Bryan Davidson adalah pria berandal yang hobinya balapan liar, mabuk dan pergi ke diskotik. Ia di jodohkan oleh Ayahnya dengan wanita bercadar yang ingin merubah prinsip hidupnya. Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Voir plus"Aku tidak memesan minuman ini,” gumam seorang wanita dengan cadar yang menutupi sebagian wajah. Jemari lentiknya membetulkan kacamata yang dikenakannya. Ia mencari pelayang café itu, namun trlihat para pegawai café berlalu lalang dan masing-masing sibuk melayani pelanggan yang lain. Tidak ingin menunggu lama karena ia begitu haus dan sepuluh menit lagi kelasnya akan mulai, Zeliya akhirnya memilih bertindak sendiri. Mengembalikan minuman yang tidak dipesannya.
Tiga orang pria menginjakkan kaki di teras café. Di tengah hiruk pikuk orang yang berlalu lalang, mereka masih sempat tertawa-tawa sambil saling mengejek satu sama lain. Satu orang pria dengan tindik di telinganya, melangkah terbalik, karena ia sibuk berbincang sambil berjalan. Tanpa sengaja, punggungnya menubruk sesuatu.
“Aw, panas!” erang pria itu. Ia segera melepas jaket denim yang telah tersimbur minuman dan melemparnya ke lantai.
“Perhatikan jalan dengan baik, Mas,” ujar Zeliya setengah kesal, karena saat ia melangkah, punggung seorang pria tiba-tiba menuburuknya yang tengah membawa nampan berisi minuman cofe yang masih mengebul. Tanpa ingin mendengar kata maaf, Zeliya meneruskan jalan, namun suara pria menghentikannya.
“Hei wanita bercadar!” panggilnya. Zeliya merasa, semua pengunjung café memusatkan perhatian padanya.
Zeliya tidak menggubris, ia memiliki nama. “Hei!” teriak pria itu yang tanpa Zeliya duga, menarik ujung kerudungnya yang panjang dan membuat langkah Zelia terhenti. Emosinya tersulut karena kelakuan kurang ngajar dari pria tidak dikenalnya itu.
“Jangan kurang ngajar ya Mas, anda bisa saya laporkan,” ucap Zeliya yang kini menatap tajam seorang pria yang juga menatapnya tidak kalah tajam. Ia merasa telah dilecehkan karena pria asing itu berani-beraninya menarik kerudungnya.
“Hei hei sudah Bry, minta maaf sama ustadzah,” celetuk teman pria itu dibelakangnya. Bryan mengeluarkan nafas kasar. Masih tidak menyangka, wanita dengan cadar itu mengabaikannya beberapa detik lalu, dan kini malah menuduhnya kurang ngajar. Berani sekali.
“Apa? kurang ngajar kamu bilang? Kurang ngajar mana sama orang yang bahkan nggak minta maaf padahal udah numpahin kopi panas ke pakaian orang lain?” tanya pria yang dipanggil Bry.
Zeliya tidak menyunggingkan senyum remeh di balik cadarnya, pria didepannya ini yang ia tidak suka. Menyalahkan orang lain atas kesalahan yang dia buat sendiri. Bukankah kopi tumpah tadi salahnya dan Zeliya tanpa harus mendapat maaf, sudah melupakan kejadian itu. Tapi kenapa, pria itu malah memperpanjangnya? Kekanak-kanakkan sekali.
“Saya tanya, siapa yang jalan tapi kayak undur-undur? Anda ‘kan? Seharusnya anda yang meminta maaf,” jelas Zeliya.
Teman-teman Bry yang berada di belakang terkikeh pelan, mentertawakan Bryan yang dibilang seperti hewan bernama Undur-undur. “Diam!” sentak Bryan kepada kawan-kawannya.
“Sudahlah Bry, nggak usah diperpanjang, cuma urusan kopi tumpah doang,” sela temannya. Bryan tidak mau tahu, wanita bercadar ini telah mempermalukan dirinya di depan teman-temannya.
“Aku? Hei, wanita bercadar yang tidak tahu sopan santun. Penampilanmu aja yang sok alim, tapi nggak tahu cara menghormati orang lain. Apa di ajaran agamamu nggak diajarkan cara meminta maaf huh?”
“Jangan singgung agama saya ya. Itu tidak ada kaitan dengan perilaku saya. Dan, jika anda marah karena kopi ini tumpah di baju anda, salahkan diri anda yang berjalan tidak normal. Lagi pula, pakaian itu, tinggal di cuci, beres ‘kan? Saya nggak merasa salah, karena anda yang menabrak saya,” jelas Zeliya tidak mau kalah. Ia tidak bersalah disini, mengapa dirinya yang harus meminta maaf.
Ah, tugas kuliahnya menjadi terbengkalai dan ia bisa tidak jadi memesan minuman jika berlama-lama adu urat dengan pria di hadapannya ini. Zeliya menghembuskan nafas, lalu berbalik.
“Awas aja kamu,” ancam pria yang bernama Bryan yang masih di dengar oleh telinga Zeliya yang tertutup kerudung.
“Santai bro, jangan main urat sama wanita,” ucap Alex, pria berambut pirang dengan gaya undercut. Salah satu teman Bryan yang sedikit bijak. Sedangkan tiga temannya masih menertawakan Bryan yang tampak bodoh di depan wanita itu. Beraninya hanya menggertak.
“Diem nggak kalian?!” ancam Bryan sambil menunjukkan tinjunya ke arah dua orang temannya, Fernand dan Angkasa.
“Ampun-ampun.” Ferdinand yang wajahnya paling imut diantara teman-teman Bryan mengatupkan tangan, namun bibirnya tetap tersenyum.
“Kasian cewek bercadar tadi, lo bentak-bentak gitu ya ‘kan Lex?” Ferdinand bertanya hanya ia tujukan kepada Alex yang paling bijak diantara mereka.
Alex tidak menyahut lagi, ia menunjukkan sebuah catatan. Selain bijak, pria itu ternyata suka menulis. “Gue udah catat, jadwal kita seminggu ke depan balapan di mana aja,” kata Alex menyodorkannya pada Bryan yang wajahnya masih tidak karuan.
“Kita nggak pesan minum dulu gitu?” tanya Angkasa yang sedari tadi tenggorokannya sudah kering. Apalagi ditambah melihat Bryan yang kekanak-kanakkan mencoba melawan wanita bercadar. Bertambah haruslah dirinya.
“Ah iya, biar gue yang pesankan.” Ferdinand dengan sigap langsung berjalan ke arah pelayan dan memesan beberapa minuman yang sudah sangat ia hafal. Masing-masing teman-temannya memiliki kesukaan berbeda.
“Bry? Lo denger gue?” Alex menginterupsi karena saat ia menjelaskan jadwal dan jam yang telah ia catat, si ketua geng motor yang bernama Bryan itu malah melamun.
“Oh. Kita ada tanding sama Geng Kukuruyuk?” tanya Bryan langsung, karena geng motor yang telah diucapkannya adalah geng yang sudah menjadi musuh bebuyutannya.
“Ada, malam jum’at. Tapi tenang aja, persiapan kita sudah matang menghadapi mereka. Kalau seandainya ada baku hantam, aku udah siapin personel buat lawan mereka,” jelas Alex yang penuh perencanaan itu. Bryan hanya mengangguk, menyilangkan tangan di depan dada, lantas matanya menatap ke arah jaket denim yang teronggok di kursi kosong, Ferdinand yang mengambilkan untuknya.
Saat mereka tengah mengobrol, mata Bryan melihat wanita bercadar yang adu mulut dengannya berjalan ke arah parkiran. Entah dorongan dari mana, ia yang masih belum puas membalas perlakukan wanita itu, berpamitan sebentar kepada teman-temannya.
“Aku ke parkiran bentar,” pamit Bryan, membuat teman-temannya saling pandang, namun akhirnya mengangguk saja.
Brya mengambil jaketnya yang terkena tumpahan kopi. Sesampainya di parkiran yang tepat berada di bawah pohon beringin yang rindang, ia bisa melihat wanita bercadar itu tengah memakai helem dan bersiap tancap gas.
Zeliya mengaduh saat sebuah jaket melayang ke atas kepalanya. Matanya melotot begitu melihat pria yang tadi berurusan dengannya di café tengah menyeringai. “Kenapa kamu lempar ini ke saya? Nggak sopan,” sindir Zeliya tajam, ia melipat jaket denim itu walau hatinya dongkol.
“Untuk apa sopan sama orang yang nggak tau sopan santun huh? Kamu… cucikan jaket itu.” Bryan dengan seenaknya menyuruh Zeliya untuk mencucikan jaketnya.
“Anda kenapa sih? Bukankah urusan kita sudah selesai di café tadi? Dan kenapa, saya harus mencucikan baju anda?” tanya Zeliya, ia rasanya ingin melemparkan lagi jaket denim itu ke arah wajah pria dengan perawakan tinggi itu. Namun ia urungkann, kejahatan tidak harus dibalas dengan kejahatan. Zeliya menaruh jaket denim yang sudah terlipt itu di tanah.
“Hei, itu jaket mahal. Walau kamu menjual motor bututmu itu, nggak akan mampu untuk membelinya.” Bryan berkata dengan angkuh sambil menunjuk-nunjuk jaketnya.
“Saya nggak peduli,” balas Zeliya datar. Ia menaiki motornya, namun tanpa ia duga, kuncinya justru di rampas paksa.
“Kembalikan!” pinta Zeliya, emosinya mulai tersulut kembali. Mengapa pria ini bergitu menyebalkan?
“Nggak, sampai kamu mencucikan jaket ku.”
Zeliya mendengus, ia harus buru-buru ke kampus, “Iya. Kembalikan kucinya, aku buru-buru.”
Zeliya menengadahkan tangan, Bryan tersenyum puas seraya memberikan kunci motor itu, namun tidak sengaja tangan mereka bersentuhan, membuat Bryan seketika menatap ke arah tangannya. Ada rasa aneh dalam dirinya, namun ia menepisnya.
"Setelah semua yang aku lakukan, adakah jalan tobat bagi wanita seperti aku ini, Zeliya?" lirih Selena seolah terdengar berputus asa. Zeliya mengusap bahunya lembut."Jangan pernah berputus asa, Allah itu maha pengampun. Justru, Allah senang kalau hamba-hamba yang melampaui batas datang kembali padanya. Kamu sudah menyesali semua perbuatanmu, Selena. Kamu hanya perlu memperbaiki diri, hijrah dan banyak solat tobat diiringi istighfar.""Setiap aku ingat momen-momen itu, rasanya malu dan marah pada diriku sendiri.""Itu masa lalu, Selena. Allah nggak akan liat masa lalumu, yang penting masa depanmu ini kamu gunakan sebaik-baiknya buat taat sama Allah, juga membesarkan anakmu dengan sepenuh hati. Dia bisa jadi ladang pahala buatmu.""Aamin, terimakasih Zeliya. Hanya kamu yang nggak menghakimi aku, semua keluargaku mengusirku, menatapku seolah aku adalah wanita yang hina, pelacur dan tidak pantas hidup. Aku bener-bener nggak tau lagi harus gimana.""Ka
Kehamilan Zeliya mulai beranjang memasuki trimester ke dua, dimana moodnya mulai semakin membaik. Ia pun tidak lagi terkena morning sickness yang membuat ia dan suaminya kepayahan sendiri dengan keadaan yang berbeda setelah dinyatakan positif hamil.Hari ini, suami istri itu terlihat sudah rapi dan bersiap-siap untuk melakukan cek kehamilan serta untuk melakukan USG tentang jenis kelamin bayi mereka. Bryan yang sebenarnya memaksa ikut sang istri untuk cek kandungan."Kamu tahu sayang, Ibu-ibu diluar sana banyak yang mengeluh karena suami mereka nggak pernah sama sekali ikut pemeriksaan kandungan. Kalau aku seperti mereka diluar sana, kayaknya aku bener-bener jadi Ayah yang merasa sangat bersalah, bukan pada anakku, tapi pada istriku, Ibu dari anakku itu," ungkap Bryan sembari mengusap kerudung istrinya."Akhir-akhir ini kamu mahil menggombal Mas," komentar Zeliya yang merasa perkataan suaminya amat sangat manis terdengar ditelinga."Masa? bikin kamu makin cinta ya?" goda Bryan dengan
Zeliya beranjak dari sajadahnya karena mendengar suara ketukan pintu dan suara orang mengucap salam. Dahinya mengernyit, tumben malam-malam begini ada tamu laki-laki ke rumah Ibunya, kira-kira siapa? "Wa'alaikumussalam, iya sebentar," jawab Zeliya, ia memasang cadar, lalu membuka pintu. Matanya membulat melihat siapa yang datang. "M-mas, k-kenapa kamu ada di sini?" bisik Zeliya lirih. Ia hampir tidak percaya ada sang suami di depan matanya, pasalnya tadi sore Bryan terlihat muak sekali melihat dirinya. Tapi kenapa kini menemuinya? "Sayang, maafkan aku," lirih Bryan dengan raut menyesal. "Siapa tamunya Nak?" Ibu Zeliya bertanya sembali menyusul keluar dari kamar. "Loh, suamimu Nak, ayo ajak ke dalam, malah pada bengong di luar, gimana tho." Syifa tersenyum menyambut menantunya. Bryan segera bersalaman dan menciumi tanyan mertuanya. "Maafkan Bryan Bu, maaf." Wajah Bryan terlihat lesu dan merasa bersalah. Ia pikir istrinya sudah menferutakan keburukan dirinya kepada Iby mertua. "Eh
Bryan terkejut karena Alex mengatainya 'Bajingan' padahal dulu pria itu hampir tidak pernah melakukannya, walau mereka masih sama-sama satu geng motor. Sahabatnya yang satu itu merupakan satu-satunya yang memiliki kata-kata lembut. Berbeda dengan Angkasa dan Ferdinand. "Gue ke rumah lo sekarang," ucap Alex dengan nafas memburu. Walau badannya terasa lelah, karena pekerjaan kantor yang membabi buta, ia rela untuk lebih lelah lagi, semata demi sahabatnya yang bodoh itu. Bagaimana bisa, Bryan masih tidak mengambil pelajaran dari kisah di masa lalu? Bisa-bisanya pria itu mengusir istri solehahnya karena terprovokasi dan cemburu oleh pria lain yang pernah berhubungan dengan istrinya di masa lalu. Alex benar-benar harus mendisiplinkan Bryan. Pria itu masih saja kekanak-kanakkan, walau sudah menjadi seorang suami. "Mau ngapain lo ke rumah gue?" tanya Bryan seperti orang bego. Alex lebih memilih mematikan ponselnya, daripada Bryan terus menelponnya untuk meminta penjelasan. Buat apa ia ke
Teringat kembali kata-kata suaminya, Zeliya kembali menitikkan air matanya. Bryan terlihat murka ketika tahu bahwa dirinya pernah berhubungan dengan seorang pria di masa lalu. Tapi, ia berani bersumpah, tidak pernah disentuh oleh Reno, dalam artian kehormatannya tidak pernah ia gadaikan kepada pria brengsek itu."Mas... Kalau kamu mau dengerin aku..." lirih Zeliya, berdiri mematung di depan kamar. Ia tahu Bryan pasti mendengarnya, tapi pria itu memilih diam tanpa menyahut. Tidak ingin membuat suaminya semakin murka, akhirnya Zeliya memutuskan untuk pergi dari rumah, karena toh suaminya sudah menyuruhmya untuk pergi. "Mas, kalau kamu ingin aku pergi, aku akan pergi," ucap Zeliya sembari menyeka air mata. Ia hanya ingin membiarkan Bryan untuk mencerna semua yang terjadi. Pria itu sedang lelah karena pekerjaan ditambah kedatangan pria bernama Reno yang pasti sudah mengatakan yang tidak-tidak tentang hubungan sang istri dan pria itu."Tapi, aku mau pergi kemana? Kalau ke rumah Ayah, nant
Zeliya kembali ke kamar mandi karena ia merasa mual terus menerus, bahkan wajahnya sudah pucat saat ini. Sudah lima kali ia memuntahkan isi perutnya, walau hanya air. Kepalanya pun sangat pening, padahal ia ditarget oleh dosen pembimbingnya untuk menyelesaikan revisi bab dua skripsinya."Zeliya!" panggil Bryan dengan namanya, bukan seperti panggilan biasanya. Zeliya yang hanya mendengar sayup-sayup panggilan itu menyahut dengan lirih dengan keadaan tubuh yang lemah.Derap kaki yang terdengar, membuat Zeliya segera keluar kamar mandi dan mendapati wajah Bryan yang lelah, bahkan pria itu kini memiliki kumis sedikit di bagian bibirnya, mungkin tidak sempat cukur. Zeliya memaksakan senyum manisnya."Kamu udah datang Mas? kamu minum apa?" tanya Zeliya. Kini ia hanya berpakaian tank top, karena ia baru selesai mandi namun ternyata ia kembali muntah terus menerus dan belum sempat berpakaian. Bryan menatap tubuh istrinya dari atas ke bawah, tubuh yang ternyata tidak han
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Commentaires