"Kak!!" sapa Kanaya, saat melihat pemuda berkuncir rapi, dengan jas almamater nya itu, duduk di atas motor besarnya, sambil memainkan ponsel. "Eh, Nay..! " Bimo tersenyum lebar, saat melihat gadis pujaan nya, sudah berdiri di hadapannya. "Ini Kak, tolong Kakak kasihkan Ibuku ya." ucap Kanaya, menyodorkan sebuah amplop berwarna putih besar, kepada pemuda itu."Baiklah." Bimo mengambil amplop itu, dan menyimpannya ke dalam tas punggung hitam, miliknya. "Oh ya Nay. Apakah kamu punya ponsel?" tanya Bimo, dengan hati-hati. Kanaya tertawa, mendengar pertanyaan pemuda itu."Siapa yang akan aku hubungi, dengan ponsel itu Kak?" tanya nya, tersenyum getir."Tentu saja aku, calon Imam mu." jawab Bimo, menggoda Kanaya. "Ishh... mau apa hubungin Kakak coba?" tanya Kanaya, mencebik kan bibirnya."Ya, kalau kamu sedang rindu kepadaku lah Nay.. " goda Bimo lagi, tersenyum lebar. "Apaan sih Kak Bimo. Udah ah, aku balik dulu Kak, mau jualan setelah ini." pamitnya, segera membalikkan tubuh."Hei,
"Mbak? Mbak yu sakit apa?" tanya Pak Hasan, kepada Kakaknya itu."Cuma demam biasa Le, mungkin karena kehujanan." jawab bu Tuti, segera bangun, dari tidurnya."Sudah, istirahat saja Mbak yu." tahan, Pak Hasan."Ada apa, kamu kemari?" tanya bu Tuti, menatap wajah adik lelakinya itu."Sebenarnya, ada mahasiswa KKN, yang nyariin sampean. Katanya kepengen makan pecel buatan Mbak." jelas, pak Hasan."Mulai kemarin, aku ndak jualan. Gak kuat yang mau masak." ucap bu Tuti, terlihat sangat pucat."La memangnya sudah periksa?" tanya Pak Hasan. "Belum, biar saja sudah, aku sudah minum obat warung kok, besok juga sembuh." jawab bu Tuti. "Ya sudah, kalau ada apa-apa, kabarin aku Mbak. Aku tak kasih tahu Mas Bimo dulu, kalau pecelnya ndak ada." pamit Pak Hasan. "Pecel nya ndak ada Mas. Mbak Yu saya, sedang sakit, jadinya gak jualan." ucap pak Hasan. "Ooh, begitu ya. Sebenarnya saya bukan mau beli pecel, saya ada urusan sebentar sama beliau." ucap Bimo."Boleh saya bertemu dengan beliau??" tany
"Mbak Kanaya, Ibu sekarang masuk rumah sakit." Kanaya yang siang itu sedang mangkal, di tempat ia biasa jualan, begitu terkejut membaca pesan itu.Dengan segera, gadis berwajah imut, dan cantik itu, memencet tombol memanggil dengan video, pada ponselnya.Berkali kali dia memencet tombol itu, untuk menelepon adiknya, tapi tak juga diangkat oleh Bayu, yang tadi mengiriminya pesan."Kenapa tidak dijawab Bayu? kalian sekarang ada dimana?" tulis Kanaya panik, dan segera mengirimnya. "Jangan telpon Mbak, aku sekarang lagi di UGD, bersama dokter, yang menangani Ibu." Kanaya segera mendapatkan balasan."Puskesmas mana, biar Mbak bisa kesana.!" tulis Kanaya, panik. "Puskesmas desa sebelah Mbak, Mbak cepatlah kemari, aku tunggu di dekat pintu masuk, nanti." tulis balasan itu, kepada Kanaya. Kanaya tampak begitu khawatir.."Sakit apa Ibu, ya Allah.. " gumam nya, segera membereskan dagangannya, yang tinggal sedikit lagi."Nay..! kok sudah di bereskan?" tiba-tiba Bimo datang, menghampirinya.
"Antar kan aku ke sana sekarang Kak!" pinta Kanaya, kembali menangis."Jangan sekarang Nay, aku yakin, Ayahmu sekarang pasti akan kembali ke rumah itu, dan mencari mu." ucap Bimo."Lalu kapan Kak?" "Tunggu dulu, biar aku telepon Pak Hasan, aku akan minta beliau untuk melihat situasi di sana dulu." jawab Bimo, mengambil ponselnya."Aku akan meminta Pak Hasan, untuk menyuruh Ibu, supaya berkemas, supaya nanti kita bisa langsung pergi." ucap Bimo lagi, lalu menelepon Paman dari Kanaya.---Tak beberapa lama, Pak Hasan menelepon nya, setelah tadi menerima perintah darinya."Hallo Mas, Bapaknya Kanaya sekarang sedang mengamuk di rumah, tapi saya sudah panggil warga, buat usir dia." lapor Pak Hasan, dari seberang telepon. "Baik Pak Hasan, terimakasih informasinya. Tolong Bapak bantu Ibu, buat berkemas. Begitu situasi aman, saya segera ke sana untuk menjemput Ibu." ucap Bimo."Baik Mas." jawab Pak Hasan, kemudian menutup panggilan nya."Bapak kamu, masih ada di rumah kontrakan ibumu Nay.
Dua tahun berlalu, semenjak kepergian Bimo melanjutkan studi nya ke negara lain.Kanaya tetap pada profesinya, sebagai seorang penjual pecel bersama ibu, dan juga adiknya.Namun bedanya kali ini, dia sekarang sudah memiliki tempat, sebuah rumah makan yang lumayan besar, untuk menjual nasi pecel nya, sehingga tidak perlu berkeliling lagi.Rumah makan pecel nya, hampir setiap hari, selalu ramai. Baik orang yang makan di tempat, ataupun yang order via online.Karena ramainya rumah makan miliknya, Ibu Kanaya juga menambahkan beberapa menu yang lain, yang ia kuasai. Seperti ayam bakar, ayam ungkep, aneka ikan air tawar, dan lain sebagainya.Kini Kanaya bahkan sudah memiliki 6 orang karyawan, yang membantunya."Alhamdulillah ya Nak, usaha kamu sekarang sudah semakin maju." ujar bu Tuti, kepada putrinya."Kamu tidak mau kuliah Nak? sekarang kamu sudah sangat mampu untuk itu." ujar sang ibu lagi, yang masih tetap menginginkan putrinya, agar bisa berkuliah.Kanaya merenungi permintaan ibunya
"Kamu mau kan, jadi menantu Ibu Nduk?" tanya wanita paruh baya itu, kepada Kanaya, yang tengah datang berkunjung, setelah berulang kali, Aryan mengajaknya."Maksud Ibu??" Kanaya begitu terkejut sekaligus tak menyangka, dengan pernyataan bu Yus, barusan."Menikahlah dengan Aryan, anak Ibu." ucap bu Yus lagi, memperjelas ungkapan keinginannya.Kanaya terdiam, dan tak menyahuti, permintaan wanita paruh baya itu. "Kenapa diam Nay?" tanya bu Yus lagi.Aryan, tiba-tiba muncul di depan pintu, membawakan ibunya itu, bubur pesanannya."Aryan, kamu mau kan, menikah dengan Kanaya?" todong ibunya, tiba-tiba. Seketika Aryan menatap ke arah Kanaya, yang tampak kebingungan."Ibu ini apaan sih, Kanaya juga baru saja memulai kuliahnya." jawab pemuda itu, tersenyum jengah, dengan permintaan ibunya."Tapi sebelum ibu tiada, ibu ingin melihat kamu segera menikah Nak." jawab bu Yus, tetap pada pendiriannya."Kalau hanya soal kuliah, bukankah sah sah saja, kuliah sambil menikah??" ujar bu Yus, terdengar
Kanaya tampak tak dapat membendung air matanya, yang tiba-tiba sudah merebak begitu saja, sehingga mengalirkan bulir-bulir bening, di kedua pipinya yang putih dan halus itu.Bimo yang kini sudah duduk di depan, tampak tersenyum ke arah para hadirin, sembari menangkupkan kedua tangannya di dada.Perempuan muda yang ada di sebelahnya juga sama, dia tampak tersenyum sumringah, menatap ke arah hadirin. Tanpa sengaja, kini pandangan dokter muda berkuncir itu, bersiborok dengan Kanaya, yang menatap sendu ke arahnya.Namun entah mengapa, Bimo seakan tak lagi mengenali wajah gadis pujaannya itu, yang telah memberikannya semangat, sehingga menuruti keinginan kedua orang tuanya, untuk menjadikannya seorang dokter, seperti sekarang.Hati Kanaya semakin sakit, saat pemuda yang dulu selalu menggodanya dengan canda tawanya itu, seakan tak mengenalinya lagi.Tak tahan, berlama-lama di tempat itu, Kanaya pun menyuruh Eko, untuk menunggu di situ dan meminta bayaran nasi pecel nya, sedangkan dirinya s
Setelah mendengar percakapan kedua orangtuanya tadi, malam itu Bimo jadi tidak dapat memejamkan matanya. Ia masih belum berani memaksakan diri, untuk mengingat lebih jauh, tentang masa lalunya. Karena setiap kali ia berusaha mengingat-ingat, kepalanya selalu merasakan sakit, yang sangat hebat.'Benarkah, sebelum ini aku punya hubungan dengan gadis lain, selain Niken?' bisiknya, kemudian memeriksa ponselnya, untuk mencari tahu lewat gawai nya itu.Tapi nihil, karena memang ponsel nya sudah di ganti dengan yang baru oleh Mamanya, karena ponsel nya yang dulu, sudah rusak dan tak dapat di gunakan lagi, karena hancur, saat kecelakaan itu menimpanya.Tak putus harapan, lelaki dengan rambut kuncirnya itu, membongkar isi laci meja belajarnya dulu.Tapi ternyata, sudah tidak ada apa-apa disitu, karena Mamanya, telah sengaja membuang semua kenangan tentang Kanaya, secara diam-diam. Ia benar-benar tidak dapat mengingat apapun, tentang masa lalunya. Merasa kesal dan marah dengan keadaannya se