Share

Bab 3

Author: Zayba Almira
last update Last Updated: 2025-01-29 15:08:46

Pagi itu, Clara merasa seperti seluruh dunia ada di atas pundaknya. Udara di luar jendela terlihat cerah, tapi di dalam ruang kerjanya, perasaan cemas yang menguasai dirinya begitu berat. 'Proyek ini.' 'Memimpin tim riset.' Semuanya terasa begitu besar. Terlalu besar untuknya.

Sejak pertemuan dengan Kieran kemarin, Clara tidak bisa berhenti memikirkan kata-katanya. "Kamu punya potensi lebih."

"Saya percaya padamu." Kata-kata itu mengiang dalam kepala Clara, tetapi semakin ia berpikir, semakin dia merasa seperti sedang berjalan di atas tali yang rapuh.

Di satu sisi, ada rasa bangga karena Kieran mempercayainya. Tetapi di sisi lain, ada ketakutan yang tak bisa dia hindari—takut gagal, takut tidak memenuhi harapan, dan yang terburuk, takut mengecewakan Kieran.

Clara menatap layar komputernya, mencoba untuk fokus pada dokumen yang terhampar di depan mata. Proyek ini adalah peluang besar, tetapi juga tantangan yang menakutkan.

Ia harus memimpin tim yang terdiri dari orang-orang yang jauh lebih berpengalaman darinya.

Mereka sudah bekerja di perusahaan ini lebih lama, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih dalam, dan Clara harus memimpin mereka, mengambil keputusan besar yang akan menentukan kesuksesan proyek ini.

Namun, semakin dia memikirkan semuanya, semakin besar rasa takut yang menguasai dirinya. 'Apa yang akan terjadi jika saya gagal?' Suara keraguan itu terus menghantui.

Clara menggeser kursinya dan berdiri, berjalan ke jendela besar yang menghadap ke kota. Di luar sana, dunia terus berjalan dengan cepat, sementara di dalam dirinya, dia merasa terjebak dalam ketakutan dan kecemasan yang tidak bisa dia lepaskan.

Ponselnya bergetar di atas meja, menarik perhatian Clara. Sebuah pesan dari Kieran.

"Clara, saya ingin melihat perkembangan proyek ini. Mari bertemu di ruang rapat pukul 10 pagi."

Clara menatap layar ponselnya sejenak, perasaan gugup dan cemas langsung datang menghampiri.

Tidak ada kata-kata basa-basi, hanya instruksi yang jelas dan tegas, seperti biasa. Ia tahu Kieran ingin memastikan semuanya berjalan lancar, tetapi entah kenapa, pertemuan ini terasa jauh lebih penting daripada yang lain.

Mungkin karena Kieran sudah menunjukkan kepercayaan padanya—dan dia tidak ingin mengecewakan kepercayaan itu.

Dengan langkah hati-hati, Clara mengambil tumpukan laporan yang sudah dia persiapkan semalam. *Saya harus siap.* Dia mencoba untuk menenangkan dirinya, tapi tetap saja, jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya.

Clara tiba di ruang rapat lima menit sebelum waktu yang ditentukan. Pintu ruang rapat besar itu terbuka, dan Clara melihat Kieran yang sudah duduk di ujung meja panjang, wajahnya tampak serius, namun penuh perhatian.

Ada aura ketegasan yang selalu menyertai Kieran, tetapi kali ini, ada sesuatu yang berbeda. Entah kenapa, Clara merasa seperti ada ruang kosong di antara mereka yang tidak bisa dijembatani.

"Clara," suara Kieran memecah keheningan. Dia menatap Clara dengan mata yang tajam namun penuh harapan. "Mari kita bahas kemajuan proyek ini."

Clara duduk di kursi yang disediakan, meletakkan laporan di depan Kieran. "Saya sudah merangkum analisis pasar yang kita butuhkan, Pak," katanya, berusaha untuk terdengar tenang meskipun hatinya berdegup kencang.

Kieran mengambil laporan itu, memeriksa dengan seksama. Clara bisa merasakan matanya yang tajam tetap terfokus padanya, meskipun ia tidak mengatakan apa-apa.

Ada ketegangan yang membungkus ruangan, seolah setiap kata yang keluar dari bibir mereka akan memengaruhi lebih dari sekadar pekerjaan.

Clara merasa dirinya seperti diperiksa, bukan hanya sebagai seorang profesional, tetapi sebagai seseorang yang lebih dari sekadar asisten.

"Kamu telah melakukan pekerjaan yang baik," kata Kieran akhirnya, setelah beberapa detik yang terasa panjang.

"Namun, saya ingin kamu lebih dari sekadar mengatur laporan ini. Kamu perlu memimpin tim riset ini dengan lebih percaya diri. Ini bukan hanya tentang pekerjaanmu, Clara. Ini tentang bagaimana kamu bisa membawa proyek ini menuju sukses."

Clara menelan ludah, mencoba untuk menyembunyikan rasa cemas yang semakin kuat. "Saya… saya akan berusaha, Pak."

Kieran mengangkat alis, menatap Clara dengan intens. "Saya tahu kamu bisa melakukannya, Clara. Saya sudah melihat bagaimana kamu bekerja. Kamu punya potensi besar. Jangan biarkan rasa ragu itu menghalangi kamu."

Mendengar kata-kata Kieran, Clara merasakan sesuatu yang aneh mengalir dalam dirinya—sebuah perasaan yang sulit dijelaskan.

Kieran selalu tegas dan penuh percaya diri, tetapi kali ini, ada sesuatu dalam cara dia berbicara yang membuat Clara merasa lebih terikat pada tugas ini. 'Dia percaya padaku.'

Clara menarik napas dalam-dalam dan menatap Kieran. "Terima kasih, Pak. Saya akan memastikan proyek ini sukses."

Kieran mengangguk pelan, lalu berdiri dari kursinya. "Baiklah, saya akan memberi kamu lebih banyak ruang untuk mengatur segalanya.

Tetapi ingat, kamu tidak sendiri. Saya akan mendukungmu."

Clara mengangguk, meskipun perasaan di dalam dirinya semakin sulit untuk dijelaskan. Ketika Kieran meninggalkan ruang rapat,

Clara duduk sejenak, mencoba untuk meresapi kata-kata yang baru saja diucapkan. 'Dia percaya padaku.' Kata-kata itu kembali berputar dalam pikirannya.

Clara tahu bahwa ini adalah kesempatan besar untuk menunjukkan kemampuan dirinya. Tetapi ada perasaan lain yang mulai tumbuh—perasaan yang semakin sulit untuk dihindari.

Setelah rapat, Clara kembali ke ruang kerjanya dengan langkah yang lebih ringan, meskipun pikirannya masih berputar. 'Saya bisa melakukannya.'

Kata-kata Kieran terus terngiang, memberikan dorongan untuk terus maju. Namun, ada satu hal yang tidak bisa ia hindari: perasaan yang semakin kuat terhadap Kieran.

Setiap kali mereka berbicara, setiap kali Kieran menatapnya dengan penuh perhatian, Clara merasa seperti ada sesuatu yang lebih dari sekadar hubungan profesional yang terjalin antara mereka.

Di ruang kerjanya, Clara duduk kembali di kursinya dan membuka laptopnya. Tumpukan pekerjaan menanti, tetapi hatinya masih terfokus pada Kieran—pada tatapan itu, pada kata-kata itu.

'Apakah saya hanya membayangkan ini?' Tetapi semakin ia berpikir, semakin jelas bahwa hubungan mereka sudah mulai berubah.

Tidak hanya tentang pekerjaan lagi. Ada sesuatu yang lebih dalam yang menghubungkan mereka, meskipun Clara berusaha untuk menahan perasaan itu.

Clara menghela napas, mencoba untuk kembali fokus. 'Saya harus menyelesaikan proyek ini. Untuk diri saya sendiri.'

Namun, di dalam dirinya, dia tahu bahwa semakin lama dia berada di dekat Kieran, semakin sulit untuk menjaga jarak antara pekerjaan dan perasaan yang mulai tumbuh.

'Apa yang akan terjadi jika saya jatuh cinta padanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 204

    Pagi itu, langit bersih tak berawan. Clara berdiri di depan cermin, merapikan rambutnya dengan jepit bunga kecil yang pernah diberikan Luna. Gaun putih polos yang ia kenakan melambai pelan tertiup angin dari jendela yang terbuka. Di luar, terdengar suara tawa anak-anak dan gesekan sapu dari halaman.Kieran muncul di ambang pintu, mengenakan kemeja linen abu-abu dan celana panjang krem. Wajahnya teduh, matanya tak lepas dari sosok istrinya.“Kau masih secantik hari pertama kita bertemu,” ucapnya.Clara berbalik dan tersenyum. “Dan kau masih pandai membuatku lupa bagaimana caranya merasa takut.”Hari itu bukan hari biasa.Hari itu, mereka akan meninggalkan sesuatu yang lebih besar dari rumah pesisir mereka: sebuah nama, sebuah harapan, sebuah warisan.1. Simposium PerdamaianTenda besar didirikan di lapangan terbuka, tak jauh dari rumah mereka. Bangku-bangku kayu disusun rapi, dihiasi bunga kering dan anyaman daun.Orang-orang dari berbagai komunitas netral datang: dari barat yang pern

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 203

    Fajar menyelinap di sela tirai linen, menorehkan cahaya emas ke dinding rumah kayu mereka. Clara sudah terjaga, duduk di meja kecil menghadap jendela, menggambar dengan pensil arang di buku sketsanya. Di halamannya, tergambar wajah Luna yang sedang tertawa sambil memeluk tanaman rosemary.“Sudah pagi?” suara Kieran serak dari belakang.“Sudah,” jawab Clara tanpa menoleh. “Dan aku tak ingin melewatkan satu pun pagi bersamamu.”Ia menutup buku sketsa pelan. “Kita pernah hidup dalam hari-hari yang penuh bahaya. Tapi sekarang, setiap pagi seperti surat cinta dari semesta.”Kieran menarik kursi dan duduk di sampingnya. Ia mengambil tangan Clara dan mengecupnya dengan tenang.“Dan surat itu,” bisiknya, “kutulis ulang setiap hari... dalam detak jantungku.”1. Panggilan dari KotaDi tengah kesederhanaan itu, Aretha muncul dalam bentuk hologram kecil di ruang tamu.“Ada komunikasi dari Pusat Penyelaras Sipil. Mereka ingin mengundang Tuan dan Nyonya untuk berbicara dalam simposium tentang rek

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 202

    Langit di atas rumah pesisir itu bersih tak berawan, hanya sapuan tipis putih awan yang mengambang seperti mimpi yang tak ingin pergi. Clara berdiri di tepi tebing kecil yang menghadap langsung ke laut lepas, mengenakan gaun linen putih yang berkibar lembut ditiup angin. Di tangannya sebuah surat tua yang mulai menguning, ditulis tangan oleh Ayla—teman mereka yang telah pergi, namun meninggalkan warisan kenangan yang tak ternilai.“Dia menulisnya dua hari sebelum pengkhianatan terakhir di pusat markas,” ucap Kieran, yang berdiri beberapa langkah di belakangnya, membawa dua cangkir teh jahe hangat.Clara menoleh, menerima cangkirnya, dan tersenyum tipis. “Isi surat ini bukan sekadar perpisahan. Ini... seperti mandat untuk kita melanjutkan sesuatu.”Mereka duduk di bangku kayu yang menghadap laut, tempat favorit mereka setiap pagi. Angin membawa aroma garam, suara debur ombak, dan kicau burung camar—simfoni kehidupan baru yang jauh dari suara ledakan dan sandi-sandi perang.1. Rencan

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 201

    Mentari pagi menyembul perlahan dari balik bukit, membasuh langit dengan semburat keemasan. Clara membuka jendela besar di rumah pesisir yang mereka bangun bersama—sebuah rumah kecil bercat putih dengan atap biru laut, menghadap langsung ke samudra yang berkilauan.Angin membawa harum garam dan bunyi debur ombak ke dalam ruangan, membelai rambutnya yang tergerai. Kieran muncul dari belakang, mengenakan sweater tipis, lalu melingkarkan kedua lengannya ke pinggang Clara.“Tempat ini seperti mimpi,” bisik Clara.“Bukan mimpi lagi,” sahut Kieran pelan. “Ini kenyataan yang kita bangun sendiri.”1. Hari Tanpa TugasUntuk pertama kalinya sejak sekian lama, mereka tidak diburu jadwal, tidak ada sistem yang harus diperbaiki, tidak ada kode berbahaya yang perlu dibongkar. Hanya mereka berdua, dan waktu yang terasa melambat.Kieran membuatkan sarapan: roti panggang, telur mata sapi, dan teh herbal yang dulu biasa mereka minum di tengah operasi markas. Clara tertawa kecil saat Kieran berjuang

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 200

    Keterang hijau dawn lampu kota memudar perlahan ketika Clara dan Kieran menutup pintu ruang komando untuk malam terakhir mereka. Dua raga yang lelah, dua hati yang penuh luka—namun juga dua jiwa yang tumbuh lebih kuat oleh cinta dan persatuan.Mereka berjalan bergandengan menuju balkon atap, tempat bintang dan langit pagi menyambut. Aroma kopi hangat dan uap hujan semalam masih terasa, menambah kesyahduan momen."Kita berhasil," ucap Clara pelan, menatap wajah Kieran yang terpantul oleh kilau lampu jalan."Ya," jawab Kieran sambil membelai rambut Clara. "Ini hari terakhir konflik besar yang kita hadapi bersama. Sekarang kita punya kehidupan baru."1. Lambang Cincin Batu LautClara mengeluarkan kotak kecil berisi sepasang cincin sederhana: cincin Kieran terukir peta pulau tempat mereka berbulan madu, cincin Clara berhiaskan kelopak bunga liar yang mereka kumpulkan di dermaga malam itu."Ini lambang kisah kita," Clara berkata sambil menyematkan cincin pada jari Kieran. "Petualangan, ba

  • Di Balik Kantor CEO: Cinta yang Tak Terucapkan   Bab 199

    Senja malam merayap cepat di cakrawala ketika Kieran, Clara, dan Samantha kembali ke ruang komando. Peta tiga dimensi Veritas terpancar di layar hologram—jalur pelayaran, lokasi gudang distribusi, dan rute pengiriman vektor biologis. Aretha mengatur status pra-serangan."Data Samantha sangat akurat," ucap Clara sambil menunjuk titik koordinat pelabuhan gelap. "Jika kita potong jalur itu, kita hentikan penyebaran sebelum dimulai."Kieran memekikkan jempol. "Kita butuh tim laut dan tim darat bekerja serentak. Clara, kamu dan Samantha tangani tanah: infiltrasi gudang distribusi. Aku pimpin tim laut ke kapal yang akan dipakai Veritas."Samantha menarik napas dalam. "Aku akan bawa logistik. Aku tahu rutenya—dari gudang mereka ke kapal selam kecil yang tersembunyi di Teluk Barat."1. Persiapan Dua FronDua tim bergerak:Tim Darat (Clara & Samantha): Menyusup ke gudang tersembunyi di pelabuhan tua, mengambil sample vektor, dan menanam perangkat remote dieback.Tim Laut (Kieran): Mengikuti

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status