dari tongkatnya, menerangi medan perang.Sakuntala Dewa, dengan gerakan anggun, memang

  • Dewi Kultivator Langit   175. PERTEMPURAN AKBAR BENUA TIMUR

    Gong perang berdentang nyaring, suaranya menggema hingga ke sudut-sudut Pelabuhan East City. Di bawah langit yang mulai gelap, ribuan prajurit Dinasti Xian bergegas mengenakan baju zirah yang berkilauan di bawah cahaya obor. Mereka membentuk barisan kokoh di sepanjang tembok kota, tombak-tombak terangkat tinggi, busur-busur siap dengan anak panah yang mengarah ke cakrawala, sementara katapel raksasa diisi dengan batu-batu besar yang dilumuri minyak, siap dilemparkan.Di atas mereka, Naga Vikrama melayang gagah, sayapnya yang luas membelah angin malam. Raungannya menggetarkan hati, mata tajamnya memantau setiap gerakan di bawah.Di kejauhan, pasukan Kegelapan mulai tampak seperti gelombang hitam yang mendekat. Barisan Orc dengan armor berat berderap maju, langkah mereka mengguncang tanah. Di samping mereka, Dark Dwarf mengoperasikan mesin perang besar—menara pengepung dan katapel raksasa yang mampu meruntuhkan tembok dalam satu serangan. Para Necromancer berjubah hitam mengangkat tanga

  • Dewi Kultivator Langit   174. KRISIS DI BENUA TIMUR

    Langit di atas Pelabuhan East City mendadak gelap. Awan hitam pekat bergulung-gulung, seakan-akan hendak menelan kota dalam kegelapan abadi. Angin kencang berdesir tajam, menerbangkan debu dan menerjang ombak hingga membantingnya ke tebing-tebing batu dengan suara gemuruh. Para penjaga di menara pengawas, yang tadinya berjaga dengan santai, kini menegang. Salah satu dari mereka nyaris menjatuhkan tombaknya saat melihat bayangan besar melayang di antara awan."NAGA!" teriak seorang prajurit dengan suara melengking, segera meraih palu besar dan membunyikan lonceng tanda bahaya. Dentang logamnya menggema ke seluruh pelabuhan, mengguncang ketenangan kota ini.Di atas punggung Naga Vikrama, Xian Ling berdiri dengan gagah. Rambut panjangnya menari liar ditiup angin, sementara jubah putihnya berkibar seperti bendera perang yang mengancam. Matanya menyala penuh keyakinan. Di belakangnya, Sakuntala Dewa dan Sun Wu Long duduk waspada, jari-jari mereka sudah menggenggam gagang senjata, siap mena

  • Dewi Kultivator Langit   173. KABAR BURUK DARI BENUA TIMUR

    Pertempuran di Lembah Iblis benar-benar di luar dugaan Xian Ling. Angin dingin menyapu lembah, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang gugur. Suara dentingan senjata dan teriakan pertempuran masih terngiang di telinganya. Xian Ling berdiri di tengah medan yang porak-poranda, napasnya tersengal, sementara matanya menyapu sekeliling dengan penuh kewaspadaan.Ia tidak berhasil mendapatkan informasi mengenai Mahasura Arya, Pendekar Dewa Naga yang diyakini oleh Kitab Nirvana Surgawi mampu menyelamatkan Benua Timur dari kehancuran. Kekecewaan menyelimuti hatinya, seperti kabut tebal yang menutupi pandangannya.Bahkan, ia juga tidak mengetahui mengapa Qirani dan Qirana terjerumus ke dalam kegelapan dan menentangnya, padahal ia sama sekali belum pernah bertemu dengan pemimpin Lembah Iblis ini. Pengkhianatan mereka menusuk hatinya lebih dalam daripada luka fisik yang ia derita."Tuan Putri, apakah kita akan melanjutkan perjalanan kita di Benua Selatan ini?" tanya Sun Wu Long, suaranya penu

  • Dewi Kultivator Langit   172. AKHIR PERTEMPURAN

    Sakuntala dan Sun Wu Long yang dikepung oleh puluhan murid Perguruan Lembah Iblis mulai merasakan kesulitan menghadapi mereka. Sakuntala memutar tongkatnya dengan kecepatan luar biasa, menciptakan badai angin yang menghantam musuh-musuhnya, melempar mereka ke segala arah. Sun Wu Long bergerak seperti bayangan, pedangnya menari-nari, memotong setiap lawan yang mendekat dengan presisi mematikan.Tiba-tiba, dari balik kabut tebal yang menyelimuti medan pertempuran, muncul sosok tinggi dengan aura gelap yang menakutkan. Dia adalah Panglima Kegelapan, tangan kanan Qirana, yang dikenal karena kekejamannya. Dengan satu gerakan tangan, dia memanggil makhluk-makhluk bayangan yang langsung menyerbu ke arah Sakuntala dan Sun Wu Long.Sakuntala mengerutkan kening, menyadari ancaman baru ini. "Wu Long, kita harus bekerja sama untuk mengalahkannya!" Sun Wu Long mengangguk, dan mereka berdua bergerak serentak, menyerang Panglima Kegelapan dengan kombinasi serangan yang terkoordinasi. Namun, Panglima

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status