Shasa menatap Dara dengan lekat. Gadis itu begitu sabar menunggu Dara melanjutkan kalimatnya. Sepertinya tidak mudah bagi Dara untuk menceritakan masalahnya karena gadis itu terlihat sangat gugup sekarang.
"Aku pernah menjalin hubungan dengan suami wanita lain."
"Hah?" Shasa terperangah dengan mulut yang menganga lebar. Butuh waktu sekitar lima detik bagi gadis itu untuk memahami ucapan Dara.
Apa benar sahabatnya itu pernah menjalin hubungan dengan pria yang sudah memiliki istri?
"Aku sadar apa yang aku lakukan ini salah dan membuatmu kecewa. Tapi tolong jangan marah padaku. Aku akan menjelaskan semuanya padamu." Dara menatap Shasa dengan pandangan memohon.
Shasa mendesah panjang. Sedikit pun dia tidak pernah menyangka Dara pernah menjalin hubungan dengan suami orang.
Di mana hati nurani sahabatnya itu?
Apa Dara tidak pernah memikirkan bagaimana perasaan istri lelaki itu?
Shasa tidak bisa membayangkan betapa hancurnya hati istr
Keynan menggosok rambutnya yang sedikit basah saat keluar dari kamar mandi lantas meraih ponselnya yang tergeletak di atas tempat tidur karena ingin mengirim pesan pada Dara. Namun, ponselnya ternyata mati karena dia lupa belum mengisi daya sejak tadi malam.Keynan pun mengisi daya ponselnya lantas memakai baju. Setelah itu dia menuju meja belajarnya yang terletak di sudut kamar karena ingin mengerjakan tugas kuliah.Namun, baru beberapa menit mengerjakan pintu kamarnya tiba-tiba diketuk Bik Minah dari luar. Wanita paruh baya yang sudah menjadi asisten rumah tangga sejak dia masih kecil itu mengatakan kalau ayah dan ibunya sudah menunggu di meja makan untuk makan malam bersama dengan Yuda dan Melisha."Tolong bilang ke ibu dan ayah kalau Keynan masih mengerjakan tugas, Bik," ucap Keynan tanpa mengalihkan pandang dari laptopnya yang ada di hadapan karena tugas kuliahnya harus dikumpulkan malam ini.
"Sepertinya aku salah memakai sepatu." Dara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal untuk menyembunyikan kegugupannya. "Tunggu sebentar, ya? Aku mau ganti sepatu dulu." Dara cepat-cepat kembali ke kamar untuk ganti sepatu. Keynan geleng-geleng kepala sambil tersenyum geli melihat tingkah gadis itu. Sepertinya Dara memang ingin cepat-cepat bertemu dengannya hingga salah memakai sepatu. Gadis itu ... sangat ceroboh tapi entah kenapa malah terlihat menggemaskan di matanya. "Dara ... Dara ...," gumamnya sambil menundukkan diri di sofa menunggu Dara selesai ganti sepatu. Tiba-tiba saja ponselnya yang berada di dalam saku celana bergetar. Kening Keynan berkerut dalam karena ada sebuah pesan masuk dari nomor tidak dikenal. Pesan tersebut berisi ucapan selamat pagi dan kata-kata motivasi agar dia semangat menjalani kuliah hari ini. Keynan tidak tahu orang konyol mana yang mengirim pesan
"Selamat pagi, Keynan," sapa Melisha dengan senyum lebar."Melisha apaan, sih?!" Keynan berdecak kesal lantas melepas tangan Melisha yang melingkari pinggangnya dengan sedikit kasar.Melisha mengerucutkan bibir kesal. "Kenapa kamu tidak membalas pesanku? Aku kan, ingin berangkat ke kampus sama kamu."Keynan menghela napas panjang karena Melisha mendadak sok akrab dengan dirinya setelah tahu kalau sang ayah berteman dengan ayah gadis itu."Aku sibuk," jawab Keynan. Padahal dia tidak minat membalas pesan gadis itu. Lagi pula pesan Melisha tidak penting dan dia malas untuk sekadar berbasi-basi.Kecuali dengan Dara. Dia akan melakukan apa pun untuk menarik perhatian gadis itu, termasuk menjatuhkan harga dirinya.Melisha berdecak kesal karena Keynan masih saja bersikap dingin pada dirinya. Padahal dia sudah berusaha keras bersikap baik di depan cowok itu.Menyebalkan!Namun, sikap dingin Keynan malah membuat Melisha merasa semakin t
"Kalau bicara jangan suka asal!""Aduh!" Brian meringis karena Shasa memukul kepalanya lumayan keras."Aku serius! Kalau kamu tidak percaya tanya saja sendiri sama, Keynan," ucapnya sambil mengusap kepalanya yang berdenyut karena dipukul Shasa.Sementara itu wajah Dara berubah pias. Gadis itu terenyak di tempat duduknya karena terkejut mendengar ucapan Brian barusan. Keynan tidak mungkin dijodohkan dengan Melisha.Ya, itu tidak mungkin karena Keynan tidak memiliki perasaan pada gadis angkuh itu.Shasa mengeluarkan ponselnya dari tas karena ingin menelepon Keynan untuk memastikan apakah teman barunya itu benar-benar akan dijodohkan dengan Melisha.Namun, Keynan tidak menjawab teleponnya padahal dia sangat ingin tahu kebenarannya."Keynan tidak mungkin mau dijodohkan dengan Melisha. Iya kan, Ra?" Shasa menatap Dara seolah-olah
Jantung Keynan berdetak semakin cepat, seolah-olah ingin meledak karena Dara tiba-tiba mengecup bibirnya. Sedetik kemudian dia tersenyum. Sangat tipis dan nyaris tidak terlihat. Binar bahagia terpancar jelas dari kedua sorot matanya karena Dara akhirnya membalas perasaannya."Ugh ...." Dara tersentak karena Keynan tiba-tiba menarik pinggangnya lantas menyatukan kembali bibir mereka. Begitu lembut dan penuh perasaan. Dara seolah-olah bisa merasakan kalau Keynan benar-benar tulus mencintainya lewat ciuman mereka.Keynan menangkup pipi Dara dan semakin memperdalam ciuman mereka. Dia melumat bibir bagian atas dan bawah gadis itu bergantian. Rasanya seperti ada jutaan kupu-kupu yang sedang mengepakkan sayap di dalam perut Dara. Rasanya sungguh gila dan mendebarkan.Gadis itu refleks mengalungkan kedua lengannya ke leher Keynan karena kakinya mendadak lemas seperti jelly."Erngh ...." Keynan melepas pagutan bibirnya saat mendengar erangan halus yang keluar dari
"Kamu mau pergi ke mana, Key?" tanya Hana ketika melihat putra semata wayangnya itu berjalan menuruni tangga. Aroma lemon bercampur dengan citrus yang menguar dari tubuh Keynan seketika menyeruak di indra penciuman Hana. Sangat menyegarkan. Malam ini Keynan terlihat tampan memakai kaus hitam polos yang dilapisi jaket denim dan celana jeans berwarna senada. Apa Keynan ingin pergi malam mingguan? "Keynan mau keluar sebentar, Bu." "Sama siapa?" Hana kembali bertanya. "Teman." "Teman apa teman?" Hana menatap Keynan dengan pandangan penuh selidik karena Keynan selalu pergi keluar saat malam minggu. Instingnya sebagai sorang ibu mengatakan kalau Keynan sudah memiliki kekasih. Apakah ini alasan yang membuat Keynan menolak dijodohkan dengan Melisha? "Teman ...," jawab Keynan sambil memberi tambahan kata 'spesial' di dalam hatinya. Ponsel Keynan yang berada di dalam saku celana tiba-tiba bergetar karena ada pesan masuk. Keynan tanpa sadar tersenyum ket
Wajah Tama mengeras, rahangnya pun mengatup rapat. Amarah tegambar jelas di wajahnya karena harga dirinya sebagai seorang pria seolah-olah diinjak setelah mendengar ucapan Dara barusan.Bagaimana mungkin Dara menganggapnya sudah tiada setelah dia memberi uang, apartemen mewah, dan barang-barang mahal untuk gadis itu.Apa Dara tidak pernah menghargai semua pemberiannya dan pengorbanan yang sudah dia lalukan demi membahagiakan gadis itu?Dia bahkan tega meninggalkan Hana yang sedang terbaring koma di rumah sakit demi menemani gadis itu pergi ke taman bermain.Tama berjalan cepat menghampiri Dara lalu mencekal pergelangan gadis itu dengan kuat hingga membuat Dara meringis kesakitan."Apa yang Anda lakukan, Tuan?" Dara berusaha melepaskan pergelangan tangannya dari cengkraman Tama.Bukannya melepas, Tama malah mencengkeram pergelangan Dara semakin erat. Dia tidak peduli Dara yang meringis kesakitan dan memohon-mohoh agar dia melepaskan cengkrama
Keynan tetap bertahan di posisinya. Selama tiga puluh menit yang dia lakukan hanya diam sambil mengusap punggung Dara yang gemetar hebat di dalam dekapannya. Suara tangis gadis itu terdengar sangat memilukan dan menyayat hatinya.Sebagai seorang kekasih, Keynan seolah-olah bisa merasakan apa yang saat ini sedang Dara rasakan.Jika Dara sedang sedih, maka dia akan merasa jauh lebih sedih dari gadis itu.Jika Dara bahagia, maka dia akan merasa jauh lebih bahagia dari pada gadis itu.Jika Dara terluka, rasanya Keynan ingin sekali menggantikan posisi gadis itu agar tidak merasa sakit.Keynan terus mengusap punggung Dara dengan lembut sambil sesekali mengecup puncak kepala gadis itu. Semoga Cara itu bisa membuat perasaan Dara kembali tenang.Dara melepaskan diri dari dekapan Keynan karena perasaannya sekarang jauh lebih tenang. Lagi pula percuma saja dia terus berlarut-larut dalam kesedihan karena memikirkan ucapan Tama. Lebih baik dia mera