Share

Amarah Besar William

"Suster! Suster, tolong temen eike cedera!" seru Haikal ketika dua paramedis mendorong brankar berisi Emmy yang tak sadarkan diri masuk ke poli IGD.

"Bawa ke bilik dua yang kosong!" perintah Suster Dewi menunjuk ke tempat yang kosong di ruangan IGD itu.

Segera saja Emmy diperiksa oleh dokter jaga poli IGD dengan cermat. Kemudian Haikal yang menemani Emmy ke rumah sakit pun dipanggil karena dokter ingin menjelaskan kondisi pasien.

"Jadi, Mas, pasien ini perlu cek MRI untuk tahu di mana saja cederanya karena masih hilang kesadaran akibat benturan keras. Saya menduga ada gegar otak ringan atau medium karena kecelakaan jatuh dari tangga itu! Bagaimana, boleh?" tutur Dokter Bima Susanto. 

"Boleh, Dok. Biar bisa diobatin sampai sembuh. Silakan saja!" sahut Haikal harap-harap cemas. Pasalnya, majikannya akan pulang hari ini juga dari New York. Celaka dua belaslah kalau sampai gadis imut kesayangan Mister William Samsons MacRay itu kenapa-kenapa.

Brankar berisi Emmy segera didorong menuju ke laborarorium MRI setelah Haikal mengisi formulir data pasien. Surat rujukan dari Dokter Bima Susanto pun diserahkan ke perawat jaga di sana. 

Sementara Emmy menjalani MRI siang itu, sesuai rencana memang pesawat yang membawa pulang William telah mendarat di Bandara Soekarno-Hatta. Dia heran karena Mang Ali yang seharusnya menjemputnya justru terlambat tiba bukannya malah menunggu kedatangannya.

"Ckk ... si Mamang apa minta dipecat, kok malah bikin gue nunggu mpe kering kayak ikan asin di bandara?!" gerutu William sambil bertolak pinggang di pintu keluar penumpang terminal penerbangan internasional.

Sekitar setengah jam menunggu akhirnya pria tua bergigi ompong separuh itu pun dengan tergopoh-gopoh muncul di hadapan tuan mudanya. "Ampun, Tuan. Apa sudah lama nunggunya?" tanya Mang Ali cengengesan.

William mencebik kesal tak menjawab seraya mengendikkan dagunya memberi kode agar Mang Ali membawakan kopernya ke bagasi. Sedangkan, dia ngeloyor naik ke mobil Mercy kesayangannya. Ketika tak sengaja melihat ada tisu bernoda darah di atas bangku belakang mobilnya tersebut, William pun bertanya galak, "Ini siapa yang jorok? Kenapa ada tisu berdarah di mobil gue, Mang?!"

"Ehh ... anu ... anu, Tuan. Tadi Neng Emmy sebelum ini cedera, jidatnya berdarah karena jatuh dari tangga lantai dua—" 

Belum selesai Mang Ali berbicara, William yang panik langsung memotong, "APA?! Terus dia di mana sekarang?" 

"Di rumah sakit, Tuan. Neng Emmy ditemenin si Momo berdua aja tadi di IGD!" jawab Mang Ali karena dia sendiri yang mengantar makanya jadi terlambat menjemput tuan mudanya yang paling anti jam karet.

"Kita susul ke rumah sakit sekarang, Mang Ali!" titah William yang segera dipatuhi sopir pribadinya.

Mang Ali memilih jalur berkebalikan arah dengan rumah majikannya yang menuju ke tempat Emmy dirawat. Dia menaikkan kecepatan mobil Mercy yang dikendarainya agar mereka bisa segera sampai di tujuan karena William yang cemas mulai merepet dengan sumpah serapahnya.

'Mampus kamu, Mo ... Mo ... tuan muda ngamuk gede kali ini!' batin Mang Ali prihatin dengan rekan kerjanya yang dititipi untuk menjaga Emmy selama William pergi ke luar negeri.

Sesampainya di rumah sakit, William segera turun dari mobilnya lalu berlarian ke meja informasi untuk menanyakan di mana Emmy dirawat. Ternyata gadis itu berada di ruang ICU karena masih tak sadarkan diri. Dokter masih melakukan observasi ketat karena memang hasil MRI menunjukkan adanya gegar otak sedang akibat benturan di sisi depan kepala yang terkena pagar tangga dan sisi kiri kepala sesuai posisi Emmy jatuh di lantai dasar tangga.

William pun menemukan ruangan ICU itu lalu meminta pakaian steril ke perawat sebelum masuk menjenguk Emmy yang sedang ditemani Haikal.

Ketika melihat kedatangan majikannya, Haikal langsung pucat pasi dan berkeringat dingin. Wajah William menunjukkan berbagai emosi jiwa yang salah satunya adalah kemarahan.

"Momo, gimana sih loe kerja jagain cewek seekor doang kagak becus!?" omel William seraya meraih telapak tangan mungil yang terkulai lemas itu ke tangan lebarnya yang hangat.

Melihat bahasa tubuh William yang begitu care dengan Emmy, kepala ART tersebut membatin, 'Iiish ... kok so sweet gitu? Jangan-jangan big boss ada rasa sama si Emmy!'

William mengabaikan tatapan kepo dari Haikal terhadap dirinya. Dia mengecup punggung tangan dan jemari Emmy. Sambil duduk di bangku samping tempat tidur pasien, William memandangi gadis imut yang membuatnya merasakan sesuatu hal aneh yang menyesakkan dada itu.

"Terus gimana ini kata dokter tentang kondisi Emmy?" tanya William mengalihkan tatapannya ke Haikal.

"Nunggu observasi 24 jam dulu, Pak William. Semoga sudah siuman jadi bisa diputuskan apa cukup dengan bedrest serta obat minum saja atau gimana gitu!" jawab Haikal sesuai penjelasan dokter saraf yang merawat Emmy tadi. 

Mendengar penjelasan Haikal, pria blasteran bercambang tipis itu pun mengangguk-angguk tanda mengerti. "Okay, kalau gitu ditunggu aja. Btw, kok bisa Emmy jatuh dari lantai 2. Dia 'kan bukan anak-anak, Mo, pasti ada penyebabnya!" ujar William curiga.

"Maaf, Sir. Tadi nggak sempat buat nyelidikin penyebabnya karena panik. Eike tuh kaget pas Bu Rita tahu-tahu ngejerit kenceng di deket tangga. Pas lihat Emmy terkapar berdarah-darah, eike langsung panggil Mang Ali buat nganter ke RS. Coba cek CCTV rumah aja, pasti bakal jelas penyebabnya," jawab Haikal dengan logis.

William mendengkus kesal. Sepertinya aneh saja bila Emmy terguling tanpa sengaja. Dia lalu berkata, "Ya sudah, Mo, gue balik ke rumah dulu. Loe jaga yang bener di sini. Kayaknya gue mesti kabarin kakek neneknya Emmy juga nih. Masa baru kerja beberapa hari udah kecelakaan di kantor sih, ckkk ... jadi nggak enak!"

"Boss, kemarin juga sepeda motor Emmy tuh ban depan belakangnya digembosin sama temen sekantornya. Mang Ali yang nganterin pulang ke rumah dan jemput ke kantor tadi pagi!" cerita Haikal.

William merasa ada yang salah dengan rekan-rekan sekantor Emmy. Sepertinya kejadian naas yang menimpa Emmy sengaja dibuat dengan alasan tertentu. Dia tak berkomentar mengenai cerita Haikal lalu berpamitan meninggalkan ruang ICU usai membelai pipi mulus gadis itu.

Pria itu mengajak Mang Ali pulang ke rumah dan lebih banyak diam merenung di sepanjang perjalanan. Sopir pribadinya pun tak berani berbicara apa pun dan hanya sesekali melirik William dari kaca spion tengah.

Setelah mereka tiba di rumah megah milik William, dia segera bergegas masuk ke ruang kantor pribadi rumahnya di lantai dua, berbeda dengan ruang kerjanya di lantai satu. Di sana ada komputer khusus yang terhubung dengan kamera CCTV seisi rumah.

William segera memutar ulang rekaman CCTV semenjak dia berangkat ke New York dimulai dari ruang kerja Emmy. Keempat karyawati yang melakukan bullying terhadap Emmy terekam semua tingkah menyebalkan mereka lengkap dengan suara mereka yang memaki-maki kasar ke gadis itu.

"Ohh Gosh, kasihan sekali Emmy. Mereka berempat sungguh keterlaluan!" ujar William lalu memutar juga rekaman CCTV parkiran kendaraan karyawan. Ternyata pelaku yang menggembosi ban sepeda motor Emmy masih sama dengan yang melakukan bullying tadi. Dan yang terakhir adalah rekaman CCTV tangga menuju lantai dua. 

"Bingo, pelakunya ketemu! Awas saja kalian berempat, akan kupastikan kalian meminta maaf ke Emmy setelah dia sembuh!" William mengertakkan rahangnya dengan kesal sambil melihat kejadian saat Emmy terguling-guling mengenaskan di anak tangga hingga terkapar di lantai bawah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status