Setelah pergi meninggalkan ketiga temannya saat makan. Nossal duduk di bangku yang ada di dekat gerbang utama. Dia duduk dengan kedua tangan mengepal menutupi mulutnya. Tidak disangka hal sepele seperti itu membuatnya lari ketakutan seperti pencuri yang dikejar warga.Padahal belum tentu juga mereka yang berbisik-bisik itu membicarakanku. Aku rasa aku terlalu menganggapnya serius.“Hah~, menyedihkan”Sambil menghela nafas panjang. Nossal membenamkan wajahnya pada telapak tangannya. Dia yang masih terbawa sifat masa lalunya kesulitan untuk menghadapi hal semacam iniSatu per satu murid yang telah selesai makan siang kembali ke kelasnya. Suara obrolan mereka membuat Nossal merasa sedikit iri dengan mereka.“Andaikan aku dapat kembali percaya pada seseorang seperti mereka mempercayai temannya seperti saudara sendiri”Dengan pikirannya itu dia teringat pada Rokka yang telah mengkhianatinya dan hampir membuatnya terbunuhKetika Nossal termenung dalam kesendiriannya. Terdengar suara jeritan
Tidak lama setelah Pak kepala menyuruh Adit dan Bu Pur memanggil orang-orang dewasa, Para orang dewasa di tempat ini seperti guru, pegawai, dan tenaga kerja segera berkumpul di depan ruang UKS. Sama seperti ketika Pak kepala dan Bu Purwanti pertama kali melihat keadaan pemuda itu, semua yang hadir di tempat itu juga terkejut.Sebenarnya sudah bukan pertama kali mereka menyaksikan ini. Sebelumnya, ketika kelompok pencari bahan makan baru saja terbentuk, beberapa dari mereka juga mati saat menjalankan tugasnya. Mereka juga pernah melakukan proses pemakaman untuk mereka yang telah mati. Meski begitu, para guru yang telah mengajari murid-muridnya, juga membentuk sebuah ikatan yang secara tidak langsung mendekatkan mereka.Sebagai guru, orang tua kedua, dan sebagai manusia, melihat orang yang dekat dengan mereka terbaring lemas bermandikan darah, tentu membuat siapa saja sedih. Di balik kesedihan para orang dewasa, mereka juga tahu betapa tidak berdayanya mereka. Pada Shelt
Matahari telah tenggelam. Perlahan, udara dingin mulai terasa di Shelter. Setelah selesainya proses pemakaman. Hampir semua murid masuk ke dalam kelas masing-masing ditemani wali kelas mereka. Setelah berita kematian pemuda yang telah diselamatkan itu tersebar. Ketakutan, kehilangan, dan kesedihan meliputi setiap orang di Shelter. Meski tidak saling mengenal, para penghuni Shelter ini tetap merasa kehilangan.Pada langit malam yang cerah hari ini. Bintang terlihat gemerlapan, sinar bulan yang hampir mencapai fase purnama tampak menerangi langit malam. Disaat langit sedang dalam kondisi yang baik ini, seorang perempuan justru terlihat sedih. Dibawah kilauan sinar rembulan, Luna berlari ke arah gerbang utamaDengan raut wajah yang tampak mengkhawatirkan sesuatu. Luna tampak tergesa-gesa untuk keluar dari Shelter. Di balik keheningan malam hari, suara pintu gerbang utama yang terbuat dari besi, berderit ketika terbuka. Suara itu terdengar cukup keras hingga dapat memancin
Luna yang tiba-tiba berteriak histeris membuatku panik. Aku tidak tahu apa yang membuatnya berteriak. Tetapi yang jelas aku perlu menenangkannya terlebih dahulu. Secara perlahan, aku menekan bahunya, kemudian mengguncangkannya dengan harapan itu membuatnya tersadar. Sekilas, terpikir untuk menyumpal mulutnya dengan kain agar dia diam. Tapi rasanya itu terlalu kejam untuk dilakukan.Sambil memikirkan cara lain untuk membuatnya sadar. Aku mengamati kedua matanya yang melotot. Tetapi ketika aku mengedipkan mata…***Ketika Nossal membuka mata. Pandangan yang tampak berbeda dengan sebelumnya muncul dalam penglihatannya. Pandangannya mengarah pada langit-langit ruangan yang tidak dia kenal. Sebuah ruangan yang dicat dengan warna biru muda, pernak-pernik dan foto yang menempel di dinding, serta berbagai barang-barang seperti meja, kursi, lemari, dan lain-lain juga terlihat menghiasi ruangan ini“Di mana ini? Kenapa aku ada di sini?”Di
Beberapa jam telah berlalu sejak anggota keluarga Luna berangkat. Waktu sudah menunjukan pukul 10 lebih. Bibi Ani yang katanya akan segera kembali masih belum datang juga. Luna yang sedang menjalani libur panjang setelah melewati ujian nasional jenjang sekolah dasar merasa cukup bosan. Dia hanya bisa melihat acara televisi sejak selesai mencuci piring tadi, sambil sesekali chattingan dengan teman-teman sekelasnya. Sejak waktu telah menunjukan pukul setengah sepuluh, rentetan acara kartun yang disiarkan sejak pagi telah selesai, digantikan oleh acara berita. Luna yang sedang terduduk di sofa, di depan televisi merasa bosan. “Bibi Ani kok lama banget sih” keluhnya Luna yang sedikit cemberut merebahkan badannya. Dalam posisi telungkup, Luna menempelkan wajahnya ke bantal berbentuk persegi yang berwarna merah muda sambil mengayunkan kakinya maju mundur di udara. “Ya sudahlah, langsung ke rumah Vanessa sajalah” Merasa sudah terlalu bosan menunggu kedatangan Bibi Ani. Luna bangun dari s
Seorang wanita yang terlihat sudah cukup berumur terlihat sedang duduk di kursi penumpang sebuah bis. Pandangannya mengarah pada hitungan mundur pada lampu persimpangan yang masih berwarna merah. Dengan menggenggam erat plastik berisikan beberapa macam sayuran. Dia terlihat sedang mengkhawatirkan sesuatu.“Aduh bagaimana nih. Gara-gara ketinggalan bis sebelumnya, aku jadi terlambat kembali. Neng Luna sudah makan apa belum ya?”Wanita itu adalah Bibi Ani, pembantu keluarga Luna. Sudah sekitar 4 tahun dia bekerja sebagai pembantu. Kebetulan karena adanya suatu masalah, dia mengambil cuti lalu kembali ke kampung halamannya selama beberapa hari belakangan. Karena sekarang masalahnya telah selesai, dia dapat kembali ke rumah Luna. Dia tahu bahwa hari ini Luna sedang berada dirumah sendirian karena sedang libur setelah menjalani ujian nasional.Satu demi satu persimpangan dilewati oleh bis yang ditumpanginya. Hingga akhirnya dia turun tepat di mulut gang. Dengan cepat dia berlari kecil menu
Setelah menceritakan semua yang aku alami pada Pak kepala yang merupakan Ayah Luna. Beliau mengatakan bahwa kejadian itu memang benar terjadi. Itu terjadi sekitar satu setengah tahun yang lalu. Mendengar secara detail kebenaran mengenai kejadian itu membuat beliau terlihat sedih. Luna tidak pernah bersedia untuk bercerita pada siapapun bahkan pada keluarganya sendiri mengenai insiden itu. Setelah mendapatkan pesan dari tetangga tentang insiden yang dialami putri dan pembantunya di rumah. Mereka berdua meninggalkan pekerjaan mereka dan langsung pulang ke rumah. Luna yang menolak untuk memberikan kesaksian karena masih trauma, membuat kedua orang tuanya hanya mengetahui sebagian cerita dibalik insiden itu dari kesaksian tetangga.Akibat dari peristiwa itu. Luna kehilangan keceriaannya dan menjadi sering melamun. Dia juga menjadi pribadi yang cukup tertutup, serta memiliki ketakutan yang berlebih ketika berduaan dengan laki-laki. Dengan tujuan agar dapat mengawasinya lebih ketat, kedua o
“Cukup sampai disini dulu, kita lanjutkan besok”Nossal yang sedang menciptakan sebuah benda yang diinginkan mentornya merasa heran dengan ucapan mentornya itu.“Eh!? Bukannya bel makan siang belum berbunyi?” TanyanyaSambil meminum air dari sebuah botol plastik diatas meja. Pak Husein menunjuk ke arah belakang Nossal.“Tampaknya teman-temanmu ingin mengajakmu makan bersama”Melihat ke arah telunjuk mentornya menunjuk, dia melihat Leon, Ryan, dan Rudy sedang mengintip dari balik jendela. Ketika Pak Husein Menyadari keberadaan mereka. Mereka segera menundukkan kepalanya seakan untuk bersembunyi dari pandangannya.“Waktu makan siang juga sebentar lagi tiba. Kita tidak sedang ada dalam pelajaran yang memaku murid untuk terus belajar sampai waktu yang telah ditentukan. Dan juga aku perlu membawa ini ke lab untuk mengeceknya”Sambil membawa beberapa bubuk yang telah aku ciptakan ke sebuah cawan kecil, Pak Husein segera berdiri dari tempat duduknya, lalu segera pergi ke laboratorium. Ketika