Share

95. Mandiri Lagi

Author: Neza Visna
last update Last Updated: 2025-05-15 23:41:27

Mendengar itu, wajah Rinjani berubah pucat, matanya membesar dengan ekspresi ngeri. "Tidak!" bantahnya tegas, menarik tangannya kembali. "Aku nggak pernah berminat sama sekali dengan harta Jagat, Ma! Jangan membuatku takut!" Dadanya naik turun, suaranya gemetar.

Kalimat itu jauh lebih mengejutkan untuknya dibanding saat Jagat memutuskan untuk bercerai dengannya.

“Rin, jangan menolak. Ini adalah hak kamu.”

"Ma aku Cuma mau semuanya selesai dengan cepat." Rinjani berusaha meyakinkan mertuanya itu. “Masalah harta hanya akan jadi beban baru untukku.”

Uang yang diberikan Jagat di awal saja sudah cukup untuk membuatnya merasa tidak enak pada pria itu, kalau ditambah lagi dia tidak akan mampu menerimanya.

Ibu Jagat terkejut melihat reaksinya. "Rinjani, jangan terlalu baik. Ambil apa yang menjadi hak kamu. Kamu sudah dirugikan, masa nggak mau ambil apa-apa. Gimana juga, itu akan berguna untuk kamu ke depannya.”

"Aku tidak kehilangan apa-apa, Bu," Rinjani memotong, suaranya lebih lembut
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Gelora Cinta Pria Arogan   98. Menaklukkan Arogansi Brama

    Brama terlihat kikuk mendengar pertanyaan itu. “Bukan itu maksudku! Apa kamu yakin dia juga mau dimadu?” Pria itu menyesali sikapnya yang tidak bisa menahan emosi dan malah menyulut amarah Rinjani. Dia tahu, dia tidak bisa untuk memaksa Rinjani saat ini, itu hanya akan membuat gadis itu semakin menghindarinya. Tujuannya, bukan itu. Brama berharap gadis itu akan meninggalkan pria itu dan memilihnya.“Itu akan menjadi urusan kami. Kami akan menyelesaikannya dengan baik-baik.” Brama tertawa jengkel. “Kalau memang kamu bersedia di madu, kenapa aku tidak punya pilihan itu?” tanyanya marah.Egonya sebagai laki-laki terluka mendengar itu. Dia sudah berusaha meminta kesempatan bahkan nyaris memohon, sesuatu yang tidak pernah dia lakukan. Namun, wanita itu memilih untuk dimadu dibanding memberinya kesempatan. Pada akhirnya dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya, kenapa Rinjani menolak memberinya kesempatan itu? Bukankah gadis itu sudah sangat lama mencintainya? Sekarang

  • Gelora Cinta Pria Arogan   97. Brama menyuruh Cerai

    Rinjani memutar bola matanya malas, dia skeptis mendengar hal semacam itu. Seorang Brama?Entah dia sadari atau tidak, Rinjani dengan sengaja mengabaikan fakta, kalau Brama memang sudah bersikap aneh semenjak hubungan mereka berakhir.Rinjani menggeleng-gelengkan kepala. "Aku nggak mau memikirkannya sekarang. Ayo sarapan, perutku keroncongan."“Oke.” Setelah membersihkan diri dan berias sederhana, keduanya langsung menuju ke restoran yang ada di tempat itu.Di area sarapan, suasana tenang tiba-tiba berubah ketika Rinjani melihat sosok familiar duduk di meja tak jauh dari mereka. Brama, dengan setelan kasual yang tetap terlihat mahal, dan Kevin, yang selalu setia menemani pria itu.Kevin langsung menyapa. "Rinjani! Selamat pagi!"Rinjani memaksakan senyum. "Pagi, Kevin. Kalian ngapain di sini?" tanyanya heran.Kevin menatap Brama yang tetap diam, lalu tergagap. "Oh itu, kami ada urusan bisnis di sini.”Rinjani mengerutkan kening. "Di sini?"Dia tidak melihat ada proyek yang cukup

  • Gelora Cinta Pria Arogan   97. Malu Sendiri

    Brama mengabaikan jawaban ketus itu dan memilih menatap Rinjani seksama. “Dia sudah benar-benar mabuk. Biar kubawa ke kamarnya.”Brama mencoba mendekat, tapi Celia melangkah maju menghalangi. "Biar aku yang membantu dia.”Brama mulai mengerutkan kening, terganggu dengan semua gangguan dari sahabat Rinjnai itu."Aku cuma mau bantu. Dia hampir jatuh dari kursi," Brama membela diri.Rinjani tiba-tiba tertawa keras. "Aku gaperlu bantuan siapa-siapa! Aku kuat!"Tapi tubuhnya bergoyang, dan Brama refleks menahan lengannya. Rinjani memandangnya, matanya berkaca-kaca.“Eh, Brama? Ngapain di sini?” tanyanya dengan suara tinggi. Tangannya menyentuh wajah pria itu seenaknya. “Aku salah lihat nggak sih? Nggak mungkin dia di sini, kan?”Celia menepuk jidatnya lelah. “Heh, salah aku bawa kamu minum.” Rinjani benar-benar terlalu awam dengan minuman beralkohol itu dan daya tahannya sama sekali tidak kuat.“Kita ke kamar sekarang!” Dia takut semakin lama di sini, Rinjani akan semakin men

  • Gelora Cinta Pria Arogan   96. Healing Tipis-Tipis

    Cepat atau lambat, dia harus keluar dari rumah ini. Kosan akan jadi pilihan yang jauh lebih ekonomis untuknya yang baru merintis dan tinggal sendirian tanpa perlu space yang terlalu lebar.Karena sesungguhnya dia tidak terbiasa tinggal di tempat luas sendirian.Keesokan harinya, saat sarapan, ibu Jagat memperhatikan Rinjani yang terlihat lebih pendiam dari biasanya."Kamu baik-baik saja?" tanyanya lembut.Rinjani mengangguk sambil menyunggingkan senyum tipis. "Aku baik, Ma ... Tante. Hanya memikirkan beberapa hal."Dia mengubah panggilannya dengan canggung karena tidak tahu harus mengatakan apa.“Tetap panggil, Mama saja. Kamu nggak perlu mengubah apapun. Papa sudah bilang kan dia menganggap kamu seperti anaknya sendiri. Mama juga gitu.”Mata Rinjani sudah terasa panas tapi dia memilih untuk menahan tangisannya sekuat tenaga. “Dari dulu, mama sudah menginginkan anak perempuan, siapa sangka akhirnya mama dapatkan dengan cara begini. Jalan hidup kadang memang nggak bisa ditebak.

  • Gelora Cinta Pria Arogan   95. Mandiri Lagi

    Mendengar itu, wajah Rinjani berubah pucat, matanya membesar dengan ekspresi ngeri. "Tidak!" bantahnya tegas, menarik tangannya kembali. "Aku nggak pernah berminat sama sekali dengan harta Jagat, Ma! Jangan membuatku takut!" Dadanya naik turun, suaranya gemetar. Kalimat itu jauh lebih mengejutkan untuknya dibanding saat Jagat memutuskan untuk bercerai dengannya.“Rin, jangan menolak. Ini adalah hak kamu.”"Ma aku Cuma mau semuanya selesai dengan cepat." Rinjani berusaha meyakinkan mertuanya itu. “Masalah harta hanya akan jadi beban baru untukku.”Uang yang diberikan Jagat di awal saja sudah cukup untuk membuatnya merasa tidak enak pada pria itu, kalau ditambah lagi dia tidak akan mampu menerimanya.Ibu Jagat terkejut melihat reaksinya. "Rinjani, jangan terlalu baik. Ambil apa yang menjadi hak kamu. Kamu sudah dirugikan, masa nggak mau ambil apa-apa. Gimana juga, itu akan berguna untuk kamu ke depannya.”"Aku tidak kehilangan apa-apa, Bu," Rinjani memotong, suaranya lebih lembut

  • Gelora Cinta Pria Arogan   94. Harta Gono-Gini

    Ibu Jagat menatap lekat gadis muda di depannya itu. “Aku salah menilaimu. Dan memaksa Jagat meninggalkanmu tanpa alasan yang benar."Ucapan itu mengejutkan Evie, dia tidak menyangka kalau ibu Jagat itu akan mengatakan hal semacam itu.Dia sudah bersiap dengan segala makian dan kalimat menyakitkan yang mungkin diucapkan oleh wanita itu.Siapa sangka, ibu Jagat itu jauh lebih kooperatif dari yang dia kira.Mata wanita paruh baya itu. . "Kalau kamu ingin marah, marahlah padaku. Jagat tidak bersalah dalam hal ini. Dia hanya terpaksa mengikuti keegoisanku."Evie menghela napas. "Sudahlah, Tante. Aku bisa mengerti alasan Jagat melakukan itu, tapi itu tidak akan mengubah apapun. Dia sudah menyerah dengan hubungan kami dan sudah menikahi Rinjani. Di antara kami tidak akan ada hubungan selain sebagai orangtua anak ini.”“Vie, kenapa kamu terus bicara itu? Kita sudah sepakat untuk menemui orangtua kamu kan?”Jagat tidak bisa menahan diri untuk menghampiri mereka setelah mendengar tanggapa

  • Gelora Cinta Pria Arogan   93. Evie vs Calon Mertua

    Jagat menggosok-gosok pelipisnya yang mulai berdenyut. "Ma, Evie baru saja diperbolehkan dokter untuk beraktivitas ringan. Kehamilannya masih rentan, bagaimana kalau tunggu sampai dia lebih stabil?”"Aku tidak akan memakannya hidup-hidup!" Ibu Jagat memotong, tangannya mengepal di atas meja. "Apa kalian semua menganggapku monster?"Rinjani yang diam di sudut ruangan mengamati ketegangan antara ibu dan anak itu. Dia melihat bagaimana rahang Jagat mengeras, tanda bahwa dia sedang berusaha menahan emosi."Bukan begitu, Ma." Jagat mencoba menenangkan. "Aku Cuma berusaha hati-hati. Dokter bilang, Evie belum boleh terlalu stres dan banyak pikiran.”Ibu Jagat mengerutkan kening. "Lalu kapan menurutmu waktu yang tepat? Setelah bayi itu lahir? Atau setelah kalian menikah diam-diam?""Ma, bukan gitu maksudnya.” Jagat sungguh tidak mengerti bagaimana mendamaikan keduanya. Rasanya sangat tidak mengenakkan harus terjebak di tengah dua perempuan yang penting di hidupnya."Itu permintaan mama

  • Gelora Cinta Pria Arogan   92. Mama Minta Bertemu Evie

    “Ma, jangan begitu. Kita juga harus tanya, bagaimana rencana anak-anak ini.”Dengan mata tajam, ibu Jagat menatap suaminya. “Jangan bilang, kamu setuju mereka bercerai? Kamu sudah lupa, kenapa Rinjani menikah dadakan dengan Jagat? Kamu lupa janji kita ke orangtua Rinjani?”Setelah ibu Jagat sadar, mereka memang menceritakan semua yang terjadi pada wanita paruh baya itu.Agar dia tidak terkejut dengan perubahan yang tiba-tiba. Kini mendengar apa yang terjadi, wanita paruh baya itu merasa kalau situasi saat itu tidak adil untuk Rinjani.“Rin, tante nggak tahu harus bilang apa lagi ke kamu. Ini semua salah mama, sudah gagal mendidik anak. Kalau bukan karena keadaan mama semuanya nggak akan jadi kaya gini.”“Ma, jangan bicara gitu. Ini bukan salah siapa-siapa. Ini sudah kehendak takdir. Aku nggak sedih, nggak marah juga. Mama juga jangan marah, nanti kondisi mama drop lagi.”“Lebih baik mama mati kemarin itu! Jadi mama nggak harus melihat semua kejadian ini!” serunya frustrasi.Wanita p

  • Gelora Cinta Pria Arogan   90. Ibu Tahu

    “Lupakan, tentang aku. Bagaimana rencana kalian memberitahu mama?”Jagat langsung menghela napas panjang mendengar pertanyaan itu. “Tadi aku sempat tanya ke dokter yang menangani mama, katanya mama sudah semakin membaik, tapi sebaiknya diperiksa lagi supaya yakin.”Rinjani mengangguk. “Ya, semoga saja semuanya berjalan lancar. Kamu benar-benar tidak punya waktu lagi.”“Ya.” Mata Jagat tiba-tiba berbinar. “Kamu tahu, hari ini aku melihat sendiri USG anak itu.”"Aku melihatnya hari ini," Jagat melanjutkan, matanya berbinar. "Melalui USG. Bentuknya sudah jelas—kepala kecil, tangan mungil. Dan detak jantungnya..." Suaranya pecah. "Terdengar begitu kuat."Rinjani mengamati perubahan ekspresi Jagat—kekaguman, ketakutan, kebahagiaan yang campur aduk. Ini kali pertama dia melihat Jagat dengan emosi sekaya itu di wajahnya."Kamu akan menjadi ayah yang baik," katanya dengan tulus. “Kalian akan bahagia, aku yakin itu.”Jagat menghela napas. "Maaf, aku tahu aku nggak seharusnya mengatakan hal se

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status