Karina masuk ke dalam proses dengan hati yang perih. Ia coba kuat, menyingkirkan hatinya yang masih ingin memiliki Jonathan, karena pada dasarnya, memang Jonathan masih jadi miliknya.‘Tapi Jo taunya aku sudah mati, terekubur di dalam tanah dan udah nggak akan bisa kembali. Sial!!! Kenapa perasaanku jadi kacau begini,’ batin Karina. Perempuan itu coba menengadahkan wajahnya mengangkat ke atas. menahan agar air matanya tidak sampai jatuh, Namun, tidak kuat, tetes itu tetap mengalir ke pipinya membuat basah. Terpaksa Karina menahan dan sedikit sesenggukan. Ia usap cepat bekas air matanya sebelum ketahuan orang. “Rin, kamu dicariin pak Arga. Katanya disuruh ke ruangannya. Map kamu ada yang ketinggalan di mejanya soalnya,” ucap admin lain yang baru saja mendapat telepon dari asisten Arga. “Map!” karina mencoba ingat, dan ada satu map yang terlupakan. Padahal map itu akan ditunjukkan dan dicocokkan dengan data di komputernya malah terlupakan. “Iya udah aku ambil.”“Eh sekalian titip i
Jonathan tidak bisa berpikir jernih. Bahkan siangnya saja, tidak merasakan lapar ataupun kepikiran untuk makan.Jonathan sedang berada di kantin para petinggi Internusa yang seperti restoran, memang menunya yang tersedia sangat istimewa, harganya pun hanya bisa dijangkau oleh mereka yang gajinya di atas rata-rata. Ada Laura yang menemani Jonathan di meja makan tempat dirinya berada. Ia merasa bergairah menikmati makan siangnya, berbanding terbalik dengan keadaan Jonathan.Laura sudah menyelesaikan suapan terakhir. Dia memang makan hanya sedikit, karena masih harus menjaga bentuk tubuh yang pro untuk karir di dalam dunia modelnya. Ia kemudian membersihkan sisa makanan yang mungkin membekas di ujung bibir, baru melihat ke arah Jonathan yang baru disadari hanya jadi patung sejak tadi. "Kok nggak makan?" tanya Laura. Melihat raut wajah dan isi piring milik Jonathan dengan teliti."Iya, nggak tau!""Kok nggak tau.""Nggak laper!""Jo, kamu kok gini sih. Please dong Jo. I Love you.""Ngga
Jonathan menatap gelisah. Ia hanya diam saja di sofa ruang tamu rumahnya. Ia belum bergerak sama sekali sejak pulang dari perusahaannya tadi. Duduk bersandar menatap langit-langit rumahnya dan kadang tampak memejamkan mata merasa lelah. Kenneth melihat itu sudah hampir satu jam lamanya. Ingin menegur Jonathan lagi, mengingatkan kalau sebaiknya bosnya itu segera mandi dan pergi istirahat. Namun, Kenneth sudah melakukan itu dan mau sampai berapa kali. Sedangkan dia sendiri juga bingung, sebenarnya apa yang terjadi pada bosnya. Yang dirinya tahu, Jonathan dan Arga sedang memperebutkan Karina. Kenneth putuskan membuat kopi hitam. Berharap dengan minuman itu, sedikit banyak bisa mencairkan suasana hati seorang Jonathan.Membawanya satu cangkir untuk Jonathan. Lantas ke ruang tamu dan meletakkannya di atas meja."Pak, ini kopi buat pak Jo. Apapun yang terjadi dan jadi masalah pak Jo hari ini. Saya merasa prihatin, kalau Pak Jo mau curhat. Saya siap dengarkan. Karena sedikit banyak saya t
Arga pulang malam itu, ia juga sempat menemui Azka, berpamitan layaknya seorang laki-laki yang begitu peduli pada anak kecil. Arga berusaha menunjukkan kalau dirinya mungkin bisa jadi ayah yang baik untuk Azka.“Makasih ya Om mainannya!”“Iya sama-sama. Nanti kalau Om kesini, kamu mau dibelikan sesuatu nggak?’’ tanya Arga yang masih menatap wajah kecil Azka.“Enggak Om, mainanku banyak!”“Wah bagus dong! Ya udah Om balik ya. Jagain ibu kamu!”“Iya Om!” Arga tersenyum dan berjalan pelan menuju mobil. Masuk dan sempat melambaikan tangan sebagai perpisahan. Lalu mobil Arga pun menghilang dari pandangan Azka dan Karina.Karina mengajak Azka masuk ke rumah. Di ruang tengah, ia melihat kotak mainan dari Arga masih utuh. Bahkan belum dibuka.“Azka!” panggil Karina.“Iya, ada apa Bu?”“Kok nggak kamu pakai mainan?” Menunjukkan kotak mainan dari Arga.“Aku udah ada mainan yang kayak gitu, kan beberapa waktu lalu ada yang mengirim banyak paket. Salah satu paket itu ada mainan yang kayak gitu.
Jonathan dan para ketua divisi akan mengadakan rapat pagi ini, tidak hanya itu. Kenneth juga Arga ikut serta.Terjadi perdebatan dalam rapat tersebut. Hingga bahasa yang sulit dicerna muncul dari kubu Jonathan juga Arga. Mereka berdua saling memberi alasan untuk tidak setuju pada ide masing-masing. Padahal kalau dijalankan sama-sama tentu akan membuat produk makin mendompleng pasar luar, tapi baik untuk Jonathan ataupun Arga ingin satu pendapat saja yang dipakai untuk rancangan kerja nantinya.“Ada apa sama dia, bicara kayak orang kesetanan. Atau mungkin pikirannya emang udah dicuci sama Laura, Perempuan itu emang bawa pengaruh buruk sama Jonathan,” ucap Arga saat siangnya dihabiskan bersama dengan Karina di kantin karyawan umum. Ia sengaja lakukan itu agar bisa menjauh dari Jonathan, dan tatapannya yang seharian ini cukup mencekik perasaan Arga.“Terus, kapan pak Jo dan Laura menikah?” tanya Karina. “Nggak tau, nanti kalau mereka berdua jadi nikah. Aku datang sama kamu ya!” Arga lal
Jonathan masih bingung dengan apa yang akan dilakukan. Sementara wajahnya sudah menatap Karina dengan sangat serius.“Ehm … ini makanan yang lezat dan ada sayurannya. Jadi, sangat baik untuk kesehatan!” jelas Jonathan. Karina memandang dengan wajah lebih serius. “Cuma itu alasannya?”Jonathan memperhatikan spion mobil di depan, tampaknya sopir yang jadi satu-satunya orang disitu tidak peduli dengan pembicaraan Jonathan dengan Karina. ‘Kalau aku beritahu disini, apa boleh! Ya ampun, aku udah nggak tahan Karin. Setelah kamu tau, apa aku boleh peluk dan cium kamu!’ batin jonathan. “Pak! Kok pak Jo diam lagi sih?” tanya Karina semakin bingung, pikirannya juga semakin bercabang kemana-mana. Membayangkan mungkin Jonathan sudah mengetahui kalau dirinya adalah Karina istrinya, dan juga tentang Azka.Namun, ponsel Jonathan tiba-tiba berdering. Ia yang tadi sudah bersiap ingin memberitahu Karina tentang dirinya yang sudah sadar. Bahwa Karina adalah istrinya jadi urung dulu. Sejenak Jonathan
Malam telah menjelma menjadi pagi. Karina telah beristirahat seharian kemarin di hari minggunya. Azka pun bisa bermain dengan Karina meski tidak sepanjang waktu, di hari minggu kemarin.Jonathan bisa melihat potret Karina yang bahagia bermain dengan Azka di hari minggu itu. Ia menyuruh Kenneth untuk mengunjungi Karina dan mengambil foto mereka diam-diam. Masih dalam perjalanan ke kantornya, Jonathan melihat foto tersebut sambil senyum-senyum sendiri. Ia menganggap, pasti akan bahagia kalau bisa berkumpul bersama Karina juga Azka. “Pak!!“Apa!” sahut Jonathan pada Kenneth. “Maaf, saya cuma mau tanya. Apa Nona Laura sudah berhenti mengganggu pak Jo?”Jonathan menatap ke arah kaca spion Kenneth. “Bukan Laura yang ganggu saya sekarang. Tapi, mama! Seharian kemarin, mama hubungi saya terus biar deketin Laura lagi.”“Oh!” Kenneth mengangguk.“Kira-kira gimana caranya ya, biar saya bisa bebas dari mereka. Apa saya harus kabur. Ajak Karina dan Azka sekalian.”Kenneth menarik nafas panjang
Jonathan menyuruh satpam membawa pria bajingan itu. Sempat menanyai, apa pria itu disuruh oleh seseorang. Bagaimana bisa staff Internusa melakukan tindakan bejat yang sangat tidak manusiawi. Yang paling tak disangka oleh Jonathan, mengapa juga harus Karina yang dapat perlakuan buruk itu. "Maafkan saya pak Jo, saya khilaf. Saya diimingi banyak uang sama Bu Laura!" “Apa! Laura!”Jonathan sudah duga kalau Laura ada di balik peristiwa ini. Pasti perempuan keji itu ingin menyingkirkan Karina."Bawa dia ke kantor polisi," ucap Jonathan memberi perintah pada satpam yang sudah ada di sampingnya."Pak maafin saya!" Jonathan tidak peduli permintaan konyol karyawan yang sudah berlaku buruk pada Karina. Ia sekarang berjalan mendekat pada istrinya yang masih ketakutan."Karin!" panggil Jonathan. Dia mulai menunduk meneliti istrinya. Ternyata, ada bagian bajunya yang robek.Jonathan melepaskan kemejanya, menyisakan kaos hitam yang melekat ketat. Lantas mengenakan kemeja itu pada Karina. Tanpa b