Share

Part 2

last update Last Updated: 2025-12-01 16:45:47

Setelah mendapatkan kepuasan dari Zelena, dengan cepat Jeandra menarik diri.

Jangan pernah berharap ada adegan mencium kening dan mengucapkan kata-kata mesra. Semua itu hanya terjadi dalam angan-angan Zelena, karena kini setelah menaikkan celananya Jeandra berguling ke samping lalu memeluk guling dengan tubuh membelakangi istrinya. Seolah-olah Zelena tidak pernah ada. Seolah tubuhnya tadi bukanlah tubuh wanita yang ia nikahi. Dan memang bagi Jeandra Zelena tidak lebih dari sekadar objek pelepasan hasrat serta tukang bersih-bersih di rumahnya.

Zelena yang masih berbaring tanpa sehelai benang pun, menggigil karena demam yang terus memburuk. Ia memandang punggung lebar Jeandra yang saat ini tertidur dengan lelap. Ditariknya selimut untuk menutupi tubuhnya.

"Je ...," panggilnya. "Aku sakit. Bisa beliin obat?"

Jeandra tidak bergerak. Tidurnya terlalu pulas.

Zelena menelan ludah yang rasanya pahit. Ia mengumpulkan sedikit tenaga, menggeser badan mendekati punggung Jeandra. Telapak tangannya gemetar ketika menyentuh bahu lelaki itu.

"Je … aku … aku sakit," ujarnya terbata-bata.

Tidak ada respons.

Ia mencoba lagi. Digoyangkannya bahu Jeandra dengan sedikit lebih keras, tapi tetap pelan, karena ia tahu betul betapa lelaki itu benci diganggu ketika tidur.

"Jeandra, tolong bangun sebentar. Aku pusing. Tolong ambilin bajuku."

Jeandra hanya bergeser sedikit, bukan karena mendengar, tapi karena mencari posisi tidur yang lebih nyaman. Ia memeluk guling lebih erat, menyandarkan dagu di bantal, selanjutnya terdengar dengkuran halus.

Air mata Zelena jatuh tanpa suara. Di saat sakit seperti ini ia ingin diberi perhatian dan dipedulikan.

Zelena menutup wajahnya dengan telapak tangan, berusaha meredam isak kecil yang akhirnya lolos juga.

Kenapa aku selalu berharap dia berubah?

Kenapa aku selalu berharap dia melihatku?

Setiap tetes air matanya jatuh ke bantal yang sudah hangat oleh panas tubuhnya yang demam.

Jeandra tetap tidur membelakanginya dengan begitu tenang dan nyaman.

Zelena meremas ujung selimut, menahannya agar tidak jatuh ketika ia mencoba duduk. Ia harus mengenakan pakaian. Tapi gaunnya jauh di lantai sana. Ia juga harus berjalan ke lemari kalau ingin memakai baju yang lain. Zelena tidak sanggup turun dari tempat tidur untuk mengambilnya. Baru duduk sebentar kepalanya langsung pusing dan mualnya kembali datang. Kulitnya merinding karena udara kamar terlalu dingin bagi tubuhnya yang polos.

Zelena terpaku. Ia ingin mencoba lagi, tapi tubuhnya terlalu lemah. Ia memaksa diri turun dari tempat tidur. Selimut melorot dari bahunya. Kulitnya yang panas bertemu udara dingin, membuatnya kembali menggigil hebat. Baru saja kakinya akan menapak di lantai, pandangannya seketika berputar, membuatnya kembali terjerambab ke kasur.

"Je, aku benar-benar nggak kuat," lirihnya sekali lagi walau sudah tahu tidak ada gunanya.

Jeandra tetap tidur dengan nyenyak. Tanpa sedikit pun terganggu oleh istrinya yang terus merintih kesakitan.

Zelena akhirnya menyerah. Ia menenggelamkan dirinya ke dalam selimut. Bahunya bergetar. Kali ini ia tidak lagi menahan tangisnya. Toh, suaminya tidak akan bangun.

*

Sinar matahari pagi menyelinap masuk melalui tirai kamar. Zelena bahkan tidak sadar kapan ia tertidur. Yang ia tahu hanyalah rasa sakit yang menguasai kepala dan sekujur tubuhnya.

Jeandra bangun lebih dulu. Mata lelaki itu langsung mengarah pada Zelena yang berada di sebelahnya. Selimut yang membungkus tubuhnya sedikit melorot hingga menampakkan dadanya yang ranum. Wajah dan lehernya basah oleh keringat dingin.

Jeandra terduduk. Seketika rautnya berubah. Ia mendengkus melihat tubuh telanjang Zelena. Ia tahu itu adalah trik perempuan itu untuk menggodanya.

Suara batuk suaminya berhasil membuat Zelena membuka mata. Hal pertama yang dirasakannya adalah kepala yang berat dan sekujur tubuh terasa sakit. Ia buru-buru menaikkan selimut yang melorot begitu menyadarinya.

"Je, aku sakit. Tadi malam aku mau ambil baju tapi tiba-tiba pandanganku berputar kayak lagi kena vertigo. Aku nggak kuat bergerak. Aku bangunin kamu tapi kamu nggak mau." Zelena buru-buru menjelaskan.

Jeandra tidak menanggapi. Ia berdiri lalu melangkah ke kamar mandi. Ia keluar dari sana sekitar sepuluh menit kemudian. Ia sudah rapi dengan kemeja kerjanya. Aroma parfumnya yang biasanya Zelena sukai kali ini membuatnya mual. Lelaki itu mengambil jam tangan dan dompet di nakas, tanpa menoleh sedikit pun pada istrinya yang masih meringkuk kesakitan di bawah selimut.

Zelena mencoba bangun tapi kembali tergolek. "Je, aku benar-benar sakit. Tolong bawa aku ke dokter. Aku nggak bisa bangun."

"Aku ada meeting," jawab lelaki itu singkat sambil memasang arlojinya, tanpa sedikit pun mau menatap Zelena, alih-alih memberi perhatian.

"Sebentar aja, Je. Aku nggak kuat lagi. Tolong."

Barulah Jeandra sedikit memandang pada perempuan itu. Zelena memang terlihat pucat. Tapi bukan berarti hatinya akan langsung luluh. Sebelumnya Zelena sudah pernah melakukan hal yang sama--berpura-pura sakit--hanya demi menarik perhatiannya.

"Tolong bawa aku ke dokter atau beliin obat," pinta Zelena sekali lagi dengan begitu penuh harap.

Meskipun Zelena sudah memelas, tapi Jeandra sama sekali tidak tersentuh. Ia malah menatapnya dengan sorot dingin dan tidak percaya.

"Nggak usah manja," ucap lelaki itu datar yang kemudian meninggalkan istrinya begitu saja.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   Part 6

    Zelena tidak tahu berapa lama dirinya tidak sadar. Yang ia tahu, saat membuka mata ia sudah berada di rumah sakit. Lagi.Sekujur tubuhnya terasa remuk. Kepalanya begitu berat. Lalu perutnya melilit dan menusuk-nusuk.Ia lantas teringat kondisinya yang sedang berbadan dua. Dengan refleks tangannya turun menyentuh perut. "Anakku gimana?" tanyanya panik.Tidak ada apa pun yang menjawab. Hanya senyap. Dan rasa nyeri yang terus menusuk membuatnya semakin cemas.Jantung Zelena berdetak sangat cepat. Ia menoleh ke kiri dan ke kanan, mencari siapa pun. Kamar itu kosong. Napasnya mulai memburu. Ditekannya bel darurat yang ada di samping bed dengan tangan gemetar.Perawat datang dalam hitungan detik."Sus, anak saya, Sus. Anak saya!""Ibu, Ibu tenang dulu. Ada apa?""Anak saya ...." Zelena mengusap perutnya. "Tolong … tolong periksa. Anak saya … saya hamil. Saya … saya kecelakaan ....""Baik, Bu. Tenang dulu ya. Saya panggilkan dokter.""Jangan tinggalin saya." Zelena memohon sambil terus ter

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   Part 5

    Samar-samar Zelena mendengar suara-suara. Awalnya lirih, lalu semakin jelas. Suara langkah kaki, dan percakapan percakapan yang tidak bisa ia pahami. Perlahan, kesadarannya mulai kembali.Ia merasakan sakit di sekujur tubuhnya, terutama di kepala. Matanya terasa berat, namun ia berusaha membukanya. Cahaya putih yang menyilaukan langsung menyambutnya. Zelena mengerjap-ngerjapkan mata, mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.Ia berada di sebuah ruangan serba putih. Bau obat-obatan langsung menusuk hidungnya. Zelena menyadari, ia berada di rumah sakit.Seorang wanita berjas putih mendekat. Wajahnya tampak ramah dan penuh perhatian. “Syukurlah Ibu sudah sadar,” ucapnya.Zelena mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya. Jeandra, makan malam, jalanan sepi, dan kemudian gelap. Air mata kembali menggenang di pelupuk matanya. Jeandra meninggalkannya.“Siapa yang membawa saya ke sini, Dok?” tanyanya dengan suara bergetar.Dokter wanita itu tersenyum tipis. “Tadi ada laki-laki

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   Part 4

    Selama beberapa detik Zelena terpejam dan menunggu. Tapi tidak terjadi apa-apa. Dengan takut-takut dibukanya mata. Jeandra tetap berdiri di hadapannya, masih dengan wajah dan tatapan yang sama dinginnya. Lelaki itu tidak menamparnya seperti yang Zelena pikirkan. Selama tiga tahun menikah, Jeandra memang tidak pernah melakukan kekerasan fisik. Pikirannya tadi hanya bentuk ketakutan Zelena saja. “Pulang sekarang.” Jeandra mendesis dingin lalu langsung menarik tangan Zelena tanpa memberinya waktu untuk bertanya atau membela diri. Zelena kewalahan mengikuti langkah Jeandra yang cepat. Begitu mereka melewati ruang makan, keluarga Jeandra yang tadi sibuk membicarakan Zelena mendadak diam. Mereka memandang dengan tatapan heran serta puas. Jeandra tidak menoleh. Tidak berpamitan. Ia terus menarik Zelena keluar, membuka pintu rumah itu, dan memasukkannya ke mobil. Jeandra masuk ke kursi pengemudi dengan wajah datarnya kemudian menyalakan mesin tanpa berkata apa-apa. Mobil m

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   Part 3

    Sepeninggal Jeandra, Zelena hanya bisa berbaring lemah di tempat tidur. Demamnya tidak kunjung reda. Tubuhnya panas seperti dibakar, tetapi tangannya dingin dan gemetar. Setiap kali ia mencoba berdiri ia kembali jatuh ke tempat tidur.Ia sudah meminum sisa obat penurun panas yang ditemukannya di laci, tetapi tidak banyak membantu.Melihat jam sudah menunjukkan pukul enam sore, Zelena memaksakan diri untuk bangun.Dengan sisa tenaga yang ada, Zelena berjalan terhuyung ke kamar mandi sambil berpegangan pada dinding. Ia membasuh wajahnya dengan air dingin, yang langsung membuatnya menggigil semakin hebat.Saat Zelena keluar dari kamar mandi, Jeandra sudah berdiri di depannya. Lelaki itu baru saja pulang.“Ada acara makan malam keluarga malam ini,” beritahunya datar.“Aku nggak bisa ikut, Je, aku masih sakit,” tolak Zelena lemah.Penolakan itu membuat Jeandra menunjukkan sedikit ketidaksenangannya.“Jangan cari masalah. Kamu udah cukup buruk di mata keluargaku. Kalau kamu nggak ikut, mere

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   Part 2

    Setelah mendapatkan kepuasan dari Zelena, dengan cepat Jeandra menarik diri.Jangan pernah berharap ada adegan mencium kening dan mengucapkan kata-kata mesra. Semua itu hanya terjadi dalam angan-angan Zelena, karena kini setelah menaikkan celananya Jeandra berguling ke samping lalu memeluk guling dengan tubuh membelakangi istrinya. Seolah-olah Zelena tidak pernah ada. Seolah tubuhnya tadi bukanlah tubuh wanita yang ia nikahi. Dan memang bagi Jeandra Zelena tidak lebih dari sekadar objek pelepasan hasrat serta tukang bersih-bersih di rumahnya.Zelena yang masih berbaring tanpa sehelai benang pun, menggigil karena demam yang terus memburuk. Ia memandang punggung lebar Jeandra yang saat ini tertidur dengan lelap. Ditariknya selimut untuk menutupi tubuhnya."Je ...," panggilnya. "Aku sakit. Bisa beliin obat?"Jeandra tidak bergerak. Tidurnya terlalu pulas.Zelena menelan ludah yang rasanya pahit. Ia mengumpulkan sedikit tenaga, menggeser badan mendekati punggung Jeandra. Telapak tangannya

  • Dikejar Cinta Mantan Suami   Part 1

    "Je, hari ini hari ulang tahun pernikahan kita. Aku mau kita makan malam bersama untuk merayakannya. Nanti malam kamu bisa cepat pulang?" kata Zelena pada suaminya yang baru keluar dari kamar mandi."Aku sibuk. Nggak ada waktu," jawab Jeandra sambil mengenakan pakaian.Jawaban Jeandra membuat Zelena kecewa. Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan mereka yang ketiga. Hari yang sangat berarti baginya. Ia ingin sedikit saja merayakannya. Tidak perlu ada acara besar-besaran. Cukup dengan makan malam berdua di rumah."Untuk hari ini saja tolong luangkan waktumu sedikit," pinta Zelena yang belum menyerah."Udah kubilang hari ini aku sibuk. Berhentilah melakukan hal-hal yang nggak berguna," jawab Jeandra dengan wajah datarnya, seperti biasa. Lalu lelaki itu pergi meninggalkan Zelena.Zelena hanya bisa menghela napas. Ia sudah terbiasa dengan sikap yang ditunjukkan Jeandra. Selain sikapnya yang dingin, lelaki itu juga hanya berbicara seperlunya. Sedangkan pada orang lain sikap Jeandra beg

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status