"Mba Ningsih, kenalin ini calon istri aku, namanya Luna." Fathir membawa gadis cantik tinggi semampai berpakaian modis.
Aku melihatnya dari atas ke bawah, penampilannya badai, serasi dengan adikku yang tegap dan atletis itu kini menjadi abdi negara.Aku anak pertama dari tiga bersaudara, adikku yang kedua bernama Chintya, dan si sulung bernama Fathir. Aku dan Chintya hanya terpaut tiga tahun. Itu berarti, aku dan Fathir berjarak enam tahun.Aku menikah dengan seorang lelaki bernama Rival, kami mempunyai anak satu yang saat ini berusia lima tahun, sedangkan adikku Chintya pun juga sudah menikah dan mempunyai anak berumur satu tahun.Tinggal si bungsu Fathir, yang rencananya menikah tiga bulan lagi.Ibu menatap Luna tanpa berkedip. Kulitnya putih mulus, wajahnya glowing ber makeup natural. Rambutnya lurus sebahu di warna blonde yang terlihat dari hasil salon mahal, memakai atasan sabrina yang melihatkan pundaknya yang mulus, serta jeans selutut dan flatshoes berwarna senada dengan atasan nya. Jam FOSSIL yang jutaan harganya, tak lupa tas jinjing merk terkenal terpaut di tangannya.Sempurna sekali.Luna menyalami Ibu, mencium tangan dan menampilkan senyum terbaiknya.Entah kenapa, hatiku merasa kurang sreg dengan Luna.Kupandang Chintya yang asyik menyuapi Kiara, anaknya. Chintya terlihat cuek dan biasa saja."Jadi kapan Le, Ibu sama Bapak melamar ke rumah Luna sekalian meresmikan tanggal nya?," Ibu menatap fathir. Anak lelaki satu-satunya."Orang tua Luna sudah meninggal Bu, hanya ada Paman dan Bibinya saja sebagai walinya. Inshaa allah lusa sekeluarga kesana."Aku sibuk memperhatikan Luna, gadis itu asyik dengan ponselnya, sesekali tersenyum. Mengabaikan Ibu dan Fathir yang berdiskusi.'Kelewatan banget sih, penampilan sama akhlaqnya jauh berbeda' batinku dalam hati.Bener-bener nih bocil.
Karena usianya terpaut empat tahun dibawah Fathir, itu berarti jarak usianya denganku terpaut cukup jauh, yakni sepuluh tahun.Dasar bocil !****"Kan kamu udah janji, Mas kalau uang kondangan dikasih ke aku semua. Kenapa sekarang kotak nya dipegang Ibumu sih. Keterlaluan," ujar Luna sebal.
"Sabar dulu Lun, baru juga selesai, Ibu cuma menyimpannya. Kamu tenang aja ya, Ibuku bukan orang yang kayak gitu kok. Besok pasti kotaknya dikasih ke kita. Percaya sama Mas." Fathir terlihat menenangkan."Oke, awas aja kalo besok pagi kotaknya gak kamu ambil, bisa aja Ibumu sudah membongkar dan mengambil sebagian. Sisanya baru dikasi ke kita.""Enggak Sayang, udah sekarang mending tidur. Mas janji kok besok kotaknya buat kamu. Sayangnya Mas jangan marah terus dong."Aku yang hendak ke dapur membuatkan susu untuk anakku tak sengaja menguping percakapan pengantin baru itu, yang bahkan baru beberapa jam SAH menjadi suami-istri.'Astaghfirullahaladzim, bener-bener ya si Luna. Perasaanku ndak salah, Luna memang gadis matre dan bisa-bisanya Fathir patuh'Aku meneruskan niatku menuju dapur.Malam ini semua menginap di rumah Bapak&Ibu karna memang baru saja mengadakan akad serta resepsi adik bungsu kami dan kebetulan hari ini hari Sabtu. Besok agak siang barulah aku dan Chintya kembali kerumah masing-masing.Alhamdulillah walaupun sederhana, semua anak Ibu sudah mempunyai rumah sendiri-sendiri. Walaupun milik Fathir masih tahap renovasi, mungkin akan selesai dalam waktu dua bulan kedepan, untuk sementara ia dan istrinya tinggal di rumah Bapak&Ibu.***
Aku baru saja selesai sholat shubuh bersama Mas Rival.
Mas Rival hendak melanjutkan tidurnya karena kemaren bekerja shift malam dan baru jam tiga dinihari tadi pulang.Aku bergegas ke dapur, Ibu sibuk memotong sayuran serta menggoreng ikan. Tangannya yang gesit selalu membuatku terkesima.Disampingnya, ada Chintya yang sedang membuat brownies, Chintya memang jagonya membuat kue dan cemilan dengan rasa haucek.Ah aku kesiangan nih, untung saja dirumah orangtua, jika terjadi di rumah mertua bisa tengsin aku."Wah baunya harum nih, enak banget masak besar yaaa," ujarku seraya mengambil alih tugas menggoreng ikan."Iya Mba mumpung lagi kumpul, ini aku lagi coba brownies panggang ala-ala fudge gitu" Chintya semangat mengolah adonan brownies sambil sesekali menakar bahan-bahan di timbangan digital."Rival tidur toh Nduk?, kasian baru aja tadi dateng pas Ibu bangun."Aku hanya menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Ibu.
Tunggu...seperti ada sesuatu yang kurang?Ah...kemana mantu ibu yang baru itu?Bukankah sebagai menantu baru harus menampakkan kesan yang bagus di depan mertua ?Fathir muncul mengambil air di kulkas."Loh he, tumben kamu pagi-pagi minum es ? Sejak kapan?" Aku menatap Fathir heran."Buat Luna Mba, kasian bangun-bangun haus banget, pingin air es katanya."Apa tadi? Bilang apa? Luna?Seperti Ratu banget di rumah mertua, air aja minta ambilkan suami. Pagi-pagi bukannya ngumpul kesini malah asyik malas-malasan dikasur, nyuruh-nyuruh suami lagi."Emangnya dia gabisa jalan? Sampe harus kamu banget yang ambilin?," sindirku pedas ke arah Fathir.Fathir baru saja hendak menjawab, teriakan Luna terdengar hingga dapur."Mas mana airnya? Kok lama? Aku haus!!!"Fathir tergopoh-gopoh menuju kamar menghampiri tuan putrinya.Wah bener-bener gapunya etika ! Dikira hutan apa teriak-teriak gitu! Menyebalkan sekali. ****"Ibu, maaf ya aku kesiangan. Semalem tuh capek banget loh Bu. Lagian aku nggak terbiasa bangun pagi" Luna mengambil kursi duduk di sebelah Ibu.Ibu hanya tersenyum mengiyakan."Ya makanya kalo ga terbiasa, harus dibiasain dong! Kamu ini menantu, dirumah mertua. Ga malu apa bangun keduluan mertuamu!" Aku yang sudah emosi menumpahkan kekesalanku."Halah Mba, kayak ga pernah jadi pengantin baru aja sih," desisnya.Hendak kusahuti, Ibu menatapku sambil tersenyum tipis. Aku paham artinya harus mengakhiri perdebatan ini .'Lagian ya, jorok banget sih. Ga cuci muka atau minimal gosok gigi dulu, ini bangun tidur langsung nangkring ke dapur dengan rambut acak-acakan. Bahkan bekas make-up semalam masih berbekas. Gelay' aku menggerutu."Sabar Mba, ngapain juga ngurusin dia. Bikin tensi naik aja pagi-pagi" Chintya meringis sambil memukul pundakku pelan.Setelah makanan siap, aku dan Chintya menata di meja makan. Bergegas memanggil Mas Rival dan anggota keluarga lain untuk sarapan bersama.Kulihat Luna sedang asyik ngobrol seru bareng Ibu, tak beranjak sedikitpun daritadi."Makanan sudah siap, ayo kita makan," seruku ke penjuru ruangan agar semua lekas menuju meja makan.Saat semua sudah berkumpul dan duduk di kursi masing-masing.Luna muncul sambil cengingisan, "maaf ya semua, tapi makannya boleh nggak nunggu aku dulu? Bentar aja kok, aku mau mandi dulu, gerah banget soalnya nih badan. Bentar ya, jangan ditinggal lho," ujarnya sambil berlari menuju kamar mandi.Semua mata menatap kearah Fathir.Fathir yang di tatap hampir semua anggota keluarga, berpura-pura tak melihat. Hanya menunduk.Aku mendengkus sebal, daritadi juga ngapain aja sih. Nemu dimana Fathir istri macem luna yang aneh bin ajaib ????*** *** ***Terimakasih kawan , sudah mau membaca cerita2 ku yang receh ini hehe.Follow dan jangan lupa bintang lima nya juga yaaa.Tinggalkan jejak serta krisannya .Terimakasih, semoga kalian semua diberikan kesehatan dan kelancaran rejeki selalu, aamiin yarobbal alaamiin .##BAB Terakhir Ending Akhir Kisah Luna“Apa, sih, Mas?” tanya Stefani kesal. Pasalnya gadis itu capek ingin merebahkan tubuhnya di atas ranjang untuk beristirahat.“Kamu jelaskan sama Mas sekarang! Benarkah kamu yang menaburkan bubuk gatal di pakaian Luna?” tanya Frans kali ini merendahkan suaranya.“Iya, kenapa?” sahut Fani enteng.“Apa alasanmu melakukan itu?” selidik Frans.“Kamu nggak tahu aja, Mas. Mbak Luna itu nyebelin tahu nggak, sih. Dia mesti bikin aku kesal. Nggak Cuma aku, bahkan ke Mama juga. Semua orang yang berdekatan dengannya juga pasti dibuat kesel sama dia!”“Nggak boleh gitu. Walaupun bagaimana kondisinya, Luna itu tetap Kakakmu juga!” kata Frans menasehati.“Dia aja nggak pernah ngehargain aku, Mas. Gimana aku bisa nganggep dia Kakak? Aku nggak suka dia ada di sini!” ketus Fani.“Terus maksud kamu? Kamu ngusir aku?” tanya Frans.“Bukan begitu. Pokoknya aku nggak suka Mas Frans sama dia. Kayak nggak ada cewek lain saja!”“Nggak bisa. Mas cinta sama Luna lagi pula s
Entah sudah berapa lama Luna terpejam, ia terbangun karena tenggorokannya kering. Ia melihat jarum jam menunjukkan pukul 02.00 WIB.Luna beranjak dari tempat tidur, ia keluar kamar menuju dapur. Sesampainya di dapur, ia menuang air galon ke dalam gelas. Meneguknya hingga tandas.Setelah puas minum, Luna penasaran akan Frans dan Zhuema, ke mana mereka?Sejak kejadian tadi malam, Luna belum melihat keberadaan mereka.Dengan langkah pelan, ia meuju kamar tidur khusus tamu yang terletak di kamar sebelahnya. Entah kenapa perasaannya mengatakan Frans ada di dalam.Ceklek!Luna memutar knop pintu dengan pelan, tak ingin menimbulkan suara di tengah malam seperti ini.Luna mengendap-endap masuk ke dalam kamar tersebut, dengan cahaya yang remang ia masih mampu melihat seseorang yang sedang terlelap di atas kasur berukuran standart.Matanya memicing, mengamati wajah seseorang itu. Benar sekali perasaannya, seseorang itu adalah Frans, suaminya. Nampak tertidur pulas dengan suara dengkuran halus.
"Paket ... paket ... paket ...," teriak kurir berjaket hitam dengan menggunakan sepeda motor berwarna senada. Kurir tersebut tampak celingukan di depan pagar rumah Pak Handoko.Satpam menghampiri tanpa membuka pagar."Iya, Pak. Ada apa?" tanya satpam sembari memandang penampilan kurir dari atas ke bawah."Ini ada paket atas nama Stefani benar di sini?" kata kurir sembari mengacungkan sebuah barang berbungkus plastik hitam."Iya, dari mana?" tanya satpam."Dari Jonggol, ya, mana saya tahu ini dari mana, tugas saya cuma ngirim. Bener nggak di sini kediaman Bu Stefani?" kata kurir lagi sembari memandang satpam tak yakin."Bener, sih. Tapi Mbak Stefani itu belum menikah, ngapain situ panggil-panggil Bu?" tanya satpam masih keukeh tak membukakan pagar."Duh, Pak. Ini terima, sini saya foto, capek deh kalo nemu orang gaptek macem ni bisa puyeng akikah!" Kurir bergegas menscan barcode yang tertera di sampul paketan, lalu menyerah
Entah sudah berapa lama Luna terpejam, ia terbangun karena tenggorokannya kering. Ia melihat jarum jam menunjukkan pukul 02.00 WIB.Luna beranjak dari tempat tidur, ia keluar kamar menuju dapur. Sesampainya di dapur, ia menuang air galon ke dalam gelas. Meneguknya hingga tandas.Setelah puas minum, Luna penasaran akan Frans dan Zhuema, ke mana mereka?Sejak kejadian tadi malam, Luna belum melihat keberadaan mereka.Dengan langkah pelan, ia meuju kamar tidur khusus tamu yang terletak di kamar sebelahnya. Entah kenapa perasaannya mengatakan Frans ada di dalam.Ceklek!Luna memutar knop pintu dengan pelan, tak ingin menimbulkan suara di tengah malam seperti ini.Luna mengendap-endap masuk ke dalam kamar tersebut, dengan cahaya yang remang ia masih mampu melihat seseorang yang sedang terlelap di atas kasur berukuran standart.Matanya memicing, mengamati wajah seseorang itu. Benar sekali perasaannya, seseor
Zhuema kembali terlelap dalam gendongan Luna. Dengan hati-hati, Luna meletakkan Zhuema ke dalam box bayi, tempat tidur Zhuema selama ini. Bahkan box tersebut pemberian dari mantan ibu mertuanya, Bu Lujeng.Setelah memastikan Zhuema pulas, Luna berjalan mendekat. Ia naik ke atas kasur, mengambil bantal yang menutupi wajah suaminya."Kenapa, sih?" tanya Luna menatap wajah Frans dengan lekat."Hmm ...," gumam Frans tanpa mau membuka mata."Ayo cerita sini, kenapa?" ulang Luna sembari mengguncang tubuh Frans.Frans yang merasa tidak nyaman dengan perlakuan Luna, terpaksa membuka mata. Ia melirik sekilas ke arah Luna."Duduk! Cerita sama aku, kamu kenapa!" tegas Luna.Frans menuruti perkataan Luna, ia menyusun beberapa bantal di belakang tubuhnya, untuk bersandar.Kini mereka sama-sama terdiam dalam posisi duduk bersandar pada bantal.Luna menunggu dengan sabar kalimat yang akan muncul dari bibir Frans."Aku habi
Seusai sarapan, Frans mengajak Luna ke Mall, mereka akan membeli ponsel baru untuk Luna. Tentu saja setelah menitipkan Zhuema pada Bi Asih."Mas, pokoknya aku mau iphone series terbaru, ya!" kata Luna manja."Iya!" kata Frans singkat.Mereka memasuki konter dengan brand ternama. Setelah disambut dengan hangat, Luna segera meluncur ke etalase. Matanya berbinar melihat aneka ponsel mahal berjejer rapi."Mbak, iphone series terbaru sekarang ini apa, ya?" tanya Luna pada SPG konter."Oh, yang baru launching, sih, iphone 12 pro max, Kak. Udah lengkap banget untuk specnya," ujar Mbak SPG ramah."Oke, mau satu, ya, Mbak!" kata Luna.Mbak SPG segera mengambilkan pesanan Luna, namun dalam bentuk contoh display. Setelah dijelaskan mengenai fitur dan lain sebagainya. Luna mengiyakan, ia segera meminta Frans untuk membayarnya."Mas, bayar, gih!" titah Luna.Frans mengambil dompetnya, ia meng
Bu Niken menatap tajam ke arah Luna dan Stefani bergantian."Ada yang bisa jelasin ini kenapa?" tanya Bu Niken dengan sorot mata menyeramkan.Luna menunduk, Stefani pun angkat bicara. Frans menghela napas panjang. Mereka terdiam, tidak satu pun berniat menjelaskan."Fani ...," panggil Bu Niken menatap Stefani, berharap putrinya itu mau menjelaskan."Menantu Mama itu nggak ada akhlaq!" cebik Stefani.Bu Niken mengerutkan kening, tatapannya beralih ke Luna."Anak Mama aja, tuh, yang lebay. Bocil alay!" kata Luna memutar bola mata malas."Kenapa, sih? Frans coba jelaskan!" Bu Niken mengambil jalan tengah, ia ingin putranya menjelaskan dengan detail."Fani tuh tiba-tiba gedor kamar pengantin, mana malam pertama. Nggak sopan banget!" jelas Frans pada Mamanya."Eh, kalo istri kesayanganmu itu nggak cari gara-gara duluan, aku nggak sudi juga kali ganggu waktumu!" kata Stefani dengan kesal."Hmm ... kamu
Acara pernikahan Frans dan Luna akhirnya selesai juga. Mereka cukup lelah menyambut tamu yang datang. Tapi wajah Luna tampak fresh dan berseri-seri. Mereka pindah ke kamar yang berada di lantai atas. Tepat di sebelah kamar Stefani. Luna meminta Frans untuk segera mencarikan baby sitter. Bu Niken keberatan, karena di rumah sudah ada Bi Asih yang menyiapkan segala keperluan mereka. Jadi Bu Niken merasa Luna masih sanggup menjaga baby Zhue tanpa bantuan baby sitter. "Pokoknya aku nggak mau tau, ya, Mas! Aku minta baby sitter untuk merawat baby Zhue. Aku bisa cepet tua kalo harus merawat baby Zhue sendirian setiap hari, belum lagi harus melayani kamu. Stres yang ada!" Luna menata pakaiannya di dalam lemari besar. Ia langsung meminta pindah kamar saat acara usai. "Iya-iya. Gampang lah nanti aku carikan. Oh, ya. Aku keberatan kalo Zhuema harus dipanggil baby Zhue. Itu 'kan nama pemberian Fathir. Mulai sekarang panggil dia Zhuema nggak usah d
Setelah kejadian di malam itu, Luna mengurung diri di kamar.Ia tak lagi mempedulikan pernikahannya yang hanya hitungan jam.Frans terpaksa harus merayunya. Seperti sekarang, ia sudah berdiri di depan pintu Luna. Berkali-kali Frans mengetuk pintu namun Luna tak kunjung membukanya."Sayang, dih calon manten kok ngambekan sih?" ucap Fathir sembari tetap mengetuk pintu."Udah sana kamu urus aja keluargamu, nggak usah peduli sama aku!" tandas Luna dari dalam kamar."Eh, jangan teriak - teriak dong, Princess. Nanti baby Zhue bangun kasihan." Frans mengetuk pintu sekali lagi.Luna tetap saja tak mau membuka pintu. Tak kehabisan akal, Frans membujuk dengan jurus andalan. Seakan ia sudah paham kelemahan wanita yang dicintainya tersebut."Yakin nih nggak mau buka? Aku punya sesuatu, loh. Hmm ... tebel banget nih kantong aku. Yakin nggak mau shopping pasca acara nikahan nanti?" tanya Frans dengan nada menggoda. Berharap Luna luluh.