“Tolong apa, Cit?”
“Aku mau bales selingkuh Mas Bayu,” jawabku.
“Dengan aku?”
“Iya, Nu. Aku mau kita pura-pura selingkuh,” sahutku.
Danu menggelengkan kepalanya. “Aku nggak mau, Cit.”
“Nu, tolongin aku.”
“Cit, emangnya nggak ada cara lain untuk menyelesaikan masalah?” tanyanya.
“Nu, aku udah nemuin caranya untuk menyelesaikan masalah kami. Tapi, aku nggak akan mau tinggal diam diselingkuhin seperti ini.”
Danu sepertinya tidak mengerti arah pikiranku. Dia mendecih pelan. “Membalas selingkuh bukan berarti kamu jadi menang, Cit!”
“Aku nggak mau menang, Nu. Aku hanya mau dia sadar sama perlakuannya.”
“Sadar? Apa nggak ada cara lain untuk nyadarin dia?” jawab Danu.
“Dia sudah sadar, sepenuhnya sadar. Tapi, dia nggak sadar kalau aku tahu tentang kebohongannya. Aku mau dia ngera
Pernahkah kalian berpikir untuk menyerah? Pernahkah kalian berpikir untuk melepaskan apa yang dimiliki untuk orang lain?Pertanyaan berikurnya, apakah itu diizinkan? Apakah perbuatan itu termasuk tindakan orang yang lemah? Karena, aku bimbang untuk menyerah atau memperjuangkannya.Di satu sisi, aku begitu menginginkan Mas Bayu yang terus berada di sisi untuk menemaniku. Namun, di sisi lain, ada beberapa alasan yang seharusnya sudah lebih dari cukup untuk dijadikan alasan mengapa kami harus pisah.Aku harus bersyukur karena Danu datang tepat waktu kemarin.Ketika seorang dari pria bejat itu lengah, aku langsung menendang kemaluannya sampai dia tersungkur. Setelah itu, Danu datang dan membantu. Akhirnya, kami lari tunggang-langgang menjauh dari toilet.Itu adalah pengalaman yang paling buruk selama hidupku. Pelecehan yang dilakukan olehdua orang pria sekaligus. Tangisku tidak henti-hentinya usai di dalam mobil. Bahkan, ketika kami s
Dengan keberanian yang sudah terkumpul sejak tadi, aku berjalan mendekat ke arah Mas Bayu. Sesuai dengan rencana, aku dan Danu harus memberi jarak beberapa meter dan memunggungi Mas Bayu tentunya.“Cit, kita harus bersikap seperti biasa aja!” kata Danu.Aku berjalan mengambil dua gelas yang sudah diisi oleh minuman. “Kita harus bersikap seperti biasa bukan?” kataku sambil memberikan gelas pada Danu.“Cit, dia masih belum sadar keberadaan kita,” kata Danu.Aku menoleh ke belakang. Mas Bayu, dia begitu gagah dengan tuxedo hitam yang dia pakai. Poni rambutnya yang mengembang begitu menggambarkan jelas Mas Bayu yang tampan. Apa aku bisa berpindah hati darimu, Mas?Dia sedang berbicara dengan beberapa rekannya yang membawa istri. Mengapa kamu tidak mengajak Luna, Mas? Kasihan sekali Mas Bayu, dia kesepian di sana.“Citra!” panggil Danu sedikit berbisik di telinga. Aku sampai terkejut mendengarnya. &
Tidak ada obrolan di dalam mobil. Mas Bayu mengendarai mobil sudah seperti orang yang kesetanan. Lajunya cepat sekali, aku ketakutan. Namun, sebisa mungkin aku tahan agar tidak terlihat ketakutan.Sesampainya di rumah, Mas Bayu menarik lenganku ke dalam rumah. Pegangannya erat sekali, lenganku sampai sakit dibuatnya. Dia tidak menghiraukan ringisan tanganku.Dia mebantingku ke atas kasur. Lalu dia menatapku dengan penuh kemarahan. “Badan kamu udah kotor! Harus dibersihkan!”Mas Bayu mulai mencium bibirku dengan ganas. Tidak! Ini tidak seperti permainan kami seperti biasanya. Mas Bayu bermain dengan kasar. Dia meremas dadaku dengan tenaganya.“Mas! Jangan begini!”Tanpa banyak bicara, dia mulai melepas seluruh pakaian kami. Setelah itu, dia memasukkan miliknya dengan sekali hentakan. Sontak saja aku berteriak, ini tidak mirip seperti bercinta.“Lubang ini harus aku sucikan dengan milikku! Jangan pernah melawanku,
Malam itu sukses membuat hubungan kami renggang. Seperti sekarang, aku menyumpal telinga dengan earphone agar tidak mendengar ucapan Mas Bayu. Apa pun yang dia katakan, tidak ada yang terdengar. Paling-paling dia hanya berbicara kalau ingin meminta maaf. Apa itu penting sekarang? Aku sudah memaafkannya. Namun, tidak akan pernah terbesit olehku kalau akan mempertahankan pernikahan kami, semenjak malam itu. Dia menyenggol lenganku. Tidak aku indahkan. Mataku terus fokus dengan lukisan yang sedang kukerjakan. Setelah itu, dia berdiri dan mengambil lukisan dari tanganku. Dia menatapku penuh harap. Oleh karena itu, aku terpaksa melepas earphone. “Jangan diemin aku, Dek.” Aku berusaha mengambil lukisan itu, tetapi dia menariknya agar tidak tercapai olehku. “Maunya apa, sih?” “Jangan diemin aku! Jawab omonganku, seperti biasa aja.” Itu tidak akan pernah terjadi, karena aku sudah muak dengan tingkah lakunya. Aku menga
Rencana bermain dengan Rio hari ini batal.Ketika Mas Bayu meninggalkanku sendirian di rumah, aku langsung teringat kondisi Danu yang semalam habis dipukuli oleh Mas Bayu. Langsung saja aku hubungi dia saat itu.Untung saja lukanya tidak terlalu parah, aku jadi merasa lebih baik mendengarnya. Walaupun begitu, aku tetap ingin mengunjunginya. Bagaimanapun juga, dia telah berjasa membantuku semalam. Kalau dia tidak mau membantu, mungkin semalam Mas Bayu tidak akan mendengar semua ucapanku.Akhirnya, sekarang kami sudah bertemu di apartemen Danu. Tentu saja dia tidak tinggal sendiri, Danu masih belum memiliki seorang pacar. Terakhir kali Danu bilang kalau dia cinta padaku itu kelas XI SMA. Seharusnya sudah lebih dari delapan tahun cintanya padaku. Namun, tidak terbalas juga olehku.“Omongan kamu yang semalam itu bener, Nu?” tanyaku di sela-sela obrolan kami. Danu langsung tertawa sambil menahan sakit di rahangnya.“Omongan yang mana,
Setelah menyudahi percakapan dengan Danu, aku langsung bergegas menuju restoran yang sudah kami sepakati. Kalau terlalu lama, nanti Kiki bisa marah-marah. Pasti dia akan mengoceh panjang kali lebar, mengucapkan kalau aku super lambat. Sejak di dalam mobil, sudah ada beberapa panggilan tidak terjawab dari Mas Bayu. Apa dia sudah pulang? Entahlah, aku malas menerima panggilannya. Pasti obrolannya tidak jauh dari, kamu di mana? Aku sudah sampai di rumah. Padahal sudah aku katakan untuk tidak pulang ke rumah. Sepertinya dia memang ingin mencari muka saja. Ada satu pesan terbaru, dari Mas Bayu. Segera aku buka isinya, penasaran juga dengan isi pesan darinya. My Hubby: Dek, kamu di mana? Mas udah sampai di rumah. Sudah aku duga, dia sampai di rumah lebih awal. Semuanya terlalu kentara di mataku, dan membuatku ingin tertawa terbahak-bahak di depannya. Sebelumnya, dia tidak pernah pulang awal selama l
“Sekarang lo mau tidur di rumah Rio?” tanya Kiki.“Iya, Ki. Gue mau tidur di sana aja, hitung-hitung nenangin pikiran gue yang lagi kacau,” jawabku.“Ya, udah. Mending lo kabarin Rio dari sekarang, takutnya dia pergi malam ini,” kata Kiki.Benar juga, aku harus mengabarinya. “Nanti aja sekalian di mobil, Ki. Kita pulang sekarang aja, yuk!”Kiki mengangguk. “Gue juga mau istirahat cepet-cepet malam ini. Pokoknya kalau malam ini lo kenapa-kenapa, certia sama gue, Cit!”“Iya, Ibu Kiki.”Kami tertawa sambil berjalan menuju mobil masing-masing. “Hati-hati, Cit!”Sesampainya di dalam mobil, aku langsung menekan nomor Rio untuk dihubungi. Lama panggilan itu tidak diangkat, sepertinya dia sedang tidak memegang ponsel. Aku akan jalan ke sana terlebih dahulu, nanti di tengah jalan akan menghubunginya lagi.Sebelum menjalankan mobil, pesan dari Mas Bayu be
“Dek, pulang, dong! Tidur di rumah aja sama Mas.”Telepon sudah aku abaikan, sudah aku letakkan di atas meja. Hanya kami dengarkan, tidak aku balas ucapannya. Namun, lama-lama Rio mulai geram. Akhirnya, aku memutuskan untuk menjawabnya.“Aku mau tidur di sini malam ini.”Setelah itu, aku tutup teleponnya. “Berisik banget!”Rio hanya tertawa menanggapinya. Kalau boleh jujur, aku ingin sekali menolak teleponnya tadi. Namun, Rio terus meminta untuk dijawab. Kalau tidak dijawab, mungkin tidak akan hilang mood-ku.Ketika menonton film, aku mulai tidak tenang. Seolah ada yang mengatakan kalau nanti Mas Bayu akan datang ke sini dan menjemputku. Hal itu karena aku memutuskan panggilan tiba-tiba.Bagaimanapun juga, itu hanyalah pikiranku saja. Mudah-mudahan nanti dia tidak datang ke sini. Mudah-mudahan ketika aku pulang besok, Mas Bayu sudah pergi dari rumah.“Pria yang ketemu saa lu waktu di