Sakit yang Berisik~~Bree kini paham kenapa Edmond membantah setiap keinginan Bree untuk berlatih besok hari.Seluruh tubuhnya terasa pegal dan nyeri. Meski tidak tidak jatuh dari kuda, Bree merasa dia seperti sudah jatuh dari kuda, karena semua terasa menyakitkan.Penyesalan lain. Bree tadi menolak mandi memakai air hangat. Dia malas menunggu Aima menyiapkannya, karena tubuhnya terlalu lengket dan penuh keringat.Bree merasa air dingin akan membuatnya segar. Memang segar, tapi kini air dingin itu membuat tubuhnya terasa kaku, dan pegal. Belum nyeri di beberapa bagian tubuh yang menyebalkan.Bree kini juga mengerti kenapa Edmond akhirnya memilih diam daripada menjelaskan apa yang sebenarnya akan terjadi pada tubuhnya.Pusat dari seluruh rasa sakit tubuhnya ada pada paha. Paha bagian dalam lebih tepatnya. Bagian yang bertumbukan dengan pelana dan punggung Briar.Edmond telah bersikap sopan dengan diam saja, tak ingin membahas area rasa sakit itu lebih jauh.Bree berbalik mencoba menyam
"Non!" Bree berteriak panikDia tidak membayangkan akan menjadi seperti ini. Niatnya baik, hanya saja seharusnya tidak belajar sendiri tanpa pendamping. Kuda adalah makhluk yang tidak bisa prediksi tingkah dan perilakunya.Kini nyawanya kembali terancam, sebelum dia bisa memperbaiki apa pun. Dia pasti mati jika sampai terjatuh dari punggung Briar.Tapi kemudian suara derap kaki kuda lain terdengar dari arah samping. Bree menoleh, dan terlihat Edmond, memacu kuda di sebelahnya.Berlawanan dengan Bree yang panik, Edmond terlihat tenang. Memakai perhitungan yang tepat, dan kaki menjepit perut kuda tunggangannya, Edmond mencondongkan tubuh ke arah Bree, lalu merebut tali kekang yang tidak berguna dari tangan Bree, karena dia tidak tahu harus melakukan apa.Dengan sangat ahli, Edmond menarik tali kekang itu. Kekuatan Edmond sangat terukur dan tahu seberapa besar tarikan yang diperlukan agar Briar tenang.“Ha!”Mulut Edmond menyerukan aba-aba lain yang membuat Briar dan kuda tunggangannya m
Bree menatap wajah Rad sekilas lalu berpaling.Ini pertemuan kedua mereka setelah hari pernikahan itu. Bree memang tidak pernah berpapasan saat mereka ada di kastil.Bree hanya melihatnya dari kejauhan saat dia masuk ke kastil atau keluar, hanya itu.Bree dengan sengaja menghindari Rad. Tidak ingin mengobrol maupun bertemu dengannya. Itu adalah cara satu-satunya agar Bree tetap merasa waras, dan tidak mengulang segala kedekatan mereka yang membuatnya bodoh.Tapi ternyata tidak bertemu sekian lama dengan Rad tidak berpengaruh apapun. Jantung Bree tetap saja meronta hebat begitu mata Rad menatapnya.Kulit wajah Rad yang pucat terlihat kontras dengan tudung kepala hitam yang dipakainya. Tudung jubah itu seolah membingkai ketampanan Rad, menegaskan jika wajahnya rupawan, tanpa cacat.Dia tidak terlihat buruk sama sekali dengan cambang di dagu yang mulai terlihat lebat, sementara bibir merah gelap berpadu sempurna dengan kulit pucat miliknya. Jenis tampan yang dengan mudah membuatnya menja
Bree tidak bisa melihat wajah gadis itu, karena dia memakai jubah dengan tudung menutup kepala, tapi beberapa helai rambutnya terlihat mengintip, dan rambut itu berwarna gelap. Itu berarti dia adalah wanita berbeda dari yang Bree lihat pada malam hari pernikahannya. Malam itu, wanita yang bersama Rad berambut pirang pucat. Dan itu kurang lebih seminggu yang lalu. Rad telah berpindah selera, dalam waktu singkat. Dia mengganti wanita semudah cuaca Marseilles berganti karena angin laut.Kenyataan itu bukan kejutan lagi untuk Bree, tapi ini pertama kalinya dia melihat wanita yang bersama Rad keluar dari kastil saat hari terang. Dulu Bree hampir setiap hari hanya berada di dalam kastil, mencoba untuk tidak membuat Irene marah.Bree kini ‘menikmati’ pemandangan baru yang belum pernah dialaminya. Wanita itu terlihat lemas, sampai ada dua orang pelayan yang membantunya berjalan menuju kereta, langkah kakinya juga pelan.Melihat bagaimana dua pelayan harus membantunya untuk berjalan, membuat
Aima membantu Bree memakai celana kain longgar, setelah melepaskan korsetnya. Kebebasan yang dinanti Bree, membuatnya bernapas lebih lega.“Saya rasa ini bukan ide yang bagus.”Aima bergumam takut-takut, saat mengikat tapi celana kain itu. Dia lalu membantu Bree memakai gaun yang lebih ringan.“Aku tidak memerlukan pendapatmu. Aku tahu ini bukan ide bagus.”Bree setengah membentak Aima, sambil memakai mantel panjang, untuk menutupi bentuk tubuhnya.Tidak memakai korset membuatnya bebas, tapi sekaligus telanjang, dan terbuka. Dia tidak pernah memakai gaun luar tanpa korset begitu menginjak umur sepuluh tahun.“Tapi Anda akan dipandang aneh oleh…”“Memang kenapa kalau aku dipandang aneh? Apa akan ada yang berani melarangku? Kalau ada biarkan mereka mencoba!” sergah Bree.“Tapi Lady Irene…”“Kau sudah melihat beberapa hari ini jika aku tidak peduli pada pendapatnya bukan? Aku tidak peduli!”Bree menegaskan agar Aima mengingat ini. Setelah konfrontasi saat sarapan beberapa hari lalu, Iren
Hinaan yang didengar Bree berbeda.Dulu Bree mendengar hinaan tentang penampilannya yang kumuh, maka sekarang dia mendengar hinaan tentang sikapnya yang tidak sopan. Perbedaan yang hanya menegaskan jika Irene memang bertekad untuk tidak menerimanya.Orang yang ingin membenci akan selalu menemukan alasan untuk membenci.Meski sudah berusaha untuk memperbaiki, nyata adanya Irene tetap menemukan sesuatu untuk dicela dari diri Bree“Maafkan saya, Lady Irene. Tapi kemarin kami menghadapi sedikit halangan di jalan, karena itu baru sampai di sini saat tengah malam. Saya rasa Anda sudah tidur saat itu. Akan sangat tidak sopan jika saya mengganggu tidur anda bukan? Jika Anda kurang tidur, bisa-bisa Anda menjadi sakit nanti.”Bree bisa mengakhiri kalimatnya pada ucapan memberi salam tengah malam adalah tidak sopan, tapi sengaja menambahkan jika soal sakit. Dengan begitu Irene tidak punya balasan yang cukup pintar. Alasannya memperlihatkan seolah Bree peduli padanya. Alasan yang manis.Irene mem