Beranda / Romansa / Gairah Cinta Om Duda / 5.Saling Terpesona

Share

5.Saling Terpesona

last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-19 10:54:27

Begitu Sarah dan Kenzo berjalan ke depan rumah, Aluna bergegas jalan melewati dapur. Ia hampir menabrak Lastri yang sedang menata piring.

“Ibu ngagetin aja,” sergah Aluna setengah kesal.

Lastri menatapnya heran. “Non mau ke mana? Baru juga pulang.”

“Aku keluar sebentar ya, Bu. Kalau Papa gak di rumah, sikap Tante Sarah makin nyebelin,” keluhnya.

Lastri menghela napas berat. Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk membuat Aluna merasa tenang tinggal di rumah itu. “Ibu tahu, Non. Tapi hati-hati, ya. Jangan pulang terlalu larut, takutnya … nanti Tuan keburu pulang.”

“Aku cuma sebentar, kok.”

“Pergi sama siapa memangnya, Non?” tanya Lastri kemudian, menghentikan langkah gadis itu lagi.

Aluna tersenyum, lalu mendekat dan berbisik pelan di telinga Lastri, “Om tampan, Bu.”

Wajah Lastri langsung berubah merah, sementara Aluna terkekeh kecil dan pergi begitu saja. Di halaman depan, Sarah masih berbicara dengan Kenzo, berusaha menarik perhatian dengan suaranya yang manja. Namun begitu mobil pria itu melaju keluar, Sarah segera kembali ke dalam rumah. Ia tak sadar, beberapa meter dari gerbang, Aluna sudah menunggu di bawah pohon besar.

Mobil berhenti pelan. Kenzo menurunkan kaca jendela. Tatapannya dingin tapi dalam. “Masuk,” ujarnya singkat.

Aluna masuk tanpa banyak bicara. Di dalam mobil, suasana hening beberapa saat. Hanya suara hujan yang mulai turun pelan-pelan di atap mobil.

“Kenapa nangis tadi?” tanya Kenzo akhirnya.

Aluna menatap keluar jendela. “Aku gak nangis.”

Kenzo meliriknya sekilas. “Jangan pikir aku tak lihat apa yang Sarah lakukan padamu. Kau tak mau membalas?”

Aluna menoleh cepat. “Papa gak pernah percaya sama aku. Percuma mau jelasin gimanapun.”

“Sarah akan semakin keterlaluan kalau kamu diam saja, Aluna.” Kenzo tampak serius, padahal Aluna sudah berusaha mengabaikan obrolan itu.

“Om,” panggil Aluna pelan. “Mau bawa aku ke mana? Istri Om di rumah gak marah Om jalan sama aku?”

Kenzo menoleh sambil tertawa kecil. “Aku tak punya istri, Aluna.” Sontak kedua mata gadis itu melotot tajam tak percaya.

Aluna menunjuk wajah Kenzo penuh keraguan. “Jangan coba-coba bohongin aku ya, Om!” katanya dengan nada menantang, tapi sorot matanya justru tampak gugup.

Kenzo tertawa pelan, tawa rendah yang entah kenapa justru membuat dada Aluna bergetar. Ia menghentikan mobilnya di bahu jalan, tangannya terulur ke sabuk pengaman, melepaskannya dengan tenang sebelum menoleh. Ia mendekat perlahan, cukup dekat hingga napas hangatnya terasa di pipi Aluna. Gadis itu spontan menelan ludah, tubuhnya menegang.

“Mau bukti apa dariku?” tanya Kenzo dengan nada rendah, matanya tak beralih dari wajah Aluna. “Aku bisa antar jemput kau setiap hari, kalau itu bisa meyakinkanmu bahwa tak akan ada yang marah kalau aku berduaan denganmu.”

Aluna membeku. Suara berat pria itu terdengar seperti bisikan beracun yang manis. “Masa iya setampan ini gak ada yang punya?” batinnya bertanya-tanya. Ia ingin bersikap tenang, tapi otaknya berhenti bekerja saat melihat Kenzo semakin mendekat. Ia bisa mencium aroma parfum maskulin yang samar bercampur dengan udara dingin dari AC mobil.

“Mundur, Om!” suaranya rendah, tapi terdengar bergetar.

“Kenapa?” Kenzo mengangkat dagu gadis itu dengan satu jari, gerakannya pelan tapi tegas. “Kau takut jatuh cinta padaku?”

Aluna terkejut, pupil matanya membesar. Ia tak menyangka pria itu akan berani berkata seperti itu, terlalu blak-blakan, terlalu yakin. Biasanya ia yang bar-bar, tapi kali ini justru Kenzo yang membuatnya kehabisan napas.

“Mundur atau aku akan …”

Ucapan Aluna terputus. Ia terlalu lama menatap bibir Kenzo yang begitu dekat, terlalu lama menahan diri. Tanpa berpikir panjang, ia maju dan mengecup bibir pria itu cepat-cepat, bukan ciuman panjang, tapi cukup untuk membuat jantungnya meledak.

Kenzo terkejut sepersekian detik, lalu tertawa kecil sambil mundur. Tatapan matanya berubah menjadi dingin tapi berbahaya, seperti pria yang tahu betul efek dirinya pada wanita di depannya.

Aluna langsung membuka matanya lebar-lebar, pipinya memanas. Ia menunduk, duduk tegak dengan wajah memerah sampai ke telinga.

“Aku … aku cuma .…”

“Jangan coba-coba memulai, Aluna.” Kenzo memotong kalimatnya sambil menghela nafas panjang. “Aku takut kau ketagihan denganku.”

Nada datarnya menusuk, tapi entah kenapa justru membuat Aluna semakin panas. Ia menggigit bibir, menatap ke luar jendela agar tidak memperlihatkan wajah memalukan yang nyaris terbakar malu.

Mobil kembali melaju. Tak ada percakapan selama beberapa menit, hanya suara mesin dan degup jantung Aluna yang berusaha ia tenangkan. Padahal ia sudah bersumpah dalam hati untuk tidak terlibat jauh dengan pria matang seperti Kenzo, tapi nyatanya setiap kali pria itu menatapnya, tubuhnya bereaksi di luar kendali.

Mobil berhenti tepat di depan rumah besar berarsitektur minimalis. Halamannya luas, pepohonan tertata rapi, dan lampu-lampu taman menyala lembut.

Aluna menatap kagum sekali lagi sambil bertanya, “Kenapa kita kesini, Om?”

Kenzo meliriknya sekilas, menatap mata gadis itu dalam-dalam sebelum menjawab pelan, “Di sini saja dulu sampai Andreas pulang. Setelah itu, kau boleh pulang kalau Andreas sudah ada.”

Aluna mengerutkan dahi. “Maksudnya … Om khawatir sama aku?”

Kenzo tak menjawab. Ia hanya mematikan mesin dan turun dari mobil. Namun, diamnya justru membuat Aluna mengerti, ada kepedulian yang tidak diucapkan. Ia tersenyum kecil, merasa aneh karena sedikit bahagia. Ia turun dan mengikuti langkah Kenzo menuju pintu rumah.

Begitu masuk, aroma kayu dan wangi khas ruangan ber-AC menyambut mereka. Interior rumah itu tampak elegan, dengan lantai marmer putih dan lampu gantung di ruang tamu. Aluna memutar bola matanya, masih kagum.

“Lama-lama aku kayaknya bakalan betah di rumah ini. Tidurku sampai nyenyak sekali malam itu. Bukankah begitu, Om?”

Kenzo tersenyum tipis sambil melepas kemeja luar, menyisakan kaos hitam ketat yang menempel di tubuhnya.

“Mau istirahat? Di kamar atas saja kalau mau. Biar makanan nanti diantarkan ke sana.”

Aluna terpaku. Kenzo melepas satu per satu kancing kemejanya, gerakannya santai tapi fatal bagi jantung gadis itu. Ia baru sadar pria itu punya tubuh yang jauh lebih menarik daripada bayangannya, kulit kecokelatan, otot dada yang tegas, dan ekspresi tenang yang justru memperburuk situasi.

Entah Kenzo sadar atau sengaja, tapi pandangan matanya sesekali bertemu dengan tatapan Aluna yang jelas-jelas sedang tidak fokus.

“Mau ke atas sendiri … atau diantar?” suaranya berat, menampar kesadaran Aluna yang sempat melayang.

“Ehhh … kayaknya gak perlu istirahat deh, Om.” Aluna cepat-cepat melambaikan tangan, matanya berusaha menghindar. “Aku bantu-bantu masak aja ya, buat makan malam.”

Kenzo mengangkat alis. “Kau bisa masak?”

“Ya bisa lah! Aku bukan cuma jago ngomel, Om.”

Senyum Kenzo muncul samar. “Baiklah. Tapi dapurku mungkin membuatmu salah fokus.”

“Kenapa emangnya?”

“Karena aku suka masak tanpa pakai baju.”

Kedua mata Aluna membelalak, untuk yang ke sekian kalinya. Ini bukan dirinya lagi yang menggoda, namun godaan yang datang bertubi-tubi menghantam pertahanan dirinya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Gairah Cinta Om Duda   8.Sarah Licik

    Ia ingin mengambil foto, tapi tangannya bergetar. Bukannya mencari bukti, Sarah malah berbalik cepat dan berjalan dengan langkah panjang menuju area parkir. Pikirannya gelap. Begitu masuk ke mobil, ia menyalakan mesin dan langsung menginjak pedal gas dalam-dalam. “Tidak bisa dibiarkan!” geramnya. Mobil melaju cepat menembus lalu lintas siang yang cukup panas. Dalam pikirannya, hanya ada satu tujuan, kantor Andreas. Ia ingin tahu sejauh mana kebutaan suaminya terhadap kedekatan gila itu. Gerbang bertuliskan Erlangga Group terbuka otomatis. Sarah keluar dengan langkah tergesa namun tetap menjaga penampilan. Dari luar, ia masih tampak seperti istri konglomerat yang anggun. Tapi begitu masuk ke ruangan Andreas, amarahnya tak lagi bisa disembunyikan. Andreas sedang berbicara dengan asisten pribadinya, Ergita, ketika pintu ruangan terbuka kasar. Sarah masuk tanpa mengetuk dan langsung melempar tas mahalnya ke atas meja, tepat di tumpukan berkas yang sedang dibahas. “Keluar kamu!”

  • Gairah Cinta Om Duda   7.Kehangatan Pria Matang

    Sementara itu, di rumah Kenzo, aroma daging panggang mulai memenuhi dapur. Aluna berdiri canggung di samping meja makan, menatap lelaki itu yang kini mengenakan kaos hitam dan celana bahan abu gelap. Lengan kekarnya tampak jelas setiap kali ia mengaduk saus di panci. “Om … ternyata beneran bisa masak sendiri,” ucap Aluna pelan, setengah kagum, setengah tak percaya. Kenzo menoleh sedikit, menatapnya dari balik bahu. “Kau pikir aku cuma bisa kerja dan menyetir mobil?” senyumnya muncul samar, lalu kembali fokus pada wajan. “Aku pikir Om tipe yang tinggal duduk, terus ada pelayan nyiapin semua,” sahut Aluna, berusaha terdengar santai. “Kalau semua dilakukan orang lain, apa gunanya punya tangan?” jawab Kenzo tenang. Ia menyalakan api kecil, lalu menuangkan saus cokelat ke piring daging yang sudah tertata rapi. Aluna memperhatikan setiap gerakannya. Entah kenapa, cara Kenzo memotong daging, mengaduk saus, bahkan menaruh garam di ujung jari saja terlihat seperti adegan dari film ya

  • Gairah Cinta Om Duda   6.Antara Rasa dan Rahasia

    Aluna masih membelalak, belum sempat menelan ludah ketika seorang asisten rumah tangga tiba-tiba muncul dari arah dapur sambil membawa nampan berisi gelas dan air. “Mau saya lanjutkan saja, Non?” tanyanya sopan, membuat Kenzo yang baru saja membuka kancing kemejanya sontak menoleh. Kenzo dengan cepat menutup kembali kemeja yang sudah terurai di bagian bawah, seolah tak terjadi apa-apa. “Tidak usah,” jawab Aluna santai. Tatapan Kenzo sempat melirik Aluna yang masih kaku di tempat, lalu senyum kecil muncul di bibirnya. “Aku ke atas dulu, ganti pakaian. Enjoy, Aluna.” Ia mengedipkan sebelah matanya ringan sebelum berbalik dan menaiki anak tangga dengan langkah santai. Aluna hanya bisa menatap punggungnya menjauh, detak jantungnya masih belum stabil. Pria itu seolah tahu cara menimbulkan gemuruh tanpa harus banyak bicara. Begitu Kenzo menghilang di tikungan tangga, Aluna menunduk, menatap lantai berubin putih mengilap di bawah kakinya. 'Andai aku bisa tinggal di sini, aku g

  • Gairah Cinta Om Duda   5.Saling Terpesona

    Begitu Sarah dan Kenzo berjalan ke depan rumah, Aluna bergegas jalan melewati dapur. Ia hampir menabrak Lastri yang sedang menata piring.“Ibu ngagetin aja,” sergah Aluna setengah kesal.Lastri menatapnya heran. “Non mau ke mana? Baru juga pulang.”“Aku keluar sebentar ya, Bu. Kalau Papa gak di rumah, sikap Tante Sarah makin nyebelin,” keluhnya.Lastri menghela napas berat. Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk membuat Aluna merasa tenang tinggal di rumah itu. “Ibu tahu, Non. Tapi hati-hati, ya. Jangan pulang terlalu larut, takutnya … nanti Tuan keburu pulang.”“Aku cuma sebentar, kok.”“Pergi sama siapa memangnya, Non?” tanya Lastri kemudian, menghentikan langkah gadis itu lagi. Aluna tersenyum, lalu mendekat dan berbisik pelan di telinga Lastri, “Om tampan, Bu.”Wajah Lastri langsung berubah merah, sementara Aluna terkekeh kecil dan pergi begitu saja. Di halaman depan, Sarah masih berbicara dengan Kenzo, berusaha menarik perhatian dengan suaranya yang manja. Namun begitu mobil pria

  • Gairah Cinta Om Duda   4.Muka Dua Ibu Tiri

    Selama belajar seharian, pikiran Aluna tak pernah bisa lepas dari Kenzo. Setiap kali menatap papan tulis, bayangan wajah pria matang itu muncul begitu jelas di kepalanya, dari caranya menatap dingin, nada suaranya yang dalam, hingga sorot matanya yang seolah bisa menembus hati siapa pun. Ia bahkan sempat tersenyum sendiri di tengah kelas, membuat salah satu temannya heran dan memandang aneh. Tapi sekalipun pikirannya dipenuhi oleh pria itu, semua pelajaran tetap masuk dengan sempurna. Aluna memang cerdas, hanya saja pikirannya sering melayang ke arah yang tidak seharusnya.Begitu kelas berakhir, ia buru-buru merapikan buku, lalu berjalan cepat keluar dari kelas. Tasnya disampirkan asal di bahu, langkahnya tergesa menuju parkiran. Ia hanya ingin cepat sampai di rumah, berharap Kenzo masih di sana. Namun baru beberapa langkah melewati lorong sepi kampus, dua sosok berdiri menghadangnya. Jenna dengan gaya sok berkuasa, dan Masrya, pengikut setianya. Aluna mendengus malas. “Masih ada

  • Gairah Cinta Om Duda   3.Godaan Aluna

    Aluna masih menatap Kenzo tanpa bisa menahan gugup yang tiba-tiba menyerang. Tatapan mata pria matang itu terlalu dalam, terlalu menekan, membuat jantungnya berdetak cepat tanpa alasan yang bisa ia pahami.“Kenzo, sahabat Papa kamu,” ucap pria itu dengan nada tenang, sembari menyodorkan tangan.Aluna sempat ragu sesaat, tapi akhirnya membalas jabatan tangannya. “S–saya Aluna,” sahutnya cepat, sedikit terbata. Sentuhan tangan Kenzo hangat, besar, dan entah kenapa membuatnya susah menarik diri.Andreas memperhatikan interaksi itu dengan dahi berkerut tapi tetap tersenyum tipis. “Tak biasanya kamu gugup begini, Sayang. Ada apa?” tanyanya ringan, seolah ingin menggoda.Aluna langsung menarik tangannya cepat-cepat. “Tidak, Pah. Aku hanya … lelah saja,” ucapnya singkat sambil memaksakan senyum. Ia menunduk, mencoba menyembunyikan wajah yang entah kenapa terasa panas.Andreas menatapnya agak lama sebelum kembali berkata, “Dari mana saja kamu semalam? Mama kamu laporan kalau tadi pagi kamu ba

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status