ISTRI KEDUA AYAHKU 10Aku berusaha menulikan telinga dari kasak kusuk warga. Bagaimana Saskia yang baru saja menikah kemarin siang, meninggal dunia membawa serta janin dalam kandungannya, calon keponakanku. Warga sekitar menatap kami dari kejauhan, menjaga jarak dan tentunya bergunjing. Keluarga Sastra Wijaya yang kaya raya dan terhormat, telah mengambil menantu orang miskin dan tiba-tiba saja si menantu meninggal dunia. Berita tentang Saskia yang minum racun serangga memang berhasil ditutupi, tapi gosip lainnya menyebar seumpama serbuk bunga dandelion tertiup angin.Huda duduk terpekur di sisi jenazah. Sebagai suami, dia sama sekali belum sempat melakukan apa-apa untuk membuat istrinya bahagia. Mereka bahkan belum melalui malam pertama. Usia pernikahan yang baru satu hari membuat Huda merasa tak berhak atas diri istrinya. "Ayah sudah menyuruh petugas menyiapkan makam di pemakaman keluarga kita." Ujar Ayah ketika Huda bergabung.Mama yang ikut berkumpul bersama kami, duduk di bangku
ISTRI KEDUA AYAHKU 11"Jelaskan padanya Eyang. Siapa diriku sebenarnya."Aku menatap gadis itu, tersenyum."Siapapun dirimu, aku tak peduli. Yang jelas aku meminta dirimu untuk tidak mengacau dalam rumahku. Huda adikku sedang berduka. Dia baru saja kehilangannya istri yang dicintainya. Apakah kau tak punya malu sedikit saja untuk menunda keinginanmu masuk ke keluarga ini?"Skak. Kata kataku jelas menampar nyalinya. Gadis itu merah padam. Sementara Eyang, termangu mangu menatapku. Entah mengapa kali ini tatapan matanya tampak berbeda. Bukan sorot meremehkan dan merendahkan seperti biasa. Ya. Eyang kerap merendahkan aku dan Amira karena kami terlahir dari rahim wanita biasa."Eyang, jangan diam saja. Mana janji Eyang hendak menjadikan aku cucu menantu. Eyang kan…"Kepala Eyang berputar, menatap Angela lekat. Dan entah bagaimana wanita setua itu memiliki sorot mata yang sangat tajam dan terasa menguliti. Angela langsung menutup mulut, tanpa sadar melepaskan tangannya dari lengan Eyang."
ISTRI KEDUA AYAHKU 12Makan malam tanpa Ayah. Hanya ada empat wanita dan Huda yang menunduk sambil memainkan sendok di tangannya. Aku sendiri, larut dalam peperangan batin, antara memberi tahu semua orang tentang batalnya pertunanganku dengan William, atau memilih menyelesaikannya sendiri. Bayangan foto William dan gadis itu, dan pesannya yang tak pernah kubuka kini menggedor gedor kesadaran. William mestinya tahu tak ada wanita yang mau dikhianati. Kapal kami belum lagi berlayar, namun telah diserang badai."Aku minta izin pergi beberapa hari."Suara Huda membuatku mengangkat kepala. Malam ini dia bahkan tak kembali ke rumah Mama. Entah apa yang dia pikirkan, mungkinkah sama denganku? Bahwa Mama, adalah orang yang berada di balik kematian Saskia. Meski aku tak tahu dengan cara apa dia melakukannya. Semua celah tertutup begitu tanah merah menimbulkan jasadnya. Tak ada yang bisa diselidiki karena keluarganya menolak otopsi. Mungkin suatu saat Tuhan lah yang akan menunjukkan pada kami
ISTRI KEDUA AYAHKU 13PoV ELISA.Aku memasukkan lagi pistol milik Ayah ke dalam brankas. Pistol itu memiliki izin resmi dan Ayah berpesan hanya boleh aku gunakan di saat sangat terdesak. Sejauh ini, aku tak pernah menggunakannya. Tapi melihat Huda babak belur ditendangi orang lain hatiku benar-benar hancur.Setelah mengunci kembali brankas, aku keluar dari ruang kerja Ayah, tempat dimana brankas itu berada. Hanya Ayah dan aku yang tahu angka kombinasinya. Aku kembali ke kamar Huda. Dia terbaring tak sadarkan diri, sementara Bunda duduk di sisi ranjang, membersihkan luka lukanya."Besok akan kupanggil Dokter Sonya Bun. Aku takut lukanya infeksi. Dan terutama aku takut ada luka dalam."Bunda mengangguk. Wajahnya memerah bekas menangis. Ya, sejak dulu, Bunda sudah menganggap Huda anak kandungnya.Bibir Huda pecah dan bengkak. Hidungnya telah berhenti mengalirkan darah. Selain itu, tak ada luka luar. Tapi melihat bagaimana kaki bersepatu itu menendangi adikku membuatku merinding. Bagaiman
ISTRI KEDUA AYAHKU 14"Bukankah itu William?"Aku mengangguk. Duduk disisi tempat tidurnya. Ku masukkan lagi ponsel ke dalam saku celana panjang longgar yang kukenakan. Aku tahu Huda tengah mengamati semua gerakan ku dengan tatapan penuh tanya. Ya. Bagaimana bisa William memeluk Riris, gadis itu."Namanya Trisha. Aku biasa memanggilnya Riris. Mungkin jika Kakak bertanya pada William, dia tak mengenal nama Riris. Tapi, apa yang terjadi? Kenapa William memeluknya? Bukankah kalian akan menikah? Ini di hotel kan?"Pertanyaan Huda yang bertubi tubi itu membuatku sesak. Tentu saja dia tahu dengan pasti apa yang dilakukan sepasang manusia di dalam sebuah kamar hotel. "William mengkhianatimu."Itu kalimat pernyataan, bukan pertanyaan. "Dia sudah menyakitimu Kak. Benar kan? Kak El, aku tidak akan tinggal diam. Aku akan memberi pelajaran untuknya." Huda berusaha untuk bangkit, tapi karena masih lemah, gerakannya tidak segesit biasa. Aku memegang bahunya, menyuruh dia kembali berbaring."Tida
ISTRI KEDUA AYAHKU 15Dadaku rasanya langsung berdenyut nyeri, membayangkan adikku dan Eyang bersama Mama, apalagi teringat ancamannya kemarin. Ya Tuhan, apa yang Mama rencanakan? Aku segera mengeluarkan ponsel, mencoba menghubungi Amira. Ponselnya tersambung tapi tak juga diangkat. "Ada apa?" Ayah berjalan menghampiri. Beliau baru saja memasukkan mobil ke garasi. "Mama membawa Eyang dan Amira. Katanya mau menyusul kita Yah.""Oh, mungkin papasan di jalan.""Ayah! Mama hendak mencelakai Eyang dan Amira. Terutama Amira!"Ayah terkejut, sementara Bunda yang melihat raut wajahku yang tegang dari kejauhan berlari menghampiri. "Tidak mungkin El. Mamamu memang cemburuan dan kadang absurd. Tapi dia tak akan berbuat jahat." Ujar Ayah."Lalu, siapa memangnya yang Ayah pikir membuat para gadis Huda menggugurkan kandungan? Bukankah Itu sama saja membunuh!"Huda! Teringat olehku bahwa Huda juga ada di rumah saat kami pergi tadi. Aku berlari ke dalam rumah dan membuka pintu kamar Huda. Ternyata
ISTRI KEDUA AYAHKU 16Aku bisa tenang menghadapi segala masalah. Tapi satu hal yang membuatku tak bisa mengendalikan diri adalah jika itu menyangkut keselamatan Bunda dan Amira. Sebelum telepon ditutup, aku langsung menghubungi Ayah dan Huda dengan ponsel yang lain, dan bergerak cepat menghubungi polisi untuk melacak lokasinya. Riris, atau siapapun dia tak akan pernah kubiarkan lolos jika sampai menyakiti adikku. "Kak Elisa. Tunggulah di kantor. Jangan kemana-mana!" Seru Huda dari seberang telepon. "Aku dan Ayah yang akan ke sana bersama polisi.""Berikan lokasinya padaku Huda!" "Tidak Kak. Ayah melarang. Kakak sedang lelah dan banyak masalah.""Dengar aku! Tidak ada masalah yang lebih penting dari pada Amira. Dan kau pikir aku bisa istirahat sementara adikku dalam bahaya? Cepat kirim lokasinya!""Kak…""Cepat Huda! Atau aku tak akan mengakuimu sebagai adikku!""Oke oke…!"Aku menutup ponsel. Sedetik kemudian Huda mengirim lokasi tempat Amira di sekap. Polisi bergerak sangat cepat.
ISTRI KEDUA AYAHKU 17Aku duduk menunggu di sofa kecil di depan pintu kamar kami di lantai atas. Di dalam, Bunda tengah menemani Amira diperiksa oleh Dokter Sonya, yang datang sambil menangis. Aku telah mengeluarkan sejumlah uang untuk menutup mulut siapa saja yang tahu peristiwa yang menimpa Amira agar tak sampai ke publik. Tapi dokter Sonya adalah pengecualian. Dokter berusia empat puluh delapan tahun itu telah bekerja pada kami sejak aku masih kecil.Semalam, Amira mengerang kesakitan dalam tidurnya. Aku khawatir alat vitalnya infeksi sehingga subuh subuh aku memanggul Dokter Sonya.Pintu terbuka. Dokter Sonya keluar dengan wajah murung. Dia langsung memandangku, tersenyum tipis."Bagaimana Amira? Apakah terjadi sesuatu?"Dokter Sonya menggeleng dan duduk di hadapanku."Tidak. Fisiknya baik baik saja. Luka di alat vitalnya juga sudah mengering dan akan segera sembuh. Tapi, luka disini." Dokter Sonya memegang dadanya. "Luka ini yang membuat tubuhnya terus merasa sakit. Trauma dan ba