“Dia ....” Kayshan melihat manik mata Farhana, lalu membuang muka sambil berkata, “Sepupuku.”
Farhana mencelos. Selain karena ucapan semalam, pengakuan sarkas Kayshan barusan menambah luka hatinya dan membuat Katrin besar kepala.“Oh, cuma sepupu.” Wanita itu memandang remeh sembari menyunggingkan senyum sinis pada Farhana. “Benalu, ya!” kekehnya sambil bersedekap menyandar pada tiang tangga.Farhana melotot, tangannya mengepal sambil menghentakkan kaki. “Mau lagi, huh?!” gertaknya ke arah wanita tak tahu malu itu sampai membuatnya menutupi kepala dengan kedua lengan.Melihat lawannya ketakutan, Farhana tertawa. Tidak lama, dia masuk ke kamarnya dan membanting pintu untuk meluapkan emosi.Brak!Punggung keturunan alim itu bersandar di balik panel. Beberapa bagian tubuhnya sakit akibat berkelahi tadi. Namun, hatinya lebih berdenyut nyeri.Dia melorot terduduk di lantai sambil memukuli dada yang mulai sesak, berharap bisa mengurangi kadar perihnya.“Nggak boleh cengeng, Hana. Masa sarjana psikologi letoy,” ucapnya sendu, sambil tersenyum nanar memandang jendela yang tertutup vitrase.Dia kembali bangkit, melangkah gontai dan menjatuhkan diri menelungkup di atas kasur masih mengenakan gamis panjangnya.Rencana meminta izin pada Kayshan tertunda gara-gara peristiwa semalam. Pagi ini, Farhana dikejutkan oleh kehadiran Katrin di meja makan yang sedang sarapan dengan Kayshan di pagi buta.Pakaian keduanya terlihat casual padahal ini masih hari kerja. Mereka tak memedulikan kehadiran Farhana ketika gadis itu menarik kursi dan duduk bergabung di ruang makan.“Abang mau ke mana?” tanya Farhana hati-hati, sambil menuang lemon hangat dari teko kecil yang tersedia.“....”Tak ada jawaban. Hanya suara denting alat makan yang beradu dengan pinggan.“Keluar kota, ya? Sampai kapan?” sambung Hana melihat mereka bergantian, masih berusaha mencairkan suasana.Beberapa menit menunggu, tak juga membuat mereka bicara. Farhana bagai tak kasat mata.Akhirnya, dia pun hanya memutar-mutar cangkir, mendadak tidak berselera dengan semua menu di hadapan.Tak lama, Kayshan melipat napkin dari atas pangkuan lalu bangun. “Ayo,” ujarnya pada Katrin. Dia membantu menarik kursi sang gadis agar lekas beranjak dari sana. “Nanti telat.”Farhana ikut berdiri, dia mengimbangi langkah suaminya yang terburu menuju depan unit. “Aku izin kuliah online, ya?”“Astaga!!!” sahut Kayshan jengah, terus berjalan melintasi ruang keluarga bersisian dengan Katrin.“Enggak mau buang waktu. Kalau dipadatkan, paling satu semester lagi selesai,” beber Hana cepat agar tak kehilangan kesempatan membujuk.Kayshan tidak membalasnya, dia bergegas menekan tuas pintu dan membukanya lebar agar Katrin segera keluar dari sana.Farhana memberanikan diri menahan panel aluminium itu saat Kayshan akan menutupnya. “Tunggu.” Cegah Hana memohon pada pria di hadapan. “Kalau Abang butuh waktu untuk memikirkan permintaan tadi, silakan. Tapi, setidaknya beritahu tujuan kalian, dan berapa hari?” sambung sang nyonya muda, memandang sendu manik mata Kayshan.“Bukan urusanmu!” balas Kayshan dingin sembari menarik daun pintu dengan kasar hingga Farhana terhentak maju.Bruk!Nyonya muda memejam, lagi-lagi mengusap dadanya. Semua ini membuatnya mendadak lelah.“Makan dulu, ah. Nahan perasaan juga butuh tenaga,” ujarnya menyemangati diri sendiri. “Lepas ini hubungi dosen, minta solusi.”Namun setelahnya, keheranan terjadi ketika dia mendapat kabar dari staf administrasi kampus bahwa permohonan cutinya disetujui oleh dosen. Padahal, dia tak pernah mengajukan form tersebut.“Gimana ini?” oceh Farhana. Dia berdiri di depan cermin, makin bingung melakukan aktivitas bila terkurung di sini.Kemudian, sebuah ide gila membawanya melakukan pembelian pada peralatan menyulam. Padahal, gadis itu minim sekali akan skil dasar sebagai wanita. Jangankan menyulam, memegang pekerjaan rumah saja tidak pernah.Aktivitasnya sehari-hari sebagai keturunan emas Tazkiya–sebuah pondok pesantren ternama hanyalah belajar, melakukan kegiatan sosial, juga mengaji kitab.Circle Farhana tidak pernah jauh dari rutinitas pondok, kampus dan organisasi sosial. Itulah sebab dia tak terpikir untuk menggali hobi lain.Untuk itu, seminggu belajar menyulam, Farhana baru menguasai dua jenis tusukan. Namun, karena bertekad tidak ingin mati tanpa kegiatan di rumah ini, dia terus berusaha hingga tak jarang sampai tertidur di lantai beralas karpet ditemani gulungan benang, seperti saat ini.Tak lama, tidurnya terganggu ketika pintu kamar tiba-tiba terbuka dengan kasar.“Engmm, a-ada orang!” desah seorang wanita yang sedang dicumbu di depan pintu.Farhana membola, buru-buru menutup wajah dengan kedua telapak tangan. “Innalillahi! Keluar!” serunya sambil bangun.“Babu Kay yang baru, ya! Pinjam kamar bentar,” sambung sang pria, yang mulai menanggalkan pakaiannya di depan Farhana.Bukannya pergi, pasangan itu malah tanpa malu-malu langsung bercumbu di atas ranjang, tak memedulikan keberadaan Farhana. Hal itu seketika membuatnya mual. Dia pun terpaksa pergi.“Woy, tolong tutup pintunya!”Bruk!Ternyata di luar kamar, justru lebih parah. Ruangan gelap, musik beat berdentum keras, dan dia melihat beberapa botol kosong di atas meja sofa. Bau alkohol bercampur dengan asap rokok membuat dada Farhana sesak sampai terbatuk-batuk.Dia mengibaskan tangannya di depan wajah sambil mencari Kayshan. Farhana berjalan pelan ke arah dapur merambati dinding berharap para manusia asing tak menyadari keberadaannya.“Heh, sini!” titah seorang pria yang berdiri di dapur.Farhana celingukan, barangkali bukan dia yang dipanggil. Dirinya mengunci mulut rapat, kuatir salah ucap dan berujung fatal.“Babu baru, ya?”Farhana tetap diam. Kenapa semua orang di rumah ini mengatakan kalau dia adalah seorang pembantu rumah tangga? Apakah penampilannya sangat kuno?“Buatkan kopi dan antar ke depan.” Pria itu langsung pergi tanpa menunggu jawaban sang gadis yang berdiri mematung.Nyonya muda terpaksa membuat minuman tersebut menggunakan kopi instan. Dia bahkan harus membaca aturan pakai yang tertera di belakang sachet itu lebih dulu. “Ckckck Hana, bikin ginian aja dadakan baca!”Beberapa menit kemudian, Farhana membawa minuman tadi ke ruang tamu. Di sana, dia tiba-tiba ditarik seseorang hingga terduduk di pangkuannya. Kopi panas itu pun tumpah mengenai wajah si pria.“Argh!” erangnya kepanasan. “Goblok!” umpat si pelaku pada Farhana.Farhana gegas bangkit lalu melayangkan tamparan pada pria itu. Plak!Binar mata bulat itu memerah, sementara tangannya gemetar menahan sakit. Dia tak pernah dilecehkan seperti ini. Tidak ada yang berani memandangi apalagi menyentuh Farhana.Namun, dua pria di sana malah terpancing atas sikap berani Farhana. Sorot mata ketakutan itu amat langka dijumpai pada gadis metropolitan.Mereka merangsek mendekat hendak mengungkung sang gadis. “Uhh, yang ini masih polos kayaknya. Kamu mau uang, Sayang?!”Putri Yai Ahmad itu mundur perlahan. Netranya melirik cepat ke kanan-kiri mencari celah. Setitik harapan muncul, pintu depan terlihat tak menutup rapat. Farhana buru-buru menendang tungkai pria yang hampir menjamahnya dan berlari hendak menyambar pintu.Namun, tangannya belum sempat menyentuh handle, pintu itu sudah terbuka. Seorang yang dia kenal berdiri di sana.Entah harus menangis atau bahagia, Farhana menghambur keluar dan berdiri di balik tembok apartemen Kayshan.Kepalanya menunduk, tangannya mengepal gemetaran di depan dada.“Ada apa ini?”..“Siapa kalian?”Mata pria itu langsung tertuju pada pria yang bersama dengan Farhana saat ini.“Siapa kamu, hah?” balas salah satu pria yang mengejar Farhana. Farhana memejam, dia membenturkan kepala ke dinding. Iris matanya melebar ketika tahu sosok yang datang.‘Kemal. Duh, ngapain sih, dia ke sini,’ batin Farhana. Dia buru-buru menyeka air mata di pipi agar adik iparnya itu tidak melihatnya menangis.Kemal mengernyitkan dahi. Dia menoleh ke arah Farhana. “Han?” sebutnya sekali lagi, sambil memandang heran. “Siapa mereka?”Nyonya muda bingung. Dia mengendikkan bahu dan tetap berdiri di posisinya. “Kumohon jangan masuk,” cicit Farhana.Sang pria pun menjelaskan. “Aku baru landing, mau langsung pulang ke Bogor tuh ngantuk berat, jadi numpang istirahat bentar, ya,” beber Kemal tersenyum malu-malu.Tak ingin aib sang suami diketahui oleh keluarga, maka Farhana menyarankan agar lelaki di hadapan menginap di hotel terdekat.“Baiknya ke hotel saja,” balas Farhana datar. Dia hendak melanjut
Sementara Kemal pergi, Farhana pun bergegas masuk ke kamar dengan pikiran bertanya-tanya. “Dia menyindir siapa?” gumamnya mengingat ucapan Kayshan tadi.Kegusaran hati membuatnya langsung menarik hijab dan melempar asal ke lantai. Dia tak menyadari bahwa pintu biliknya belum menutup sempurna.Saat tengah mengatur napasnya yang cepat karena emosi sembari mencoba melucuti gamis panjangnya, Farhana kemudian dikagetkan dengan pantulan diri Kayshan yang dia lihat di cermin.Perempuan itu berbalik setelah cepat-cepat menarik kembali resletingnya."Jangan mendekat!" titah Farhana sembari berusaha meraih hijabnya lagi.Namun, Kayshan seolah terpaku dan merangsek masuk, menabrak tubuhnya hingga terdorong ke arah ranjang dan jatuh melentang di sana."A-abang. Ini aku," cicit Farhana dilanda gugup melihat tatapan Kayshan yang tidak biasanya.Farhana memang istrinya. Dia juga tidak akan menolak apabila sang suami meminta hak tersebut. Namun, dia takut Kayshan menganggap dirinya Elea ketika mereka
Kayshan menggenggam erat benda pipih itu saat keluar dari apartemen. Selintas dia melihat isi didalamnya lalu dimatikan lagi. Dia kemudian meminta pada asistennya untuk membelikan ponsel.Sepanjang hari dilalui sang pria seperti biasa. Tapi, hatinya merasakan sebuah ganjalan menyesakkan dan kekosongan mendalam. Dia menghela nafas dalam-dalam saat menatap langit yang mulai gelap, mencoba mencari jawaban atas kebingungannya.Kayshan memutuskan ke klub malam favoritnya. Tak lama setelah memasuki tempat itu, sang CEO memesan minuman lalu duduk di sudut ruangan. Dia tenggelam dalam alunan musik yang menggelegar, berharap suasana gelap dan gemerlap klub menjadi pelipur lara baginya."Bodohnya aku!" Kayshan terkekeh menertawai sikapnya kemarin malam. Kayshan teringat, telah menyalahkan Farhana atas kesalahpahaman tragisnya, mengira bahwa dia adalah Elea. Namun, pada kenyataannya Farhana memiliki pesona tersendiri dan sempat membuat Kay terpana.Lelaki itu duduk menegak, sejenak merenung sebe
"Boleh?" lirih Kay mengulangi ucapannya, tanpa melepas dekapan.Tidak ada penolakan serius dari Farhana membuat Kayshan seakan mendapat lampu hijau. Dia membimbing sang istri kembali menuju peraduan.Di sisa malam, Kayshan langsung rubuh setelah memberikan hak bagi istrinya. Sang CEO bahkan memunggungi Farhana dan langsung memejam setelah melepas pergumulan mereka.Tiada pujian atau ucapan terima kasih bagi Farhana, apalagi kecupan tanda sayang sebagai simbol penghargaan atas apa yang sudah dipersembahkan, membuat suasana kamar seketika dingin."A-bang?" lirih Farhana melihat ke sisi kirinya. Sepi hingga beberapa menit, membuat Farhana bergeser dan balik badan. Namun, tiba-tiba lengan Kayshan mengalungi pinggangnya. Lelaki itu bahkan menempeli punggung Farhana. Kesedihan urung menyembul di ujung netra Farhana. Sejenak, dia menikmati keintimannya dengan sang suami sebelum azan subuh terdengar.Menjelang fajar, Farhana bergeser ke sisi ranjang dan perlahan bangkit. Kayshan pun berbari
Kayshan memijat keningnya sejenak, enggan menjawab pertanyaan tadi. Sejurus itu, dia kembali melihat Farhana. "Katakan apa maumu!" Farhana tertawa kecil, seiring satu butir beningnya turun. "Huft." Dia menghempas lelah ke udara, masih memandangi Kayshan. "Permintaanku belum Abang pikirkan?" ujar sang gadis, mencoba bersabar.Kayshan terdiam, dia berlalu pergi tanpa berkata apapun lagi."Abang!" teriak Farhana, semakin kecewa. Jika biasanya dia akan mengejar Kayshan, maka kali ini tidak. Sebelum pintu depan hunian menutup, suara Kayshan terdengar kembali. "Tidak! Untuk semua keinginanmu!" Brak!Meski sudah menduga jawaban Kayshan, tetap saja Farhana belum bisa menguasai emosinya. Dia terduduk lemas di kursi makan menatap kekosongan.CEO Ghazwan Enterprise melangkah tegap menuju kendaraannya di basement. Dia masuk ke sana lalu membanting pintunya kencang.Dia membenturkan kepala pada head band jok seraya memejam beberapa menit. Tak lama kemudian, lelaki itu mulai menyalakan mesin mob
"Ya, Maa," sahut Kay malas sembari melepas simpul dasinya."Kamu kok kayak hantu. Kita sekantor tapi jarang ketemu. Di hubungi pun susah," omel Kamala sedikit kesal pada putranya."Kan lagi banyak kegiatan di luar," elak Kayshan mulai bangkit berdiri."Setelah ini ambil cuti, Kay. Kalian juga belum liburan," ujar sang mama lagi.Sebelum menjawab Kamala, Kayshan melirik ke arah Farhana yang juga sedang melihatnya. "Heemm!" Lelaki itu tak menanggapi permintaan ibunya, dia melangkah keluar kamar dan membiarkan istrinya berbincang dengan Kamala.Sang CEO memberikan nada dering berbeda untuk nomer kontak keluarga sehingga tanpa melihat identitas, dia bisa mengenali dari bunyinya.Tapi dugaan Kayshan salah, dia kira panggilan itu berasal dari keluarga lain. Mungkin setelah ini, dia akan memberi nada berbeda untuk salah satu kubu.Kayshan samar-samar mendengar saat Kamala menanyakan ponsel Farhana, sebab pesannya untuk sang menantu sampai kini belum terbaca."Aku lagi off main medsos, Ma," j
"Si ... apa?" lirih Kayshan, bertanya memastikan. "Abang nanya?" kekeh Farhana menertawai ekspresi Kayshan sejak tadi. "Siapa lagi ... Abang, lah.""Uhuk! Uhuk!"Farhana bangun, menepuk tengkuk Kayshan beberapa kali. "Izin observasi ODGJ tamvan," ujarnya ketika batuk Kayshan mereda.Gadis itu tertawa sampai gigi gingsulnya terlihat. Akan tetapi, Kayshan tak menyadari itu. Farhana lalu duduk dan mulai menyantap sarapannya, ditemani oleh pandangan dingin Kayshan.Setelahnya, suasana kembali lengang sampai Kayshan selesai sarapan. Lelaki itu langsung bangun dan pergi.Namun, baru beberapa langkah menjauh, Kayshan berhenti dan menatap ke arah Farhana yang asik sendiri. Dia merasakan ada kejanggalan tapi bingung tak menemukan sumbernya."Nyari apa?" kata Farhana, celingukan ke kanan-kiri ketika melihat Kayshan terpaku.Kayshan mengendikkan bahu, lalu berbalik arah dan pergi dari sana. Dalam perjalanan ke basement, Kayshan memikirkan ucapan Farhana. Apakah benar kini dirinya mengidap NPD
Kayshan tidak dapat memejam kembali. Dia tergelitik memikirkan sikapnya yang kaku terhadap Farhana.Di awal, dia yang menolak mentah-mentah tapi tindakannya justru bertolak belakang. Seolah dirinya hanya memanfaatkan keadaan gadis itu. Tanpa sadar, Kayshan menyunggingkan senyum, pantas bila Farhana melabelinya dengan sebutan NPD. Tabiat sang CEO merujuk pada kondisi tersebut. Dia lalu melirik sosok yang tertidur pulas di sisi ranjang. "Gigihnya kamu, nurun dari siapa?" gumam Kayshan sebelum memejam kembali.Keesokan pagi, Gery melarang Farhana ketika ingin masuk ke kamar Kayshan. Sang asisten mengatakan agar nyonya muda mematuhi segala peraturan yang dibuat oleh pimpinannya.Farhana mengernyit. Rupanya selain angkuh dan pandai memanfaatkan lawan, Kayshan juga plin plan. Kemarin lelaki itu sempat bersikap manis, meminta hak juga tak menolaknya. Tidak ingin moodnya rusak, Farhana memilih mengerjakan to do list. Dimulai dengan melihat video menu viral untuk dia recook, hingga melanjutk