Share

Bab 2

last update Last Updated: 2025-10-26 13:14:37

Sinar matahari pagi menyelinap melalui celah tirai hotel, menyilaukan mata Yuli yang baru saja terbuka. Untuk beberapa detik, ada kebingungan yang menyenangkan sebelum kenangan semalam menghantamnya seperti truk tronton.

Desisan AC, aroma sabun hotel yang menyengat, dan yang paling menusuk—kehangatan tubuh Jonas di sampingnya, lengan pria itu tergeletak dengan lelah di atas pinggangnya.

Dadanya sesak. Ini salah. Sangat salah.

Tidur sekasur dengan suami orang lain meski tidak melakukan hal yang lebih dari dibayangkan, tetap saja Yuli merasa bersalah pada istrinya.

Semalam, Yuli pikir dia dan Jonas akan melanggar batas, ternyata pria itu justru pingsan setelah menciumnya dan tertidur lelap seolah tidak terjadi apa-apa.

Yuli menghela napas. Lega.

Dengan gerakan pelan-pelan, seperti mencuri, Yuli melepaskan diri dari pelukan Jonas yang masih tertidur lelap. Dia memakai sepatunya yang berserakan di lantai, jantung berdebar kencang tak karuan. Setiap helaan napas Jonas dari balik selimut terasa seperti aksentuasi dari kesalahan besar yang baru saja mereka perbuat.

Dia tidak bisa menatapnya saat Jonas bangun. Tidak bisa menghadapi realita dan penyesalan yang pasti akan tertancap di mata Jonas nanti.

Dengan cepat, sambil berusaha menenangkan kaki yang gemetar, Yuli melangkah. Dia meninggalkan selembar uang untuk taksi di atas meja samping tempat tidur, lalu menyelinap keluar dari kamar, meninggalkan Jonas dan mimpinya yang rapuh di balik pintu yang tertutup rapat.

***

"BUNGA SEGAR! AYO YUL, JANGAN BENGONG MELAMUNKAN KEKASIH BARU!"

Teriakan Lila, sahabat sekaligus partnernya di toko bunga "Flora & Stone", membuyarkan lamunan Yuli yang sudah kesekian kalinya hari itu. Tangannya yang sedang memotong batang mawar hampir saja tergelincir.

"Sorry, Lis. Kurang tidur," gumam Yuli, memaksakan senyum.

Lila mendekat, tangan di pinggang, matanya menyipit penuh kecurigaan. "Kurang tidur? Abis reuni sekolah, langsung 'kurang tidur'? Cerita. Sekarang."

Yuli menghela napas, berusaha terlihat sibuk mengatur bunga aster di vas. "Tidak ada yang perlu dicerita. Acaranya biasa saja. Banyak yang mabuk, termasuk Jonas Blake."

Nama itu terasa asing dan terlalu akrab di lidahnya.

"Ooooh, Jonas Blake!" Lila berseru, matanya berbinar. "Si jenius tampan yang dulu sempat kamu lukis-lukis di buku diary? Dia gimana sekarang? Udah makin ganteng dan kaya, ya? Pasti istrinya model!"

"Lila, tolong," Yuli memotong, suaranya lebih tajam dari yang dia intended. "Aku cuma bantu dia naik taksi karena dia mabuk. Titik. Dia sudah menikah. Hidupnya... baik-baik saja." Kata-kata terakhir itu terasa pahit di mulutnya.

Lila, yang jarang melihat Yuli begitu tegang, langsung melunak. "Oke, oke, sorry. Cuma... kamu dari tadi kayak orang kesambet. Bunga lavender yang harusnya buat pesanan wedding kamu kasih ke bouquet 'get well soon'. Kamu sure you're okay?"

Yuli menggeleng, matanya tiba-tiba berkaca-kaca. Dia menatap bunga-bunga di sekelilingnya—simbol cinta, sukacita, belasungkawa. Semuanya tiba-tiba terasa seperti mengejek kekosongan dan kekacauan di dalam hatinya.

"Aku... aku melakukan sesuatu yang sangat bodoh, Lis," bisiknya akhirnya, suaranya parau. "Hampir..."

Lila langsung mendekat dan memeluknya. "Hey, tell me."

Tersandar di antara rak-rak bunga yang harum, dengan suara gemericik air dari ember-ember bunga, Yuli bercerita. Dia bercerita dengan berbisik, tentang taksi, tentang kamar hotel, tentang kata-kata penuh penyesalan, dan tentang kesalahan yang hampir tak bisa ditarik kembali.

"Astaga, Yuli..." desis Lila setelah ceritanya selesai, wajahnya penuh kekhawatiran. "Ini... ini complicated banget."

"Aku tahu!" Yuli menyembunyikan wajahnya di tangan.

"Aku tahu ini salah. Dan yang paling parah, Lis... Aku tidak bisa bohong. Di tengah semua rasa bersalah itu, ada sebagian kecil diriku yang... bahagia. Bahagia karena merasa dicintai lagi, merasa berarti lagi olehnya. Aku merasa menjijikkan."

"Kamu tidak menjijikkan, kamu manusia," Lila membelanya, memeluknya lebih erat. "Tapi Yuli, dengar. Ini berbahaya. Untuk hatimu, untuk hidupmu. Dia sudah punya komitmen. Kamu harus move on. Untuk real."

Yuli mengangguk, menelan ludah pahit. "Aku tahu. Aku akan coba. Aku akan blokir nomornya, hapus chat-nya... Aku akan lupakan semuanya."

Tapi bahkan saat dia mengucapkan kata-kata itu, hatinya berteriak kecil. Melupakan Jonas bukan seperti melupakan seseorang. Itu seperti mencabut akar yang sudah tertanam terlalu dalam, menyisakan luka yang mungkin tak pernah benar-benar sembuh.

***

Tentu, ini kelanjutan ceritanya dengan adegan pertemuan tak terduga di kantor Jonas.

---

Bab 3: Buket dan Rasa Bersalah

Dua minggu telah berlalu sejak malam yang mengubah segalanya. Yuli berusaha mati-matian untuk tenggelam dalam pekerjaan, menyibukkan diri dengan rangkaian bunga, dekorasi, dan segala hal yang bisa membuat pikirannya tidak melayang kepada Jonas. Dia telah menghapus nomornya, seperti yang dijanjikan pada Lila dan dirinya sendiri. Tapi menghapus nomor tidak sama dengan menghapus kenangan, atau perasaan berdebar-debar campur cemas setiap kali bel toko berbunyi.

"Halo, Flora & Stone!" sapa Lila dengan riang, mengangkat telepon. "Oh, untuk pengiriman ke kantor? Bisa sekali. Alamatnya?..." Lila mencoret-coret sesuatu di notes. "Baik, Pak. Akan kami antar hari ini juga. Atas nama siapa yang menandatangani tanda terima dan biayanya? ... Jonas Blake? Oke, siap. Terima kasih."

Mendengar nama itu, gunting di tangan Yuli nyaris terlepas.

"Ada apa?" tanya Yuli, berusaha terdengar biasa saja.

"Pesanan buket 'Congratulations on Your Promotion' untuk dikirim ke kantor fintech di Los Angeles. Dan yang harus menandatangani bukti dan biaya pengirimannya adalah...." Lila meletakkan telepon, wajahnya penuh dengan ekspresi ini bukan kebetulan.

"Kamu yang anter," perintah Lila langsung.

"Apa?—"

"Aku akan jaga toko selama kamu pergi, percaya sama aku," kata Lila.

***

Yuli memarkir mobil pick-up tuanya yang penuh dengan tanah dan daun kering di antara mobil-mobil mewah para eksekutif. Dengan penuh semangat, dia mengangkat buket bunga yang elegan dan berjalan masuk ke lobi yang dingin dan mewah.

Setelah melapor di resepsionis, seorang asisten muda yang ramah menyambutnya.

"Ah, untuk Pak Blake? Silakan ikuti saya. Untuk biaya dan tanda terima, perlu ditandatangani langsung oleh beliau. Ruangannya di ujung sini."

Yuli mengikuti langkah sang asisten.

Asisten itu mengetuk pintu yang bertuliskan "Senior Manager - Business Development".

"Masuk," suara dari dalam ruangan membuat seluruh tubuh Yuli menegang. Suara itu terdengar familiar.

Sang asisten membuka pintu. "Pak, ini dari toko bunga untuk pengiriman yang tadi. Perlu tanda tangan Bapak."

Yuli melangkah masuk, kakinya terpaku di tempat dan tatapannya terkejut.

"Terima kasih. Taruh saja di—" Jonas mengangkat kepalanya dari layar komputernya, dan kalimatnya terputus di tengah jalan.

Pria itu membeku. Mata yang dulu memandangnya dengan kerinduan dan keputusasaan di kamar hotel, kini membelalak dalam keheranan yang tak terkira. Wajahnya pucat dalam sekejap.

"Yu... Yuli?" ucap Jonas, suaranya nyaris tercekik.

Sekarang Yuli mengerti kenapa Lila menyuruhnya mengantarkan bunga ini langsung. Yuli memaksakan diri untuk bersikap profesional.

Jonas tampak seperti dirinya yang biasa—berkemeja putih lengan panjang, rapi, tapi ada lingkaran hitam samar di bawah matanya. Dia juga terlihat lelah.

"Ini... untuk tanda terima dan biayanya, Pak," ucap Yuli, berusaha keras suaranya tidak bergetar. Dia menyerahkan kertas dan kartu gesek ke meja.

Suasana ruangan itu menjadi tegang. Sang asisten muda yang cerdik merasa ada yang tidak beres dan perlahan mengundurkan diri. "Saya tunggu di luar, Pak."

Pintu tertutup. Mereka berdua sendirian.

Jonas berdiri perlahan, seperti mendekati hewan liar yang ketakutan. "Yuli... Aku... Aku tidak tahu itu kamu yang mengantarkan."

"Aku pemilik toko bunga. Kadang ya anter juga," jawab Yuli singkat, masih menghindari kontak mata.

"Tentang malam itu..." Jonas mulai, suaranya rendah dan penuh penyesalan.

"Tidak usah," potong Yuli cepat. "Tidak perlu dibahas. Itu adalah kesalahan. Kita sepakat itu adalah kesalahan, kan?" Akhirnya dia menatap tepat ke mata Jonas, sorot matanya berani. Yuli butuh konfirmasi. Butuh mendengar bahwa Jonas juga menyesal.

Jonas menunduk, napasnya berat. "Aku mencoba menghubungimu. Nomormu tidak aktif."

"Aku menggantinya." Jawaban Yuli datar.

"Yuli, aku... Aku minta maaf. Aku tidak seharusnya... kita tidak seharusnya..." Pria itu tak mampu menyelesaikan kalimatnya. Rasa bersalah terpampang jelas di wajahnya.

"Ini biayanya. Tolong ditandatangani. Saya masih ada pesanan lain," pinta Yuli, menunjuk kertas di meja. Dia ingin keluar dari sana. Sekarang juga.

Dengan tangan yang agak gemetar, Jonas mengambil pulpennya, menandatangani kertas itu, dan menggesek kartu. Tangannya hampir menyentuh Yuli, tapi dia dengan cepat menariknya.

"Sudah selesai, Pak," ucap Yuli, mengambil bukti pembayaran. "Selamat atas promosinya." Ucapannya terdengar hampa, seperti skrip yang dihapal.

Dia berbalik dan berjalan menuju pintu, tidak melihat lagi ke belakang.

"Yuli, tunggu!" Jonas memanggil, suaranya pecah.

Tapi Yuli sudah membuka pintu. Dia memberi isyarat pada sang asisten bahwa semuanya sudah selesai, lalu berjalan menyusuri koridor dengan langkah cepat, meninggalkan Jonas sendirian di ruangannya dengan buket bunga yang harum dan rasa bersalah yang jauh lebih menyengat dari aroma bunga mana pun.

Dia berhasil melewatinya. Tapi di dalam mobil pick-up, Yuli harus menepi sejenak karena tangisnya yang tak tertahankan akhirnya meledak. Pertemuan itu membuktikan satu hal: di balik penampilan profesionalnya, Jonas sama hancurnya dengannya. Dan itu justru membuat segalanya terasa sepuluh kali lebih menyakitkan.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Godaan Liar Suami Orang   Bab 10

    Tiga hari berlalu tanpa kabar dari Jonas.Awalnya, Yuli mengira Jonas hanya sibuk dengan rencana "pembebasannya". Tapi ketika panggilan demi panggilan tidak diangkat, dan pesan singkatnya hanya terbaca tanpa balasan, kecemasan mulai merayap seperti kabut di lembah. Ketenangan kota kecil itu tiba-tiba terasa menyesakkan. Setiap bunyi ponsel membuatnya terkejut, hanya untuk kemudian kecewa karena itu bukan Jonas.Khawatirnya berubah menjadi panik. Pikirannya melayang kepada skenario terburuk: apakah Karin sudah melakukan sesuatu padanya? Apakah Jonas celaka? Atau... yang paling menyakitkan... apakah dia telah berubah pikiran dan memilih untuk mundur, meninggalkannya sekali lagi dalam kesunyian?Yuli: Jonas, tolong jawab. Aku khawatir. Yuli:Apa kamu baik-baik saja? Hanya satu kata saja. Please. Yuli:Jika kamu sudah tidak ingin ini lagi, katakan saja. Aku akan mengerti.Pesan terakhir itu dikirim dengan air mata. Dia merasa dirinya sangat memalukan—seorang wanita yang ditinggalkan, menung

  • Godaan Liar Suami Orang   Bab 9

    Jaket itu menjadi pengobar kerinduan yang tak terbendung. Selama tiga hari berikutnya, percakapan mereka melalui pesan semakin intens. Jonas tidak lagi meminta lokasinya, tetapi dengan licin menyelipkan pertanyaan-pertanyaan kecil. Tentang udara, tentang pemandangan, tentang bunga apa yang mekar di sana. Yuli, yang hatinya telah lembek, menjawab tanpa curiga."Aku membayangkan kamu di antara hamparan hijau," tulis Jonas suatu malam. "Seperti dulu kita jalan-jalan ke kebun teh di dekat sekolah."Yuli, yang memang baru saja mengunjungi kebun teh, membalas tanpa berpikir panjang. "Di sini lebih indah. Kebun tehnya luas, menghadap langsung ke lembah. Udara nya sejuk dan bau tanahnya menenangkan."Itu adalah kesalahan yang fatal.Dua hari kemudian, pada sebuah Sabtu yang cerah, Yuli sedang menyiram tanaman kecil di pekarangan rumahnya. Bunyi derum mobil mendekat membuatnya mengangkat kepala. Sebuah mobil rental berwarna gelap berhenti persis di depan pagar kayunya.Pintu mobil terbuka. Dan

  • Godaan Liar Suami Orang   Bab 8

    Kabut pagi masih menyelimuti lembah ketika Yuli membuka jendela rumah kayu tua yang baru disewanya. Udara sejuk dan bau tanah basah menusuk hidungnya, sebuah sensasi yang jauh berbeda dari udara panas dan polusi kota yang telah ditinggalkannya. Di kejauhan, gunung menjulang dengan puncaknya yang tersembunyi di balik awan, diam dan kokoh, seolah menatapnya dengan sikap acuh tak acuh.Dia menarik napas dalam-dalam, berusaha menenangkan gemuruh di dadanya. Pelariannya ke kota kecil di lereng gunung ini terasa seperti mimpi sekaligus mimpi buruk. Di satu sisi, ketenangan di sini menyembuhkan. Di sisi lain, kesendirian justru membuat pikirannya semakin berisik, dipenuhi oleh bayangan Jonas, Karin, dan rasa bersalah yang tak kunjung usai.Briiing! Briiing!Suara telepon dari dalam saku jaketnya membuatnya nyaris melompat. Jantungnya berdebar kencang. Seperti biasa, nama "Jonas" terus-menerus muncul di layar. Sejak kepergiannya tiga hari lalu, ini sudah menjadi ritual. Dia mengabaikan panggi

  • Godaan Liar Suami Orang   Bab 7

    Tekanan itu mencapai puncaknya ketika Yuli menemukan setangkai bunga Hyacinth ungu—bunga permintaan maaf yang pernah disebutkan Karin—tergeletak di depan pintu kontrakannya, tanpa kartu, tanpa penjelasan. Itu adalah pesan. Sebuah pesan yang hanya dia dan Karin yang mengerti. Perang urat saraf itu berhasil; pertahanannya runtuh.Dia tidak bisa lagi tidur, tidak bisa makan. Setiap bayangan membuatnya terjaga. Keputusan yang sudah matang dalam pikirannya akhirnya diucapkan kepada Lila keesokan harinya di toko."Aku akan pergi, Lis," ucap Yuli, suaranya datar namun penuh keyakinan yang putus asa. "Aku butuh cuti panjang. Aku akan pergi ke luar kota, mungkin ke kampung halamanku atau ke suatu tempat yang tenang. Aku butuh... menjernihkan pikiran."Lila memandangnya dengan sedih. Dia melihat lingkaran hitam yang dalam di mata Yuli dan tubuhnya yang semakin kurus. "Apa ini karena dia? Karin?""Ini karena segalanya," jawab Yuli menghindar. "Aku lelah, Lis. Aku merasa terjebak. Aku butuh melep

  • Godaan Liar Suami Orang   Bab 6

    Keesokan harinya, Yuli memaksakan diri untuk membuka toko. Berlindung di balik rutinitas terasa lebih aman daripada terus-menerus mengurung diri di rumah yang kini terasa seperti sangkar kaca. Dia membereskan rak-rak bunga dengan tangan gemetar, setiap kali bel pintu berbunyi, jantungnya serasa mau copot.Lila, yang sudah mendengar kegelisahan Yuli, mencoba bersikap normal. "Santai aja, mungkin cuma kebetulan," bisiknya sambil merangkai bunga, meski tatapannya juga terus mengawasi pintu.Tepat pukul sepuluh pagi, ketika toko mulai ramai dengan pelanggan, bel pintu berbunyi lagi. Dan di sana, berdiri seorang wanita.Dia tidak perlu memperkenalkan diri. Elegan. Dingin. Seperti es yang dibungkus sutra. Gaun linen putihnya sederhana tapi mematikan, dan tas tangan yang digenggamnya cukup untuk membayar sewa toko Yuli setahun. Wanita itu adalah personifikasi dari segala ketakutan Yuli."Selamat pagi," ucap wanita itu dengan senyum tipis yang tidak sampai ke matanya. "Saya Karin. Apakah saya

  • Godaan Liar Suami Orang   Bab 5

    Cahaya pagi yang kejam menyusup melalui celah tirai, menyinari debu-debu yang berputar dansa di udara. Sinar itu pula yang membangunkan Yuli dari tidurnya yang gelisah. Untuk sesaat, kebingungan menyergapnya. Kehangatan tubuh di sampingnya, aroma Jonas yang familiar bercampur dengan seprai yang berantakan... lalu, kenangan semalam menghantamnya bagai gelombang pasang.Ciuman di depan pintu. Paksaan masuk. Gendongan. Dan... kelembutan sekaligus keganasan yang mengikutinya di atas kasur ini. Mereka sekali lagi tenggelam dalam lautan kenangan, mabuk bukan oleh alkohol, tetapi oleh ilusi masa lalu dan keputusasaan yang mereka rasakan di masa kini.Rasa bersalah yang tajam langsung menusuk dada Yuli, lebih menyakitkan daripada sinar matahari yang menyilaukannya. Dengan gerakan pelan-pelan, seperti mencuri, dia melepaskan diri dari pelukan Jonas yang masih terlelap. Wajahnya dalam tidur tampak begitu tenang, begitu damai, sebuah kontras yang menyiksa bagi Yuli yang hancur.Dia mengambil gau

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status