Amel menjauhkan pandangannya ketika Riska mencium bibir Alex. Sungguh pemandangan yang begitu menyeramkan, bahkan melebihi film horor.
"Amel, ayo kemari." Panggil Riska.
Amel melangkah mendekati Alex, ia mengangkat tangan untuk menjabat tangan pria tampan itu. "Amel pak," ucapnya dengan lembut.
Alex dan Riska tersenyum secara bersamaan, panggilan pak membuat keduanya merasa lucu.
"Alex, panggil saja om Alex," ucap Alex dengan lembut.
Amel tersenyum sambil mengangguk, "Baik om."
"Om Bram di mana dad?" Tanya Riska.
"Bram lagi di luar kota, mungkin akan kembali 2 atau 3 hari lagi. Tapi tenang saja, uang dan surat sudah disiapkan."
Alex mengeluarkan satu lembar kertas dari dalam amplop, ia menaruhnya di atas meja tepat di hadapan Amel.
"Amel, sebelum menandatangani! kamu bisa membacanya terlebih dahulu," ucap Alex.
Amel tersenyum paksa, "Enggak usaha om, biar aku tandatangani saja. Soalnya Riska sudah menjelaskan semuanya."
"Oh baiklah."
Alex memberikan pena, dan Amel langsung menandatangani surat kontraknya.
"Ya ampun, ini anak benar-benar sempurna. Belum dandan aja sudah cantik, apalagi dandan! menang banyak nih Bram." Bisik dalam hati Alex.
Ia mengagumi Amel, memperhatikan dari ujung kaki hingga ujung rambut. Gairahnya sedikit bergetar saat melihat dada Amel yang begitu menonjol dan menantang. Bahkan ia sampai tidak sadar kalau Riska sudah 2 kali memanggilnya.
"Dad." Panggil Riska untuk ketiga kalinya.
"Ha...iya baby." Sahut Alex.
"Uangnya mana?"
"Aman, nanti daddy transfer." Jawab Alex.
Amel memberikan nomor rekeningnya, setelah itu Alex langsung pergi, sedangkan Amel dan Riska tetap di apartemen.
Kedua wanita cantik itu berbaring di atas tempat tidur sambil berbincang-bincang. Riska menceritakan semuanya kepada Amel, kalau dirinya juga adalah seorang sugar baby. Dan apartemen itu adalah miliknya, pemberian dari Alex.
Amel benar-benar terkejut, "Terus, kost itu?"
"Itu kost teman, kebetulan dia sedang pulang kampung dan kuncinya dititipkan padaku."
"Ow...."
"Kamu tenang saja Mel, om Bram pasti memberimu apartemen dan mobil. Dia juga pasti memberimu uang jatuh bulanan, pokoknya kamu harus pintar-pintar. Setidaknya, setelah kontrak berakhir! kita memiliki uang banyak untuk modal," ucap Riska.
"Aku tidak berharap diberikan mobil dan apartemen Ris, cukup uang saja untuk biaya operasi ibuku."
Riska memeluk Amel, ia terharu melihat pengorbanan sahabatnya itu. Demi kesembuhan ibunya, ia rela mengorbankan masa depannya.
..................Dua hari telah berlalu, sore ini Riska menerima telepon dari Alex. Pria tampan itu meminta Riska dan Amel untuk datang ke sebuah kafe."Mel, tadi om Alex menghubungiku. Katanya om Bram sudah kembali dari luar kota, jadi malam kita harus ke kafe untuk bertemu dengan mereka," ucap Riska.
Amel yang sedang berdiri di depan kaca sambil menyisir rambut! Refleks memutar tubuhnya. "Benarkah?" Tanya Amel.
"Iya."
"Terus, aku harus bagaimana? apa pertemuannya gak bisa besok atau lusa?" Tanya Amel.
Ia belum siap untuk bertemu dengan Bram. Bayangan Amel saat ini, Bram pasti om om bertubuh gemuk, perut buncit dan genit.
"Ya gak bisa dong, malam ini kita harus menemui mereka. Lagipula, nanti malam kamu harus tidur bersama om Bram."
"Apa?" Amel terkejut, bahkan nada suaranya meninggi.
"Iya kamu harus melayaninya, kamu tidak boleh membantah dan menolak. Ingat Mel, uangnya sudah kamu terima dan surat perjanjiannya sudah kamu tandatangani." Riska mengingatkan sahabatnya.
"I...i... Iya." Jawab Amel dengan gugup.
"Ya sudah sekarang kamu siap-siap, aku mandi dulu."
Riska masuk ke dalam kamar mandi, sementara Amel bergegas mengganti pakaian. Setelah itu mereka segera meninggalkan apartemen menuju kafe. Tetapi sebelum mereka ke kafe, kedua wanita cantik itu terlebih dahulu singgah di sebuah butik.
Pakaian yang dikenakan Amel saat ini terlihat kusam, itu sebabnya Riska membelikan sebuah gaun dan sepatu high heels untuk sahabatnya itu.
"Ayo Mel." Ajak Riska sambil menari pergelangan tangan Amel.
Amel menahan tubuhnya dan menolak untuk ke luar dari ruang ganti. "Aku gak mau ke luar pakai baju ini Ris," ucapnya.
"Kenapa? kan bajunya bagus."
"Terlalu seksi Ris." Jawab Amel.
Riska menghela napas, "Mel, gaun ini gak terlalu seksi kok."
Riska berusaha membujuk dan menyakinkan Amel, hingga wanita cantik itu memberanikan diri untuk ke luar dari sana.
Sementara di tempat lain, Alex sedikit kesal dengan sikap Bram. Pria tampan satu anak itu sama sekali tidak berniat untuk bertemu dengan sugar babynya. Bahkan ia sudah dua kali ingin meninggalkan kafe, dengan alasan ada urusan penting.
Tetapi Alex menahannya dan tidak mengizinkannya untuk pergi. Alex yakin, Bram pasti tertarik setelah melihat Amel.
"Lex, Riska udah di mana? masih lama gak?" Tanya Bram.
"Sudah di jalan, sebentar lagi pasti sampai."
Alex baru saja selesai berbicara, pintu tiba-tiba terbuka.
"Hay Daddy." Sapa Riska dengan ceria.
Sedangkan Amel hanya diam sambil menundukkan kepala. Begitu juga dengan Bram, pria tampan itu fokus menatap layar ponselnya, tampan peduli siapa yang datang.
"Hay baby." Balas Alex dan langsung mengecup bibir Riska, setelah itu ia menyapa Amel.
"Bagaimana kabar kamu, Amel?" Tanya Alex.
Amel tersenyum tipis, "Baik om," ucapnya sambil meremas seluruh jarinya karena gugup dan takut.
"Ya Tuhan, dia seperti bidadari." Bisik dalam hati Alex.
Walupun cahaya lampu di dalam ruangan itu remang-remang! tetapi Alex bisa melihat kecantikan Amel dan kemolekan tubuhnya dengan jelas.
"Bram." Panggil Alex, "Kenalan dulu dong sama Amel." Lanjutnya.
"Hm.." Jawab singkat Bram.
Ia bangkit dari sofa, lalu menjulurkan tangan kanannya. Sedangkan tatapan matanya tetap tertuju ke ponsel yang ada di tangan kirinya.
"Amel om," ucap Amel sambil menjabat tangan Bram.
Wanita cantik itu pun, masih tetap tertunduk dan belum melihat wajah Bram sedikitpun.
Bram yang merasa familiar dengan suara itu, seketika menegakkan kepala untuk melihat wajah wanita yang ada di hadapannya.
"Kamu," ucapnya.
Alex dan Riska terkejut, begitu juga dengan Amel. Wanita cantik itu refleks menegakkan kepala.
Ia terkejut bukan main, bahkan ia tidak sanggup untuk menggerakkan bibirnya. Namun tangannya langsung ia lepaskan dari genggaman Alex.
"Bram, kamu sudah kenal Amel?" Tanya Alex.
"Ini tidak bisa, ini tidak bisa. Setiap kali bertemu dengannya! aku selalu sial." Gerutu Bram.
"Enak saja, aku yang sial setiap kali bertemu dengan om." Tantang Amel.
Ia tidak terima dengan ucapan Bram, sehingga bibirnya dengan lantang berbicara tanpa memikirkan akibatnya.
=================Ramel tidak membuka mulut, rasa terharu sekaligus sedih membuat bibirnya kaku."Jadi untuk sementara waktu...." Melisa belum selesai bicara, tiba-tiba terdengar suara teriakan dari lantai dua. Sontak membuat keduanya refleks meninggalkan ruang tamu menuju arah datangnya suara."Tidak, tidak, tidak." Teriakan itu menyambut Ramel dan Melisa."Ibu, ibu, ada apa ibu?" Melisa merangkul ibunya, wajahnya terlihat khawatir.Begitu juga dengan Ramel, pria tampan itu menarik Bella lalu memeluknya dengan erat. Menungkupkan wajah wanita cantik itu di dada bidangnya, sambil mengecup ujung kepala Bella dengan penuh kasih sayang.Setelah Bella sedikit tenang, Ramel mengajaknya duduk di sisi ranjang. Memberinya air mineral sambil berbicara dengan lembut."Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku, aku merasakan sesuatu saat memasuki kamar ini," ucap Bella dengan wajah bingung.Ramel tersenyum tipis, "Apa kamu mengingat sesuatu?"Bella menggeleng, "Aku hanya merasa tidak asing dengan kamar ini, padahal
Dua hari telah berlalu, Ramel dan Tania sedang bersiap-siap untuk menemui wanita itu. Selama ini ayah satu anak itu benar-benar sibuk karena kliennya datang dari Singapura. "Kenan, kamu gak jadi ikut?" tanya Ramel saat tiba di meja makan.Dua hari yang lalu pria tampan berusia 17 tahun itu berjanji untuk ikut. Namun pagi ini ia masih terlihat mengenakan baju santai."Enggak Pah," jawab Kenan."Kenapa?" Tentu Ramel bertanya, apa alasan putranya tidak ikut!"Kenan merasa tidak enak badan Pah, kepalaku sedikit pusing.""Yasudah, kamu istirahat aja di rumah." Kali ini Tania yang membuka mulut.Ruangan itupun seketika hening, semua sibuk menikmati sarapannya masing-masing. Setelah itu Ramel dan Tania meninggalkan kediaman Wijaya bersama Lukas sopir kepercayaan keluarga Wijaya.Setelah menempuh perjalanan selama 7 jam, akhirnya mereka tiba. Tania memperhatikan rumah sederhana yang berdiri kokok di hadapannya. "Ayo Oma," ajak Ramel.Keduanya melangkah secara bersamaan, Ramel mengangkat sat
Tepat pukul satu siang, Ramel dan teman-temannya sudah bersiap-siap untuk meninggalkan Villa dan kembali ke kota. Sebenarnya mereka masih memiliki satu tujuan lagi, tetapi Ramel tiba-tiba ada urusan mendadak. Kliennya dari Singapura besok pagi sudah tiba di Indonesia."Mel, dari tadi Melisa kok gak kelihatan ya? Apa dia gak kerja?" tanya Alex sambil membantu Ramel memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Dia shift malam, jadi udah pulang tadi pagi," jawab Ramel dengan jujur."Oh, pantas itu anak gak kelihatan," sahut Alex, "Oh iya, kamu tahu dari mana?" lanjutnya."Tadi aku yang mengantarnya pulang." Ramel menceritakan semuanya kepada Alex, ia juga mengatakan merasakan sesuatu saat melihat ibunya Melisa berdiri di depan jendela."Kenapa kamu gak singgah dulu?" Tentu Alex bertanya!"Segan sama tetangganya, soalnya di rumah itu gak ada laki-laki," dalih Ramel."Iya juga sih, tapi Melisa dan ibunya kapan ke Jakarta? Bukannya kamu menawarinya untuk jadi asisten rumah tangga di kediaman W
"Kamu baru lulus sekolah ya?" Ramel kembali bertanya."Iya Om," sahut singkat Melisa."Kalau baru lulus sekolah jangan langsung nikah, lanjut kuliah dulu. Pernikahan itu tidak seindah yang dibayangkan." Ramel seketika menjadi seorang ayah yang sedang menasehati putrinya."Untuk apa sekolah tinggi-tinggi kalau akhirnya jadi tukang masak, lebih baik cari laki-laki yang mapan lalu nikah." Jawaban melihat membuat Ramel dan teman-temannya tercengang.Melisa bicara dengan wajah polos tanpa sedikitpun tersenyum. Wanita cantik berusia 18 tahun itu sungguh-sungguh ingin menikah, terlihat dari sorot matanya saat menatap Ramel.Entah apa yang membuatnya ingin segera menikah, padahal usianya masih sangat muda."Gimana Om? Mau nikah dengan saya?" lanjut Melisa sembari bertanya.Ramel tersenyum mengejek, "Anak zaman sekarang selalu bertindak tanpa berpikir dulu. Kamu pikir pernikahan itu mainan? Lagipula aku tak mungkin menikah denganmu.""Kenapa gak mungkin Om? Yang penting kan, suka sama suka," p
Tujuh belas tahun telah berlalu, selama itu juga Ramel hidup dalam kesendirian, ia membesarkan Kenan bersama Tania yang saat ini sudah menginjak usia 67 tahun. Wanita tua itu sudah sering kali meminta Ramel untuk menikah, tetapi permintaannya selalu ditolak.Tania sudah mencoba menjodohkan beberapa wanita dari golongan atas kepala Ramel, tetapi pria tampan itu sama sekali tidak tertarik. Ia masih berharap Bella hidup dan kembali ke pelukannya."Ken," panggil Ramel yang duduk di ruang tamu bersama Tania.Kenan yang melangkah menuju pintu utama, terpaksa memutar langkah menghampiri ayah dan buyutnya."Iya Pah," sahut Kenan sambil menjatuhkan bokongnya di samping Tania."Besok pagi Papah mau touring ke luar kota, tolong jaga Buyut dan jangan pulang larut malam," pesan Ramel kepada putranya."Baik Pah, Kenan gak diajak Pah?" jawab Kenan sembari balik bertanya."Fokus dengan sekolahmu." Setelah mengatakan itu, Ramel bergegas meninggalkan ruang tamu.Kenan pun berpamitan kepada buyutnya, an
"Pantas saja ini tempat favorit mas Ramel, selain pemandangannya yang indah, suasananya juga terasa tenang," ucap Bella dengan nada lembut dan nyaris tak terdengar.Wanita satu anak itu memejamkan mata, menghirup udara dalam-dalam lalu mengeluarkannya dari hidung dengan lembut, sambil menikmati sejuknya hembusan angin."Bella."Bella refleks membuka mata saat mendengar seseorang memanggil namanya, ia baru saja akan memutar kepala untuk melihat orang yang memanggilnya, tetapi dua telapak tangan sudah terlebih dahulu mendorong punggungnya dari belakang."Aaaaaahh...." teriak Bella yang terguling ke jurang hingga jatuh ke aliran air terjun.Saat itu juga Ramel terbangun dari tidurnya, seluruh kening pria tampan itu terlihat mengkilat akibat tetesan keringat, sehingga membuat Tania bingung dan terkejut ketika melihatnya ke luar dari kamar."Ramel, kamu kenapa?" tanya Tania yang sedang memberikan susu formula pada Kenan."Bella di mana Oma?" Bukannya menjawab, Ramel justru balik bertanya.
Setelah melepas hasrat sebanyak dua kali, Ramel dan Bella meninggalkan rumah pohon dan kembali ke Villa. Setibanya di sana, Tania langsung mengajak mereka untuk makan siang bersama. Wanita tua itu sudah menyiapkan beberapa menu di atas meja bersama pelayan.Makan siang kali ini sedikit berbeda, biasanya suasana di meja makan pasti akan hening karena tak ada yang boleh berbicara. Tetapi saat ini Ramel, Bella dan Tania menikmati makan siangnya sambil berbincang-bincang."Mel, Bel, malam ini Kenan biar tidur sama Oma aja ya?" ucap Tania sambil mengunyah makanannya.Iya, Ramel dan Bella menamai putranya Kenan Alexander Wijaya."Kenan setiap malam sering minta susu, nanti Oma jadi terganggu," sahut Bella."Enggak apa-apa, Oma gak merasa terganggu kok," ucap Tania.Wanita tua itu sengaja meminta Kenan tidur di kamarnya, agar Bella dan Ramel bisa berduaan menikmati liburannya. Dari awal Tania sudah menolak untuk ikut ke Villa, tetapi Bella memaksa."Yaudah, terserah Oma aja." Kali ini Ramel
Empat puluh hari telah berlalu, hari ini keluarga Wijaya sedang bersiap untuk liburan. Ramel akan memboyong keluarganya ke villa, seperti permintaan Bella waktu itu. Rencananya mereka akan menginap di sana selama satu Minggu."Mas," panggil Bella.Ramel yang melangk menuju pintu, menghentikan langkahnya lalu berputar menghadap Bella."Iya sayang," sahut Ramel dengan lembut."Sebabnya ada yang ingin aku bicarakan, Mas," ucap Bella dengan wajah serius.Ramel melangkah menghampiri istrinya yang duduk di sisi ranjang tepat di samping wanita cantik satu anak itu."Bicara apa sayang? Apa tentang liburan kita?" todong Ramel.Bella menggeleng, "Tidak mas, aku ingin bicara tentang pak Bara dan Mbok Inem," ucapnya.Ramel menghela napas, ia meraih tangan Bella lalu menggenggamnya dengan erat. Walupun Bella belum mengatakan apapun, Ramel sudah tahu apa yang akan dibicarakan oleh istrinya itu.Tentu tentang kejadian beberapa bulan yang lalu, di mana pak Bara dan Mbok Inem tiba-tiba mengkhianatinya
"Kenapa sayang?" tanya Ramel yang langsung memeluk Bella."Mas tega," bisik Bella."Bukan tega sayang, tapi Mas hanya mengikuti saran dari dokter," sahut Ramel yang juga berbisik.Akhirnya Bella mengikuti kemauan suaminya, ia mengijinkan dokter untuk melakukan tugasnya. Bella menggigit ujung baju Ramel untuk menahan rasa sakit yang luar biasa, bahkan lebih sakit dari melahirkan."Sudah Dok, saya gak kuat lagi," keluh Bella, akhirnya wanita cantik itu menyerah."Sebentar lagi ya Bu, tinggal satu jahitan lagi," sahut dokter. Wanita berjubah putih itu sengaja mengajak Bella bicara, untuk mengalihkan rasa sakitnya.Setelah 60 menit berlalu, Bella dipindahkan ke ruang inap begitu juga dengan bayi mungilnya. Wanita cantik itu sudah pasti menempati kamar President Suite.Ramel tak sedetikpun meninggalkan istri dan anaknya. Tatapnya tak lepas dari wajah tampan putranya, bayi mungil itu benar-benar mirip dengannya. Sungguh Ramel tak menyangka memiliki anak diusianya yang masih sangat muda, ia