Sementara itu Reynar dengan perasaan kecewa, marah, sedih, dan berbagai macam perasaannya yang lainnya berkecamuk di dalam hatinya. Ia masih belum bisa menerima hilangnya wanita yang mulai ia cintai. Ia masuk ke dalam kamar rawat Alana, ia berharap wanita itu masih ada di sana dan bersembunyi darinya.Saat ia masuk, ia melihat ada Alana yang tersenyum padanya. Wajah Valencia terlihat sangat cantik dengan rambut sepundak yang berwarna pirang. "Lana... kamu masih di sini?" ucap Reynar tak percaya. "Iya Rey. Aku masih ada di sini.” Alana tersenyum melihat Reynar. "Aku pikir kamu pergi." Reynar langsung menghambur di kepelukan wanita yang ia cintai. "Aduuh, Rey, peluknya jangan keras-keras dong. Aku susah bernapas." "Maafkan aku sayang ... aku hanya khawatir kamu pergi lagi." "Lihat aku, Rey. Aku tidak pergi, aku ada di sini bersamamu." "Iya aku tahu, kamu tidak akan mungkin meninggalkan aku, 'kan?"Alana tersenyum dengan lembut menatap Reynar. Reynar merasakan Alana menyen
Rasa cinta dan sakit terkadang saling beriringan membelai hati yang terluka. Membuat rasa cinta yang begitu mendalam berubah menjadi sakit bahkan mampu menjadi dendam. Tak ada satupun obat yang bisa menyembuhkan rasa sakit di dalam hati selain merelakan semua rasa yang ada.Baru beberapa jam Alana berada Yudi membuatnya merasa begitu resah. Hanya ada ia dan Frans saja di sana. Yudi sudah mengatakan padanya kalau besok ia akan pergi dari Jakarta. Tapi, bagaimana dengan Anita, Mamanya. Yudi sudah berjanji akan membawa Anita bersamanya. Suara pintu terdengar berderit saat Frans membuka pintu kamar Alana. Alana menoleh ke arah pintu dan tersenyum tipis melihat Frans datang sebuah amplop coklat di tangannya. “Nona Alana ini data-data Anda,” ucap Frans memberikan amplop coklat tersebut pada Alana. “Kapan Mamaku ke sini?” tanya Alana pada Frans. Frans hanya diam tanpa menjawab pertanyaan Alana. Hal tersebut membuat Alana bingung. “Kenapa kamu diam saja Frans?” tanya Alana lagi. “Bisakah
Suara bel pintu apartemen yang terus berbunyi membuat Reynar kesal. Dengan langkah kaki yang tak bersemangat ia pun membuka pintunya. Matanya terbelalak melihat sosok tamu yang sangat dikenalnya. Wanita yang ada di depannya tersenyum tipis. “Aira!” ucap Reynar tak percaya. “Hai, Rey,” sapa Aira. Reynar mengernyitkan dahinya melihat Aira bersama seorang anak laki - laki. Ia heran kenapa mantan kekasihnya tersebut tiba - tiba muncul di hadapannya setelah bertahun - tahun tidak ada kabar apapun. “Mami, itu siapa?” tanya seorang anak laki - laki yang sedari tadi menggenggam tangan Aira. Aira menatap anaknya dan berkata dengan lembut, “tunggu sebentar yaa, Nak.” Reynar hanya memperhatikan Aira dan anaknya tanpa satu patah kata pun keluar dari bibirnya. “Boleh aku masuk Rey?” tanya Aira. “Buat apa?” ucap Reynar dingin. “Aku hanya ingin bicara sebentar aja sama kamu.” “Aku rasa tidak ada yang perlu kita bicarakan Aira.” “Tapi ini sangat penting Rey.” “Lebih baik kamu pulang. Aku
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 1 jam, akhirnya Alana tiba juga di Denpasar, Bali. Alana menunggu mobil jemputan dari Yudi, tapi ada yang aneh. Ia melihat Frans terlihat gelisah membuatnya penasaran. “Kamu kenapa Frans?” tanya Alana. “Hmm, apa kamu yakin akan ikut rencana Yudi,” ucap Frans menatap Alana serius. “Apa maksudmu, Frans? Aku bingung sendiri.” Frans menatap Alana. Ia ingin mengatakan sesuatu pada gadis tersebut, tapi ia ragu. Sebenarnya, ia mengetahui kalau Yudi hanya sementara saja membawa Alana ke Bali. Bagaimanapun, Yudi sahabat Reynar bisa saja ini hanyalah rencana Yudi agar bisa membawa Alana kembali pada Reynar. Semakin Frans memikirkannya tiba - tiba telepon genggamnya berdering. Tertera nama Yudi layar ponselnya. “Halo, Pak,” sapa Frans. “Sudah sampai ya di Bali,” ucap Yudi. “Sudah Pak.” “Mana Alana, aku mau bicara dengannya.” “Baik Pak.” Frans memberikan telepon genggamnya pada Alana. “Halo, Yud,” sapa Alana.“Hei Lan. Gimana kabarmu?” tanya Yu
Hari ini Yudi akan kembali ke Jakarta melalui private jetnya. Meskipun, ia enggan satu pesawat dengan Sinta, tapi tidak punya pilihan. Lebih baik Sinta ikut bersamanya dari pada Sinta kabur. Yudi menghubungi Joe untuk menyiapkan gudang di rumahnya sebagai tempat penyekapan buat mengurung Sinta. Ia benar - benar muak dengan wanita yang rela mengorbankan temannya sendiri demi keuntungan pribadinya. Sinta tergeletak tak berdaya di lantai yang dingin. Badannya terasa remuk redam atas perbuatan dua anak buah pria yang menyiksanya. Dua orang pria memperkosanya secara bergantian membuat bagian kemaluannya kesakitan. Meskipun, ia sering melakukan hubungan intim dengan kekasih - kekasihnya dulu, tapi baru kali ini dipaksa melayani laki - laki yang sama sekali tidak dikenalnya. Air mata mengalir di pelupuk matanya. Suara pintu yang terbuka kasar membuat Sinta terkejut. Seketika matanya membuat saat tahu Yudi masuk ke dalam ruangan tempatnya disekap. Ia ketakutan, apa lagi yang akan mereka lak
Yudi sudah tiba di Jakarta menyuruh Bill mengurung Sinta di gudang yang telah dipersiapkan oleh Joe. Joe dan Bill mengikat tangan Sinta kebelakang dan mendudukkannya di atas kursi. Yudi menghubungi Reynar dan memberitahukan kalau ia sudah memiliki bukti - bukti kalau Alana tidak bersalah. “Hei Bill, apa kabar?” tanya Joe. “Kabar baik Joko. Sudah lama yaa kita ga bertemu,” ucap Bill. “Kebiasaanmu deh Bimo kalau memanggil aku itu Joko. Kita itu di Jakarta loh bukan di Wonogiri lagi jadi ojo manggil jenengku Joko to Bim.” Joe menatap Bill kesal. “Ora ono wong juga ki loh. Ora masalahlah aku manggil jenengmu nganggo bohoso Jowo. Kan dewe ki podo - podo asale Wonogiri.” -Tidak ada orang juga nih loh. Jadi ga ada masalahlah aku manggil namamu menggunakan bahasa Jawa. Kan kita sama - sama asal Wonogiri- “Iyo sih, tapi ojo sering - sering. Isin tenan aku. Wis apik ki loh, Joko jadine Joe terus jenengmu yo apik, Bimo jadine Bill. Wis kurang opo meneh toh ki.” -Iya sih, tapi jangan keser
Aira melancarkan aksinya untuk datang ke rumah orang tua Reynar. Ia mengenal Rendi dan Vena karena rumah mereka dulu bertetangga, walau sekarang sudah tidak lagi. Ia teringat pada masa lalunya dengan Reynar, Yudi, dan Martin. Mengingat Yudi membuatnya sangat marah, jengkel karena telah menolaknya. Sedangkan, Martin dulu sudah pernah berhubungan intim dengannya. Lamunan Aira tentang masa kecilnya yang begitu bahagia saat Chester memanggil namanya. “Mami kita ke mana?” tanya Chester penasaran. “Ini rumah siapa Mi?” “Ini rumah kakek dan nenekmu, Che,” ucap Aira lembut. “Kakek, nenek? Bukannya rumah kakek dan nenek ada di sana bukan yang ini.” “Ini rumah orang tua Papimu. Nanti bersikap yang sopan yaa Nak.” Aira menatap putranya dan Chester menganggukan kepalanya menuruti permintaan Aira, Ibunya. Kedatangan Aira ke rumah keluarga Adiwangsa di sambut oleh Vena. Vena dari dulu menyukai Aira, tapi hubungan Aira dan Reynar kandas di tengah jalan. “Apa kabarmu, Aira?” tanya Vena memeluk
Keesokan harinya Reynar berbicara dengan Wildan. Setelah semalaman ia berpikir dengan kematian Felicia dan semua perkataan Sinta tentang keadaan keponakan yang sudah dianggapnya seperti putrinya sendiri. Benarkah kalau Felicia sudah di jalan sebelum ditabrak oleh Sinta? Wildan yang juga sudah mengetahui tentang penyebab kematian Felicia semakin curiga kalau Reva Wijaya lah pelaku sebenarnya. Ia harus memberitahukan pada Reynar bahwa terlalu banyak keganjilan dan Alana harus mendapatkan keadilan. Sudah banyak penderitaan yang dilalui Alana karena dendam yang salah alamat. “Club malam itu milik siapa?” tanya Reynar. “Waktu itu saya sudah menyelidikinya Pak Reynar. Pemiliknya, Wandi Wijaya.” Reynar terperangah tak percaya ternyata pemilik calon ayah mertuanya sendiri. “Loh, bukannya kamu bilang kalau dulu pemiliknya bukan Wandi Wijaya?” “Sebenarnya club malam tersebut dulu milik Pak Rudi sebelum dibeli oleh Wandi Wijaya, tapi untuk administrasinya dan surat menyuratnya masih terdaft