Ibu Kosku Genit

Ibu Kosku Genit

last updateLast Updated : 2025-03-13
By:  Pena Merah Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
8Chapters
404views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Johan, seorang mahasiswa Psikologi semester akhir, baru saja pindah ke rumah kos yang dikelola oleh Meri, wanita paruh baya yang memesona dan penuh misteri. Sikapnya yang ramah namun menggoda membuat Johan sering kehilangan fokus, terjebak dalam tatapan tajam dan sentuhan halus yang sulit diabaikan. Semakin lama, batas di antara mereka semakin kabur. Di balik kegenitannya, Meri menyimpan luka dan kesepian yang mendalam. Johan pun dihadapkan pada dilema besar, menyerah pada godaan atau menarik diri sebelum segalanya menjadi lebih rumit. Ibu Kos Genit adalah kisah penuh gairah, ketegangan, dan dilema moral yang menguji batas keinginan serta konsekuensi dari setiap pilihan. Sejauh mana Johan berani melangkah sebelum segalanya tak bisa kembali?

View More

Chapter 1

Bab 1: Goda Tatapan Ibu Kos

Johan menatap ke sekeliling kamar barunya. Ruangan itu sederhana namun nyaman, dengan jendela besar yang menghadap ke taman kecil di belakang rumah kos. Baru beberapa hari ia tinggal di sini, tetapi ada sesuatu yang membuatnya gelisah—lebih tepatnya, seseorang.

Meri, ibu kosnya, adalah seorang wanita paruh baya dengan pesona yang sulit diabaikan. Rambut panjangnya selalu terurai dengan rapi, kulitnya putih terawat, dan cara berbicaranya selalu lembut namun menggoda. Johan merasa ada sesuatu dalam sorot mata perempuan itu yang terus mengusiknya.

Saat ia tengah sibuk menata buku di rak, terdengar ketukan pelan di pintu.

“Johan, boleh ibu masuk?” Suara Meri terdengar dari luar.

Johan segera membetulkan kaosnya yang sedikit berantakan. “Silakan, Bu.”

Pintu terbuka perlahan, dan Meri masuk dengan senyum khasnya. Ia mengenakan daster sutra berwarna biru muda yang membalut tubuhnya dengan pas, memperlihatkan lekuk tubuh yang membuat Johan menelan ludah tanpa sadar.

“Apa kamarmu sudah rapi?” tanyanya seraya melangkah masuk tanpa sungkan. Aroma parfum lembut yang dipakainya memenuhi ruangan, menyusup ke indra penciuman Johan.

“Sudah lumayan, Bu,” jawab Johan sedikit gugup.

Meri berjalan mendekat, lalu dengan santai duduk di tepi ranjangnya. “Ibu ingin memastikan kamu betah di sini. Kalau ada yang kurang, bilang saja.” Matanya menatap tajam ke arah Johan, seolah menelanjangi pikirannya.

Johan mencoba mengalihkan pandangannya ke rak buku. “Terima kasih, Bu. Sejauh ini saya nyaman.”

Meri tersenyum miring. “Panggil saja Tante Meri, jangan terlalu formal. Ibu terdengar terlalu tua.”

Johan mengangguk, merasa jantungnya berdetak lebih cepat. “Baik, Tante Meri.”

Meri tertawa kecil, lalu mengulurkan tangan, menyentuh bahu Johan dengan lembut. “Santai saja, Johan. Kamu terlalu tegang.”

Sentuhan itu membuat Johan seakan membeku di tempatnya. Ia bukan anak kecil yang tak tahu maksud tersembunyi di balik sikap Meri. Ada sesuatu dalam tatapan mata wanita itu yang menggoda, menantangnya untuk bereaksi.

Namun, Johan menahan diri. Ia tahu, bermain dengan api bisa berbahaya. Tetapi, apakah ia bisa benar-benar menghindar?

Malam itu, Johan masih belum bisa tidur. Bayangan Meri terus berputar di kepalanya. Sikapnya, suaranya, caranya menyentuh bahunya tadi—semua itu membuatnya semakin resah.

Di luar, angin malam berhembus pelan. Johan bangkit dari tempat tidurnya, berniat keluar sebentar untuk menghirup udara segar di teras belakang.

Saat ia membuka pintu, ia dikejutkan oleh sosok yang berdiri di luar kamarnya.

Meri.

Wanita itu masih mengenakan dasternya, tetapi kini ia membawa secangkir teh hangat di tangannya. “Belum tidur, Johan?” tanyanya dengan suara lembut.

Johan mengangguk kikuk. “Iya, masih belum mengantuk, Tante.”

Meri tersenyum, lalu menyerahkan teh yang dibawanya. “Minumlah, ini bisa membuatmu lebih rileks.”

Johan menerimanya dengan hati-hati, ujung jarinya bersentuhan dengan tangan Meri yang hangat. Seketika, ada percikan aneh yang membuatnya merinding.

Meri masih berdiri di sana, menatapnya tanpa terburu-buru. “Kau tahu, Johan… kadang, suasana malam bisa membawa banyak hal yang tak terduga.”

Johan merasa tenggorokannya kering. Ia tahu, batas antara ibu kos dan anak kos sudah mulai kabur. Tetapi, seberapa jauh ia berani melangkah?

Malam itu, udara terasa lebih panas dari biasanya.

Keesokan paginya, Johan bangun dengan kepala yang masih dipenuhi kebingungan. Ia berusaha mengabaikan perasaan aneh yang terus menghantuinya, tetapi tatapan Meri yang menggoda semalam masih melekat jelas dalam ingatannya.

Saat sarapan di ruang makan, Meri sudah duduk di kursi favoritnya. Ia mengenakan kaos ketat dan celana pendek yang memperlihatkan betis jenjangnya. Johan menelan ludah, mencoba mengalihkan pandangannya.

“Kamu tidur nyenyak semalam?” tanya Meri dengan senyum menggoda.

Johan mengangguk, meskipun sebenarnya ia hampir tidak tidur sama sekali. “Iya, lumayan.”

Meri tertawa kecil, lalu menyesap kopinya. “Baguslah. Aku ingin kamu selalu merasa nyaman di sini.”

Johan merasa ada makna tersembunyi di balik kata-kata itu. Ia berusaha tetap tenang, tetapi tatapan mata Meri membuatnya merasa seperti buruan yang sedang dipermainkan.

Hari itu berjalan seperti biasa. Johan menghabiskan waktunya di kamar, membaca buku dan mengerjakan skripsi. Namun, pikirannya tetap tak bisa lepas dari sosok Meri.

Menjelang sore, saat ia keluar untuk mengambil air di dapur, ia mendengar suara Meri dari ruang tamu.

“Johan, bisa tolong bantu Tante sebentar?” panggilnya.

Johan segera berjalan ke arah suara itu. Saat tiba di ruang tamu, ia menemukan Meri sedang berdiri di depan rak buku yang tinggi. “Aku butuh bantuan mengambil buku di rak atas. Bisa?”

Tanpa berpikir panjang, Johan melangkah maju dan mengulurkan tangan untuk mengambil buku yang dimaksud. Namun, saat ia berusaha meraihnya, tubuhnya secara tak sengaja bersentuhan dengan tubuh Meri yang berdiri sangat dekat.

Johan terdiam, merasakan detak jantungnya semakin cepat. Ia bisa merasakan kehangatan tubuh Meri, aroma parfumnya yang begitu menggoda.

Meri tidak bergerak menjauh. Sebaliknya, ia justru tersenyum tipis dan berbisik, “Kau gugup, Johan?”

Johan menelan ludah, berusaha mengendalikan dirinya. Namun, semakin ia mencoba menahan diri, semakin ia merasa terbawa arus.

Saat itu, Johan sadar, ia telah melewati batas yang seharusnya tidak dilewati. Tetapi, apakah ia benar-benar ingin kembali?

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
8 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status