Share

I Hate You, I Love You
I Hate You, I Love You
Penulis: Miss L

Kejadian Tak Terduga

Alana Handoko yang biasa dipanggil Lana bersama dengan sahabatnya, Sinta menikmati waktu mereka bersenang-senang layaknya anak muda lainnya. Berbelanja di pusat perbelanjaan dan berpesta di sebuah club malam. Hari ini Alana menemani Sinta ke salah satu pusat perbelanjaan. 

“Aku pengen deh beli baju couple gitu buat kita berdua. Seksi dress yang buka sana sini, kekurangan bahan,” ucap Sinta bersemangat. 

“Aduuh, mentang-mentang uang beasiswanya sudah cair jadi mau berfoya-foya nih,” ejek Alana. 

“Foya-foya sedikitlah sebagai reward myself gitu, Lan. Kasihan kan otakku kalau digunakan untuk mikir pelajaran terus sekali-sekali memberikan penghargaan untuk diri ini.” 

“Iya deh. Aku juga baru dapat kiriman nih dari Ayah.”

“Ga usah khawatirkan apapun. Hari ini aku yang traktir dan bayarin semuanya.” 

“Jangan kali Sin. Sayang uangmu.” 

“Tenang-tenang aku mau jadi crazy rich sementara dulu pura-pura jadi kaya raya dulu walau cuman sehari.” 

“Hahaha, ga apa-apa lah ya walau cuman sehari setidaknya sempat merasakan jadi crazy rich.” 

“Betul sekali.” 

Alana dan Sinta tertawa bersama. Mereka berdua sangat menikmati waktu bersama setelah selesai ujian tengah semester. Keluar masuk ke butik-butik merek ternama di salah satu pusat perbelanjaan. Walaupun memiliki uang, tapi membeli pakaian yang sesuai dengan kemampuan mereka. Tidak terlalu mahal ataupun terlalu murah yang penting pas di body, pas juga dikantong mahasiswa semester 7 tersebut. 

Tiba-tiba Sinta menarik lengan Alana. “Lan, lihat itu dress nya cantik dan seksi sekali.” Mata Sinta berbinar-binar saat melihat dress yang ada di etalase butik. 

Alana menoleh ke arah pandang Sinta. “Iya. Cantik banget mana seksi lagi dengan belahan dada rendah mana warnanya hitam lagi.” 

“Beli ah…” Sinta langsung menarik Alana masuk ke dalam butik. 

Sinta dan Alana langsung mencoba dress hitam tersebut. Saling melihat diri mereka sendiri di depan cermin. 

“Aku kelihatannya langsing amat di sini,” ucap Alana memuji dirinya sendiri. 

“Sama Lan. Aku juga kelihatan langsing, seksi dah. Aku tak menyangka, apa ini karena dress nya atau kita yang memang cantik dan langsing,” ujar Sinta. 

“Sepertinya, kita yang memang cantik mempesona deh ini,” kata Alana. 

Sinta menatap Alana dan berkata, “aku bayarin dress ini.” 

Alana menggelengkan kepalanya. “Ga usah. Kita bayar sendiri-sendiri aja.” 

Sinta memicingkan matanya, “sudah aku bilang biarkan hari ini aku yang membayarnya. Kamu sudah banyak banget bantu aku. Kamu harus nurut dan sama sekali ga boleh protes.” 

“Tapi Sin.” Alana menjadi tidak enak sendiri. 

“Ga ada tapi-tapian. Nurut atau kita musuhan.” 

Akhirnya, Alana menyetujui perkataan Sinta. Ia tidak ingin persahabatan mereka jadi rusak hanya karena uang. Sinta tersenyum begitu Alana menyetujui kalau ia yang akan membayar dress tersebut. Setelah hampir 4 tahun mereka tinggal bersama di rumah kontrakan baru kali ini ia bisa membelikan sesuatu untuk sahabatnya. 

Sinta sangat bersyukur bisa bertemu Alana. Ia hanya seorang gadis yatim piatu yang berasal dari Klaten, Jawa Tengah dan berhasil mendapatkan beasiswa di Universitas Indonesia. Alana begitu banyak membantu biaya hidup sehari-harinya. Ia memiliki hutang budi begitu besar pada Alana dan keluarganya. 

Setelah puas berbelanja Sinta mengajak Alana untuk makan siang di salah satu restoran Jepang. 

“Terima kasih yaa, Sin,” ucap Alana. 

“Terima kasih untuk apa?” tanya Sinta heran. 

“Kamu sudah membelikan aku dress hitam tadi.” 

“Astaga, Lana. Ga apa-apa kali baru kali ini aku bisa membantumu. Kamu, Pakde Budi, Bude Anita yang udah banyak bantu aku, loh. Aku yang seharusnya bilang terima kasih ke kalian.” 

“Ah, kamu bisa aja sih, Sin. Kita kan bestie jadi biasalah itu saling bantu membantu.” 

“Hahaha, siap bestie.” 

Alana dan Sinta kembali makan dengan lahap. Perut mereka  memang sudah kelaparan dan harus segera diberikan asupan gizi agar siap untuk menjalani hidup. 

“Lan, gimana kalau nanti malam kita ke klub?” tanya Sinta dengan bersemangat. 

“Hmm, boleh juga nih usulmu. Kita kan sudah lama juga ga joget-joget gila.” Alana juga ikut-ikutan bersemangat. 

“Betul sekali sekarang saatnya kita menikmati masa muda, mumpung masih muda dan kuat buat ajib-ajib, haha.” 

Setelah puas makan dan berbelanja Alana dan Sinta kembali ke rumah kontrakan mereka. Dengan hebohnya mereka membongkar barang belanjaan dan bersiap-siap menuju klub malam di bilangan Kemang, Jakarta Selatan menggunakan dress hitam yang mereka beli tadi. 

“Ready Miss Alana Handoko,” ucap Sinta. 

“Yes, I am ready Miss Sinta Amalia.” Balas Alana. 

Dengan menggunakan city car warna putih milik Alana, mereka segera melajukan mobil dengan kecepatan tinggi berangkat menuju kawasan Kemang yang banyak terdapat klub malam. Terlihat kalau Alana dan Sinta begitu bersemangat menghabiskan malam ini dengan berpesta. 

Setibanya di klub malam terdengar suara hingar-bingar yang memekakan telinga. Suara musik yang dimainkan oleh disc jockey membuat siapapun yang mendengarnya ikut menggoyangkan tubuh mereka mengikuti alunan musik seakan berada di dunia tanpa mengenal waktu, kemarin, dan esok. 

“Aku paling suka kalau udah ke klub Venus deh. Asyik banget kalau ke sini,” ucap Sinta. 

“Iya sama. Nih klub suara musiknya enak banget di kuping. Belum lagi pencahayaan dan dekorasinya keren banget,” ujar Alana. 

Alana dan Sinta menggerakan tubuh mereka mengikuti suara musik disc jockey. Tak lupa memesan minum-minuman beralkohol. 

“Lana, ayo minum lagi,” ucap Sinta sambil menuangkan botol minuman beralkohol di gelasnya. 

“Terima kasih Sinta. Kamu memang yang terbaik,” ujar Alana langsung meminumnya. 

“Kita nikmati malam ini, Lan tanpa mengingat lagi hari esok,” teriak Sinta. 

“Tentu Lan, kita mabuk sampai pagi.” Alana terus menikmati malam ini tanpa menghiraukan hari esok. 

Malam semakin larut keadaan Sinta dan Alana semakin mabuk. Rasa panas masih membakar tenggorokan, sisa masam alkohol masih mencengkram langit-langit mulutnya membuat mereka memutuskan untuk kembali ke rumah kontrakan mereka. Pandangan Alana mengabur membuatnya berjalan dengan tak tentu arah menuju parkiran mobil. 

“Sin, aku ga bisa nyetir deh,” ucap Alana dengan memegang kepalanya. 

“Iya. Aku aja yang nyetir. Toleransi minum ku kuat gak kayak kamu,” ujar Sinta. 

“Nih kunci mobil.” Alana menyerahkan kunci mobil pada Sinta. 

“Kamu tiduran aja di kursi belakang daripada di sebelahku.” 

“Iya.” Alana membuka pintu belakang mobilnya dan duduk bersandar. 

Sinta mengambil alih kemudi dengan cepat mengemudi walau terkadang tak berarah. Kepala Alana yang terasa begitu berat membuatnya membaringkan tubuhnya di atas kursi, ia mengantuk hingga sempat terlelap sejenak. Namun, tiba-tiba guncangan hebat dan suara decitan rem kencang menarik paksa kesadaran Alana. 

Mobil yang dikendarai Sinta berhenti dengan oleng nyaris menabrak pembatas jalan. 

Eh, ada apa ini? Nabrak apa nih. Alana berkata pada batinnya. 

Jantung Sinta seakan berhenti, badannya bergetar. Dengan panik ia keluar mobil untuk memastikan apa yang telah ditabraknya. Mata Sinta terbelalak tak percaya dengan apa yang telah dilihatnya. Seorang gadis kecil terkapar bersimbah darah     aspal. 

Wajah Sinta seketika memucat. Rasa mabuk yang menderanya seakan menghilang. Ia mengerjapkan matanya dua kali memastikan apa benar yang telah terjadi. Dengan ketakutan ia menggunakan kakinya menyentuh tubuh kecil yang tergeletak di jalan. 

“Aku harus segera pergi dari sini mumpung sepi ga ada orang,” gumam Sinta ketakutan. 

Dengan cepat Sinta masuk kembali ke dalam mobil. Dibalik kemudi ia menarik napasnya mencoba untuk menenangkan diri. 

“Tadi kenapa? Apa kamu nabrak sesuatu?” tanya Alana kebingungan. 

“Ga ada terjadi apapun kok. Aku tadi cuman nabrak hewan,” ucap Sinta. 

“Ooh, ya udah. Aku mau tidur lagi.” Alana tanpa curiga kembali menutup matanya. Ia sangat mengantuk ingin segera tidur di atas tempat tidurnya yang empuk. 

Sinta merasa semuanya aman dengan cepat melajukan mobil tanpa menghiraukan apapun lagi. Akan tetapi yang tidak diketahuinya sebuah Closed Circuit Television atau CCTV merekam semua yang telah terjadi. Menjadi saksi bisu bagaimana seorang gadis kecil berusia 5 tahun meregangkan nyawa. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status