Bella keluar dari bak mandi dan mengambil handuk. Ia mendesah lega merasakan kehangatan membungkus tubuhnya. Ia mengambil piyama, lalu mengeringkan rambutnya. Damian meminta untuk bertemu malam ini. Setelah mereka kembali dari halaman belakang karena gerimis yang turun, Damian menyuruh Bella untuk segera beristirahat. Namun ia sama sekali tidak mengantuk, jadi Damian bertanya apa ia mau datang ke lantai dua dan mengobrol? Sekarang tepat jam satu malam. Bella memakai sweater dan keluar dari kamarnya tanpa menimbulkan suara. Damian mengatakan bahwa ada pengedap suara yang diaktifkan di seluruh mansion menjelang tengah malam, jadi Bella harus berhati-hati saat keluar ke halaman. Jika ia berada dalam masalah, sangat kecil kemungkinan seseorang akan datang untuk menolongnya. Keberuntungan. Mungkin itulah yang terjadi pada Bella. Damian sedang keluar untuk memeriksa sesuatu dan mendengar suara teriakan Bella. Rasanya masih agak mengejutkan mengetahui bahwa Damian adalah teman masa kecil
Bella berdiri di lorong yang mengarah ke aula utama. Tuan Martinez, Nyonya Mirabesy, dan Damian sedang berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama. Bella datang untuk membantu, walaupun Nyonya Mochelle hanya menyuruhnya untuk mengelap piring. Ia telah mendapat hasil dari pemeriksaan kesehatan, juga dokumen sah yang dibuat untuknya. Bella terdaftar sebagai anggota keluarga Linford, yang mana ia pikir mungkin berlaku untuk semua pelayan. Damian bilang ia telah aman. Ia bukan lagi seorang budak yang terikat dengan Tuan Hugo. Bella tidak tahu apa yang terjadi pada keluarga itu setelah kebakaran, ia hanya mencemaskan nasib ketiga budak lainnya. Bella menghela napas dan bergegas menuju sayap timur ketika melihat Damian telah menyelesaikan sarapannya. Semalam, pria itu bercerita banyak hal dalam keadaan setengah mabuk. Lebih banyak mengenai kenangan masa lalu mereka. Mereka mengobrol sampai jam tiga pagi, sebelum keduanya memutuskan untuk beristirahat. Percakapannya dengan Damian terasa
"Kalau kau memang ingin bekerja, lakukan yang ringan saja. Tapi jangan pernah merendahkan dirimu." Bella terdiam. Ia menatap lembayung yang menggantung di langit, burung-burung terbang di bawah siraman sinar matahari, kembali ke sarangnya. Bella tidak ingat kapan ia pernah menikmati pemandangan di sore hari, ketika yang ia lakukan hanya mencabut rumpur liar di halaman Tuan Hugo. "Bella?" Panggil Damian, membuyarkan lamunan gadis itu. Bella masih enggan menatap pria itu saat bicara dengan suara pelan, "Aku hanya ... seorang pelayan. Dan kau adalah majikanku." Damian menghela napas untuk kesekian kalinya. "Aku tidak menganggapmu sebagai pelayan. Status tidak penting untukku. Anggap saja aku sebagai teman masa kecilmu yang dulu---tidak ada batasan di antara kita." Damian menjalin tangan mereka dan Bella mau tak mau menatap pria itu. Ekspresinya begitu serius, dia terlihat tidak ingin dibantah. Namun, ada kebimbangan dan permohonan dalam matanya, berharap Bella menyetujui keinginannya
Bella baru mengambil dua buku. Semuanya adalah buku pelajaran. Mereka telah mengelilingi perpustakaan selama 15 menit dan Bella hanya melihat-lihat. Ia menghindari bagian novel romansa, merasa agak lega karena Damian tidak menyadari alasan dari pipinya yang memerah. Bella berjalan kembali ke bagian depan perpustakaan ketika sebuah buku menarik perhatiannya. Label atas tertulis 'Sejarah'. Ia berjinjit dan mengulurkan tangan untuk meraihnya, tetapi Damian mendadak muncul di belakangnya. Posisinya begitu dekat hingga Bella bisa merasakan panas tubuhnya. Ia menahan napas tatkala Damian mencondongkan tubuhnya untuk meraih buku itu. Dagunya tidak sengaja mengenai puncak kepala Bella. Aroma cologne-nya menguar. Ketika Bella mendongak, pria itu tampak menjulang di hadapannya. Damian melangkah mundur dan menyodorkan bukunya pada Bella. Dia mengamati sampulnya sekilas. "Kau tertarik dengan buku ini?" "Sampulnya menarik," jawab Bella, ikut mengamati bukunya. Matanya menyipit ketika berusaha m
Pagi ini katanya ada tamu penting yang akan datang.Bella telah membersihkan sayap timur setelah Damian pergi dan menyusul para pelayan yang berkumpul di halaman depan. Mereka sedang menghias jalan masuk dengan bunga mawar dan daun maple.Bella hanya sempat membantu sedikit, ketika Nyonya Mochelle menyuruh mereka semua untuk kembali ke mansion. Katanya, tamunya akan segera datang.Bella berjalan ke dapur, tetapi Erina dan Verona malah mengajaknya ke bagian paling ujung sayap utama yang merupakan sebuah rooftop. Pemandangannya langsung mengarah ke halaman depan. Apa mereka berniat untuk mengintip apa yang terjadi?Gerbang terdengar dibuka, lalu raut Erina dan Verona langsung saja berubah menjadi antusias. Terlihat sebuah mobil Lincoln hitam memasuki halaman."Mereka sudah datang!" Sahut Erina dengan senyum lebar. Verona mengangguk dengan semangat. Keduanya menyatukan tangan dan terlihat akan melompat-lompat di tempat saking senangnya.Bella menatap tidak mengerti. Kemudian, Erina menco
Bella pergi ke gerbang depan sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Nyonya Mochelle. Sebuah keranjang hitam yang penuh dengan tanaman daun sendok terlihat di samping pintu masuk gerbang, lantas Bella segera mengangkatnya. Ia memeluk keranjangnya dan melirik dua penjaga bertubuh kekar yang berdiri tidak jauh dari pintu masuk. Sebuah pistol terselip di pinggang mereka.Manik Bella berpaling ke pemandangan di luar gerbang. Pohon-pohon tinggi berjejer memenuhi pandangan, daunnya lebat dan membentuk kanopi. Bella maju beberapa langkah dan memperhatikan lebih jauh. Matanya terpaku pada jalan menurun yang familier—seketika membuatnya teringat dengan jalan di rumah majikan lamanya.Kejadian malam itu menghantamnya. Terutama bayangan pria yang membiusnya dan menjualnya ke tempat pelelangan. Bella melangkah mundur secara otomatis, tidak memperhatikan jalan, sampai-sampai punggungnya menabrak sesuatu—seseorang."Nona Bella?"Suara Dhruv memasuki pendengaran Bella.Gadis itu berbalik badan dan
Bella pergi ke halaman belakang tempat di mana ia bertemu dengan Damian sebelumnya. Pria itu terlihat di aula utama, sedang berbincang dengan orang tuanya dan Nyonya Beatrix. Duduk di bangku panjang, Bella menatap awan gelap yang bergerak perlahan di langit. Sekarang baru pukul dua siang, tetapi udara begitu dingin setelah hujan deras yang mengguyur. Di waktu luang seperti ini, Bella seharusnya menyelesaikan buku-bukunya. Caranya membaca sudah mulai lancar dan ia tidak lagi terbata-bata ketika mengeja huruf demi huruf. "Nona Bella? Anda di sini lagi?" Dhruv muncul entah dari mana sambil membawa kantong plastik hitam di tangannya. Ia menempatkan diri di samping Bella. Bagian ujung kantongnya terbuka sedikit, memperlihatkan daun-daun kering yang Bella tebak adalah ganja. "Mmm ya, hanya menikmati pemandangan," jawab Bella sekenanya. Ia tidak mau mengakui bahwa ia berharap Damian datang ke sini. "Kau sendiri?" "Aku ingin pergi ke markas." Ia mengangkat kantong plastik di tangannya. "
Bella berjalan dengan semangat menuju istal setelah memetik banyak semanggi. Ia terlalu antusias dan berjalan tergesa-gesa sampai tidak melihat kubangan kecil di depannya. Kaki Bella tergelincir dan wajahnya akan mencium tanah jika Damian tidak segera menangkap lengannya.Pria itu membantunya untuk berdiri tegak. "Hati-hati.""Terima kasih," ucap Bella, agak malu.Damian tersenyum menatapnya, kemudian memutuskan untuk berjalan di depan. Bella mengikutinya, kali ini memperhatikan jalan. Namun, sepertinya kesialan tidak menginginkannya lolos begitu saja. Bella tidak tahu apa yang ia injak dibalik rumput, begitu licin hingga ia terpeleset. Refleksnya terlalu lambat dan kali ini tidak ada yang menangkapnya. Tubuhnya terjerembap ke belakang, bokongnya yang paling dulu menghantam tanah.Damian langsung menoleh mendengar pekikan Bella. Ia terdiam menatap si gadis, kemudian tidak bisa menahan tawanya ketika menyadari apa yang terjadi. Ia mengulurkan tangan dan Bella menerimanya dengan wajah