Share

Bab 13

Author: Siska_ayu
last update Huling Na-update: 2023-02-15 13:54:54

Aku masih berusaha mencerna perkataan Bang Raka. Rasanya tidak percaya kalau Bang Irsyad yang menghamili Nisa. Tapi kenapa Nisa meminta Bang Irsyad yang harus bertanggung jawab menikahinya? Ah, sungguh ini sangat rumit. Bagaikan benang kusut yang tak tau ujungnya.

"Hei, kok malah ngelamun?" Ucapan Bang Raka membuyarkan lamunanku.

"Enggak, Bang. Aneh aja, kenapa Nisa harus meminta Bang Irsyad menikahinya kalau anak yang dikandungnya bukan anak Bang Irsyad?"

Bang Raka terlihat mengangkat bahu, menandakan ia tak tahu.

"Kok, bisa ya, wanita se-alim Nisa hamil di luar nikah?" tanyaku penasaran.

"Maksudnya alim gimana?" timpal Bang Raka.

"Ya ... kan Nisa bajunya juga sangat tertutup dengan jilbab yang lebar."

"Iyakah?" Alis Bang Raka terlihat bertaut. "Dulu, enggak tuh. Penampilannya biasa aja kayak ABG yang lainnya," lanjutnya.

"Masa sih, Bang? Tapi sekarang penampilannya tertutup banget."

"Mungkin sekarang dia sudah berubah. Kan orang enggak ada yang tahu, hidayah munculnya kapan," jawab
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
ujung2nya hamil dan g jd minta cerai. terima aja nasibmu jd istri kedua krn keteledoran mu nay
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Dilema Istri Kedua   Tamat

    Aku sempat begitu terkejut saat bangun melihat ada seorang lelaki di sampingku. Namun, aku buru-buru tersadar kalau sekarang aku sudah menjadi seorang istri kembali. Kutatap lelaki yang masih tidur pulas itu. Wajahnya begitu tampan dan teduh. Hanya saja, kecanggungan di antara kami belum benar-benar mencair. Semalam saja, tidur kami terhalang oleh bantal guling yang menjadi penyekat di antara kami.Aku beringsut turun dari ranjang, kemudian berjalan menuju kamar mandi. Mengambil air wudhu. Ketika aku membuka pintu kamar mandi, ternyata suamiku sudah terbangun."Sudah wudhu?" tanyanya sambil tersenyum.Aku mengangguk sambil membalas senyumannya."Kita solat berjamaah subuh. Aku wudhu dulu." Ustad Hafiz pun masuk ke kamar mandi.Setelah melakukan solat subuh berjamaah, Ustad Hafiz mengajakku untuk membaca Al-Quran sejenak sambil menunggu pagi datang. Lantunan ayat-ayat suci yang dibacanya terdengar begitu merdu di telinga. Membuat hatiku merasa begitu tenang dan damai."Mau pulang sekar

  • Dilema Istri Kedua   Bab 50

    Tak pernah kuduga sedikit pun apa yang Umi Fatimah ucapan barusan? Bercanda kah ia? Tapi beliau bukan tipe orang yang suka bercanda apalagi sedang membahas masalah serius seperti ini."Ma-maksud Umi, apa?" Dengan mimik yang masih keheranan aku bertanya."Umi berniat menjodohkan Naya sama anak Umi. Itu juga kalau Naya bersedia.""Maaf Umi. Naya merasa tidak pantas untuk menjadi pendamping Ustad Hafiz. Naya bukan wanita solehah. Naya juga cuma seorang janda yang sudah mempunyai anak. Tidak mungkin Ustad Hafiz mau sama Naya. Banyak wanita yang lebih baik di luar sana." Aku menunduk. Menyembunyikan genangan air mata yang mulai memenuhi kelopaknya."Sayang, apa yang salah dengan janda. Bukankah Nabi Muhammad saw juga dulu menikahi seorang janda? Gadis ataupun janda bukan tolak ukur seorang wanita baik atau tidak. Umi terlanjur sayang sama Naya juga Fea. Umi pasti seneng banget kalau Naya bisa menjadi menantu Umi.""Tapi Umi. Ustad Hafiz ...."Umi Fatimah tersenyum kepadaku, kemudian mengge

  • Dilema Istri Kedua   Bab 49

    Kenyataan yang baru saja kudengar, bagai meruntuhkan duniaku yang perlahan akan kembali bangkit. Aku mulai merasakan setitik harapan untuk masa depan yang indah bersama pendamping yang akan benar-benar menyayangiku dan anakku. Namun kini, bak roller coaster yang terjun dari ketinggian hingga ke dasar bumi. Hancur. Air mata makin mengalir deras membasahi pipi. Jantungku pun masih berpacu begitu cepat. Tubuhku yang tak berdaya masih ditopang oleh Bang Irsyad. Kutatap mata elang Abangku yang terlihat mengobarkan amarah."Kamu harus kuat, Naya." Bang Irsyad berbisik lirih di telingaku. Aku pun mengangguk. "Kalau kamu sudah merasa lebih baik, kita ke dalam," lanjutnya lagi.Aku berkali-kali mencoba menghirup napas dalam-dalam. Menetralkan debaran dan sayatan yang mengiris hati. Memasukkan lebih banyak oksigen ke dalam dadaku yang terasa sesak. Lagi-lagi karena pengkhianatan.Untuk terakhir kalinya aku menghirup napas sangat panjang, sambil mengusap jejak air mata di pipi. Stop Naya. Kam

  • Dilema Istri Kedua   Bab 48

    "Kok, buru-buru banget sih, Bang? Naya pikir, mau pendekatan dulu atau apa gitu." Aku masih mencoba untuk mengulur waktu sambil terus belajar memantapkan hatiku untuk mencintainya."Kita sudah cukup dekat sejak lama. Ngapain ditunda-tunda lagi."Rasanya ingin aku menjawabnya lagi. Tapi suara tangisan Syafea sudah mulai terdengar. Benar saja, ibu datang dengan membawa Syafea yang sedang menangis."Sepertinya, Fea ngantuk, Nay." Ibu menyerahkan Syafea padaku."Maaf, Bang. Naya mau nidurin Fea dulu." Bang Raka mengangguk sambil tersenyum. Aku pun bangkit dan mulai berjalan ke kamar untuk menyusui putriku.Kumandang azan duhur membangunkanku yang ikut tertidur di samping Syafea. Mungkin karena semalam aku susah tidur, makanya sekarang sampai ikut ketiduran. Kulirik Syafea yang masih tertidur lelap. Kemudian aku turun perlahan dari kasur.Aku sedikit terkejut saat keluar dari kamar, karena ternyata Bang Raka masih ada di sini. Aku pikir sudah pulang ke rumahnya. Taunya masih ada. Tidur ter

  • Dilema Istri Kedua   Bab 47

    Dengan air mata yang mulai berjatuhan dan hati berdebar, mataku memindai sekeliling. Pun dengan Umi Fatimah. Aku berjalan cepat ke arah tempat mengaji anak-anak tadi, badanku berputar menengok ke kiri dan ke kanan. Nihil. Tidak ada."Gimana, Nay? Ada?" tanya Umi dengan wajah panik.Aku menggeleng."Kita cari ke arah belakang masjid."Aku pun mengikuti umi menuju belakang masjid. Bahkan sampai mengelilinginya. Tidak ada tanda-tanda Syafea ada di sana. Aku dan Umi pun memutuskan untuk kembali ke depan.Dengan tubuh yang masih bergetar dan kaki lemas, aku terduduk lesu di teras masjid. Menangis sesenggukan sambil menangkup wajahku dengan kedua tangan."Syafea ...." Aku menangis memanggil nama putriku."Sabar. Kita cari sama-sama. Insyaallah, Fea baik-baik saja." Umi mengusap punggungku pelan.Saat aku masih terisak, samar kudengar celotehan Syafea dari dalam masjid. Wajahku langsung mendongak seketika. Aku dan Umi saling bertatapan. Sepertinya Umi pun mendengarnya. Seingatku tadi, pintu

  • Dilema Istri Kedua   Bab 46

    Setelah melaksanakan solat isya, seperti kebiasaan keluargaku dari kecil, kami berkumpul di tuang TV. Berbagi cerita, membahas segala hal. Rencananya, malam ini, aku ingin bertanya kepada ibu dan Bang Irsyad tentang pendapat mereka mengenai Bang Raka. Aku ingin mengatakan kalau Bang Raka ingin serius menjalani hubungan denganku.Syafea tengah tertidur di karpet ruang TV karena terlalu lelah bermain. Ini waktu yang tepat untukku berbicara karena tidak akan diganggu anakku. "Bu, Bang, Naya mau ngomongin sesuatu," ucapku pada Ibu dan Bang Raka dengan hati yang berdebar. Spontan Ibu dan Abangku itu langsung menatap ke arahku."Ada apa, Nay?" tanya Ibu. Sementara Bang Irsyad tidak bersuara. Hanya dari gestur tubuhnya, dia terlihat sudah siap untuk mendengarkan."Naya ... mau bertanya sesuatu pada Ibu dan Abang," kataku lagi seolah ragu."Iya, apa? Tanyakan saja," jawab Ibu."Naya ... Naya ... Maksud Naya, gimana pendapat Ibu sama Abang tentang Bang Raka? Sebenarnya, Bang Raka mengatakan s

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status