Sonya menggigiti jempol kukunya dengan kesal, kenapa suaminya itu sama sekali tidak membalas chatnya. Sekali lagi Sonya melihat layar ponselnnya dan centang itu masih berwarna biru, yang artinya sudah dibaca tapi, belum di balas sama sekali. Sialan.
Sonya membulak balik surat peringatan yang ada di tangannya itu, dan matanya membulat saat melihat nominal yang harus di bayarkan 27 juta. Berarti Emir meminjam uang 1,5 milyar dengan jangka waktu 10 atau 15 tahun. Ampun ... apa yang ada di otak suaminya itu sampai berani meminjam uang sebanyak itu tanpa memberitahukan dirinya.
Sonya sama sekali tidak bisa tidur dengan tenang padahal waktu sudah menunjukkan jam setengah dua malam, diliriknya Awan yang sedang tertidur pulan di sampingnya karena menolak pulang ke rumahnya dan meminta untuk menginap.Tangan Sonya mengelus pucuk hidung Awan pelan, kemudian jemarinya beralih ke bagian bulu mata Awan yang tebal, Sonya tersenyum membayangkan manik mata Awan yang selalu menatapnya dengan tatapan penuh cinta dan kasih sayang, dipadukan dengan senyuman manis Awan yang selalu membuat Sonya tersipu."Kamu kenapa mau sama aku, sih, Wan?" tanya Sonya pelan sembari menggosok ujung hidungnya ke ujung hidung Awan."Padahal aku istri orang rasa janda kalau kata Lidya," ucap Sonya lagi.Awan tidak bergeming ia hanya tertidur dengan pulas sembari memeluk Sonya hanya sesek
“A ....” Sonya kaget saat merasakan perutnya disentuh dan tubuhnya dipeluk dari belakang oleh seseorang.“Kamu nggak tidur?” bisik Awan di kuping Sonya.“Aku nggak bisa tidur,” bisik Sonya, sentuhan Awan seolah menyadarkan Sonya kalau saat ini dia memiliki seseorang yang bisa membuat dirinya tenang dan aman, walaupun Sonya belum mau menceritakan masalahnya pada Awan.“Kenapa? Kamu mikirin apa?” tanya Awan sembari menyusupkan wajahnya ke leher Sonya, mengecupinya dengan lembut.Sonya menengadah, memberikan akses pada Awan untuk mengecupi lehernya dengan leluasa, ia suka saat Awan menyapukan bibirnya di kulitnya. “Aku nggak mikirin apa-apa.”“Jangan bohong, aku dengar kamu teriak tadi,” bisik Awan sembari menjauhkan bibirnya dari leher Sonya dan menggerakkan bahu Sonya agar menghadap dirinya.Mata Sonya bertemu dengan mata Awan yang sedang menatapnya dengan tatapan yang su
“Aku mau mulut kamu,” bisik Awan sembari menyusupkan tangannya ke bagian bawah kaki Sonya dan mengangkat wanita itu, membawanya ke arah kamar lantai bawah sembari melumat bibir Sonya dan sesekali melumat bibir Sonya pelan. Dengan lembut Awan mendudukkan Sonya ke lantai sedangkan dirinya melepaskan celananya kemudian duduk di pinggir ranjang. Tangannya dengan pelan menyentuh bagian bawah bibir Sonya selembut mungkin, dia menyukai bibir Sonya apalagi saat bibir itu penuh dengan kejantanannya, membayangkannya saja sudah membuat batang kenikmatannya mengeras sempurna. Tangan Sonya dengan cepat menangkap batang kenikmatan milik Awan dan menggerakkannya ke atas dan ke bawah, menghantarkan kenikmatan ke setiap gerakkan yang Sonya lakukan di sana. “Sonya,” bisik Awan sembari membelitkan jemarinya ke rambut Sonya, meminta Sonya untuk membenamkan mulutnya di antara pahanya. “Awan, kamu senangkan kalau aku jilat bagian ini?” Sonya menjilat bagian samping batang kenikmatan m
"Hei ... kamu kenapa?" tanya Awan saat mendapati Sonya yang berwajah lesu semenjak percintaan terakhir mereka beberapa saat yang lalu. "Hah? Apa kenapa?" tanya Sonya sembari menutupi kegundahan hatinya setelah mendengarkan perkataan terakhir Awan yang mengatakan kalau Awan akan bertanggung jawab bila Sonya hamil. Sonya senang mendengar Awan mau bertanggung jawab akan apa pun yang terjadi pada dirinya, namun, hatinya sakit saat menyadari arti lain dari kalimat Awan. Perkataan Awan itu seolah menyadarkan Sonya, kalau pria muda itu masih menginginkan anak dari rahimnya, yang sialnya rahim itu sudah tidak ada lagi di dalam tubuhnya, entah di mana rahim itu berada Sonya tidak tahu. Yang Sonya miliki saat ini hanya indung telurnya saja, tidak ada rahimnya sama sekali. Lalu bagaimana caranya Sonya bisa memberikan keturunan untuk Awan? Tidak mungkin dia menyewa wanita lain untuk hamil anaknya dan Awan, lalu dia berpura-pura hamil dengan menggunakan bantal, seperti cerita
"Ngapain kamu di sini!?" pekik Sonya kaget sembari membelitkan lebih banyak lagi selimut untuk menutupi tubuhnya yang telanjang dari tatapan Emir yang seolah menembus selimutnya."Ngapain? Kamu lupa ini rumah aku, kamu istri aku dan aku tinggal di sini?" tanya Emir sembari mengelus bahu Sonya yang terasa lembut di ujung jemarinya."Aku nggak pernah lupa itu semua, Emir." Sonya menepis tangan Emir keras, entah kenapa dia tidak suka disentuh Emir walaupun suaminya itu berhak melakukannya."Baguslah," bisik Emir sembari beranjak dari duduknya dan melepaskan pakaiannya satu persatu hingga menyisakan boxer."Ngapin kamu buka baju?" tanya Sonya waswas."Mau mandi, mau ikut?" tanya Emir sembari menolehkan kepalanya melewati bahu dengan wajah tidak bersalah.Sonya menggemeretakkan giginya, ini yang paling ia benci dengan Emir. Emir selalu melakukan kesalahan yang membuat kepalanya pecah lalu pergi dan datang kembali dengan muka tidak ber
Hati Sonya kalut saat Awan mengatakan kalau Emir adalah suaminya dan langsung menutup sambungan telepon. Seketika itu juga Sonya sadar kalau Awan mungkin menyukainya namun, dia terlalu sulit untuk digapai. Statusnya yang istri orang membuat dirinya dan Awan tidak bisa menjalin kasih dengan benar. Menyedihkan."Sonya, Sayang ...."Sonya mengalihkan pandangannya dari piring yang ada di depannya ke arah sumber suara dan mendapati mertuanya datang bersama sopirnya Tarno. "Ibu, kenapa Ibu ada di sini?" tanya Sonya kaget saat mendapati Parwati ada di rumahnya sembari membawa banyak bahan makanan. "Nggak usah repot-repot, Bu."Parwati mendekati Sonya dan memeluknya seerat mungkin, "Ibu kangen, Nak. Kan Ibu udah bilang kemarin kalau Ibu ingin datang. Jadi, Ibu datang," ucap Parwati sembari mengecup pipi kiri dan kanan Sonya."Oh ... iya, Bu. Tapi, ini ngerepotin Ibu, kan, bisa aku sama Emir datang ke tempat Ibu," sahut Sonya sembari melepaskan p
Brak ....Miska yang sedang mengetik terlonjak kaget saat mendengar suara pintu dibanting sekeras mungkin oleh Emir yang masuk dengan wajah menahan emosi dan amarah."Emir kamu kenapa?" tanya Miska kaget dengan reaksi Emir yang penuh angkara murka saat masuk ruangan kerja."Si wanita jalang itu benar-benar bikin aku kesal!?" maki Emir sembari berkacak pinggang dan mengatur napasnya, berusaha untuk menenangkan dirinya.Emir tahu kalau bertemu kembali dengan Sonya hanya akan menguras emosinya, kekeraskepalaan Sonya benar-benar membuat Emir harus menahan emosinya agar tidak menggampar mulut istrinya itu. Dia pernah hampir kelepasan saat dirinya bertemu dengan Sonya di rumah sakit kemarin dan ditolong oleh rekan kerja Sonya yang bernama Awan."Kenapa lagi sama istri kamu, Emir?" tanya Miska sembari melepaskan kacamatanya dan berjalan ke arah kekasihnya itu. Lelaki di mana ia menggant
"Emir masa kamu mau jual apartemen aku?" rengek Miska sambil menatap Emir yang sedang meminum kopinya. Setelah mereka bercinta dengan sangat kilat dan tanpa mendapatkan kepuasannya sama sekali, Miska kaget karena mendengar perkataan Emir yang ingin menjual apartemennya.Tuhan ... apakah otak kekasihnya ini kesetrum? Kenapa dia harus menjual apartemennya? Miska akan mempertahankan segalanya dengan segala cara karena untuk mendapatkan apartemen, mobil dan semua barang-barang dari Emir, Miska harus melakukan semua yang Emir inginkan termasuk menderita karena sangat jarang mendapatkan orgasme karena keegoisan Emir.