Waktu sudah menunjukan pukul sembilan malam. Malvin menyeringai menatap paras wanita yang tengah terlelap dalam tidurnya. "Tidak kusangka kau akan menungguku. Apakah ini yang dinamakan takdir? Sekarang kau jelas ditakdirkan menjadi jodohku," gumam Malvin menyunggingkan senyum. Kini ia sudah berada di hadapan Moza yang ketiduran dalam penantiannya. Wanita di hadapan Malvin tampak sangat cantik, Moza begitu anteng dalam tidurnya. Membuat Malvin refleks kembali tersenyum memperhatikan Moza yang bisa tertidur dalam posisi duduk. Sembari menunggu Moza terbangun, Malvin memeriksa beberapa berkas penting melalui gawai miliknya. Hingga, pelayan restoran membawa minuman pesanan Malvin. Sekitar satu jam kemudian, wanita yang telah Malvin tandai sebagai jodohnya itu tampak menggerakan tubuh.Moza mengerjap, hingga akhirnya membuka mata. Wanita itu tampak melihat Malvin di hadapannya."Nona sudah bangun?" sambut Malvin tersenyum kecil. S
Savian kembali terpokus pada lawan bicaranya. Dengan intens ia memperhatikan penampilan wanita yang dikenal sebagai anak tunggal InterPress Gruop tersebut yang telah ditandai Malvin sebagai istrinya. Nona Thara yang ia lihat sekilas saat pertemuan dengan atasannya beberapa hari yang lalu terlihat begitu berpenampilan seksi dengan make up tebal menghiasi wajah. Savian menelisik, memperhatikan penampilan wanita di hadapan. Penampilan anak tunggal InterPress Group kali ini justru terlihat berbeda dengan make up tipis serta setelan baju yang lumayan sopan.'Apakah wajah aslinya tanpa make up tebal memang seperti ini?' Savian menerka. "Maaf saya sedikit terkejut," cetus Thara mengendalikan diri dari keterkejutannya."Ada urusan apa ya Tuan mencari saya? Bukankah masalah perjodohan sudah terselesaikan kemarin?" tukas Thara menyesalinya. Hatinya menangis karena meminta Moza menolak lamaran pria setampan nan memesona di hadapannya."Ah, jika b
Di kamarnya yang hanya berukuran 3×4 meter itu Moza tengah sibuk mengecat kuku kakinya dengan kutek berwarna nude. Kamar yang dipenuhi dengan kenangan semasa bersekolah dulu tak berubah. Hanya bertambah beberapa dekorasi yang ikut menenuhi ruang kamar. Sejak SMA Moza sangat hobi membeli poster idol Kpop kesukaannya, bahkan poster tersebut masih awet memenuhi dinding kamar. Belum lagi pernak-pernik Kpop lainnya. Karena menjadi fangirl membuatnya betah menjomlo selama ini. Lebih tepatnya betah menunggu Rendy menyadari kehadirannya. Masa-masa SMA yang membuatnya memiliki sahabat seperti Thara sampai saat ini. Saat Moza tengah sibuk dengan pikirannya sendiri. Tiba-tiba dering ponselnya berbunyi. Wanita itu meraih ponsel di atas nakas. Melihat nama kontak yang meneleponnya malam-malam. Tebakannya adalah Thara dan ternyata tepat sasaran."Ada apa, Ra?" tanya Moza langsung ke inti. "Gue baru ketemu Malvin," aku Thara membuat Moza langsung membola.
Di tengah situasi canggung penuh kesalahpahaman. Thara teralihkan dengan seorang pria yang baru saja masuk ke dalam restoran. Sontak wanita itu membola menatap pria tampan tersebut. Ia tampak melangkah menuju meja Thara."Tuan Malvin," panggil Thara terpana ke arah pria tersebut. Malvin ikut mengalihkan atensi menatap sekretarisnya yang baru saja datang dengan senyuman yang tampak menyilaukan karena masuk ke restoran bertepatan dengan lampu pintu yang tiba-tiba dinyalakan."Dia adalah sekretaris saya," jelas Malvin memberitahu. Savian tampak duduk di meja yang lain. Menunggu atasannya selama pertemuan karena kunci mobil milik Malvin dipegang olehnya. "Apa?" Thara tak percaya dengan kebenaran yang ia peroleh."Sepertinya Nona salah paham dengan mengira sekretaris saya sebagai saya," ucap Malvin setelah menyimpulkan apa yang mungkin terjadi. "Jadi siapa wanita yang saya temui di kencan buta itu?" tanya Malvin langsung ke inti ka
Savian tampak membuka pintu ruang CEO setelah dipersilakan masuk. Dengan langkah kakinya yang panjang membuat ia bisa cepat tiba di hadapan Malvin kurang dari tiga puluh detik dari pintu masuk ke depan meja kerja atasannya itu. Malvin tampak mengalihkan atensi menatap Savian lekat-lekat. Orang yang dipandangi merasa tidak nyaman. "Ada hal mendesak apa Pak CEO memanggil saya?" tanya Savian menghadap. Malvin tampak memangku wajahnya, dengan tatapan datar ia berucap, "Temuilah Nona Thara dan bujuk dia untuk mengatur pertemuanku dengan wanita yang mengantikannya di kencan buta." Nada perintah itu terdengar mendikte. Savian tidak bisa menolak perintah tersebut. Walaupun hal tersebut tidak menyangkut pekerjaannya. Namun, sudah bertahun-tahun Savian hidup dengan arahan Malvin yang sudah ia anggap sebagai kakaknya sejak ia pertama kali menginjakan kaki di rumah besar tempat Malvin tinggal."Baik, Pak. Saya akan segera menemui Nona Thara," ja
Thara ditengah kebimbangan, di satu sisi ia teringat dengan Moza, sahabatnya dan di satu sisi ia memikirkan perkataan Savian matang-matang. Walaupun perjodohan antara dirinya dan Malvin sudah selesai, tetapi apa yang dikatakan Savian ada benarnya juga. Seorang Malvin Alexander Batara, pasti tidak akan memberi ampun orang yang telah membohonginya. "Bisakah Nona Thara membantu saya?" pinta Savian dengan sepenuh hati. Tatapan kosong Thara kembali teralihkan menatap pria di hadapannya.Lihatlah wajah tampan menggemaskan itu, rahangnya yang tegas tampak memperjelas garis wajah menawannya. Kacamata frameless yang dikenakan tampak membingkai wajahnya dengan sempurna. Thara menelan ludah, kemudian refleks mengangguk. Ia tidak bisa menolak Savian. Tidak bisa!'Maafkan aku Moza, aku terayu oleh pria tampan!' "Terima kasih Nona. Saya harap kabar baik dari Nona dengan segera tentang waktu pertemuan," ucap Savian menyunggingkan senyum lebar yang terlalu terlihat menawan.'Emang susah nolak yang
Di hari Sabtu yang cerah, Moza berkunjung ke kedai yang dikelola kedua orang tua serta Naka adiknya jika sudah pulang kuliah. Sudah menjadi rutinitas baginya saat libur kerja di akhir pekan ia akan menyempatkan diri membantu kedua orang tuanya berjualan. Karena biasanya saat weekend kedai akan ramai oleh pengunjung. "Ka buruan sini bantuin aku racik bakso. Udah ditungguin pelanggan ini. Aku dispamin mulu!" omel Naka di dapur mendesak kakak perempuannya untuk segera bergabung membantu. "Iya, bawel banget ih," jawab Moza bergegas menghampiri adiknya. "Emang berapa pesanannya?" tanya Moza mulai cekatan mengambil plastik pembungkus. "Dua puluh bungkus," jawab sang adik yang tampak gesit meracik bakso pesanan. "Buset! Banyak bener," tukas Moza refleks menoleh ke adiknya yang kembali memeriksa pesanan di layar ponsel. "Dan itu buat pesanan lima varian bakso Mercon dengan mie Sehun (semuanya bihun), lima varian bakso jumbo dengan
Setelah Rendy pamitan pulang dan kedai tampak sepi pengunjung. Moza dan Thara yang bertugas menjaga kedai sore ini. Mereka tampak duduk saling berhadapan dengan sisa es campur dan bakso yang mereka racik sendiri sesuai selera mereka."Apa maksud lo bilang ke Rendy kalo gue udah punya pacar?" protes Moza sinis tidak terima.Setelah setengah hari penuh meminta pertanggung jawaban atas celetukkan Thara. Membuatnya kesusahan menghadapi Rendy yang selalu menghujaninya pertanyaan tentang pacar bohongan yang ia akui. "Abis percintaan lo terlalu ngenes, Za. Ayolah move on. Di umur segini udah saatnya lo berusaha nyari jodoh lo," jawab Thara kemudian menyeruput es campur miliknya. Moza tampak langsung murung. "Kini saatnya lo cari cowok yang bisa menghargai serta menyadari kehadiran lo di hidupnya lebih dari apapun dan yang terpenting dia harus lebih tampan dan lebih segalanya dari Rendy," lanjut Thara memberi penekanan pada kalimat terakhir."Iya, nyari di mana? Gak ada kali cowok yang kay