Pak Hartawan mendengarkan perkataan demi perkataan yang keluar dari mulut putrinya yang sudah lama terpisah itu. Pria paruh baya itu merasa senang saat Ayleen bercerita jika orang-orang di tempat ia bekerja sangat baik dan memperlakukannya Ayleen dengan baik juga. Pak Hartawan percaya jika orang-orang sekeliling Ayleen pasti akan memperlakukan putrinya itu dengan baik, karena ia tahu Ayleen adalah pribadi yang lembut dan juga baik hati. Maka tak heran jika mereka pun memperlakukan Ayleen seperti itu. "Papa senang dan sangat bersyukur kepada Tuhan karena kamu sekarang dikelilingi oleh orang-orang baik, Ayleen," ucap Pak Hartawan lagi. Kedua netranya terus saja memandang wajah cantik putrinya. Jelas terpancar dari sorot mata tuanya itu, jika Pak Hartawan teramat sangat merindukan putrinya yang sudah lebih dari sepuluh tahun terpisah itu. Tak hanya memendam kerinduan yang teramat dalam, Pak Hartawan pun sangat menyesal karena dulu tak membawa Ayleen bersama dengan dirinya. Namun penyesa
Setelah adegan mengharukan itu, keduanya saling diam, seakan tengah menata hati. Ayleen dan Pak Hartawan sesekali saling bersitatap. "Pak, eh, maksud saya … Papa, bagaimana kabar Bu Airin saat ini?" tanya Ayleen. Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari bibir tipisnya. Terakhir kali mereka bertemu, Ayleen bahkan belum sempat bicara dan mengobrol dengan saudara kembarnya."Dia baik-baik saja kok, Ayleen. Lain waktu, Papa akan mengajaknya untuk bertemu kamu. Bertiga saja sebagai keluarga," sahut Pak Hartawan. Namun, sebelum itu tentu saja Pak Hartawan harus memastikan sikap Airin pada Ayleen agar tidak menyakiti hati Ayleen lagi. "Apa Bu Airin mau bertemu dengan saya?" tanya Ayleen sedikit lirih, namun masih dapat didengar oleh Pak Hartawan."Tentu saja, Ayleen. Dia itu kakakmu, saudara kembarmu. Sudah sepatutnya dia menerimamu sebagai bagian keluarga ini," ujar Pak Hartawan yakin.Hening menyapa kembali. Mereka seolah kehilangan topik pembicaraan. Saat itu, Pak Hartawan akhirnya inga
Lama ditunggu-tunggu, akhirnya tepat pukul tujuh malam pak Hartawan pulang juga. Airin yang sudah merasa bosan karena menunggu sang papa terlalu lama, kini emosinya mulai meledak-ledak.Terdengar suara deru mobil di luar sana, bergegas Airin berlari kecil menuju ke balkon kamarnya. Disana Airin bisa melihat mobil sang papa terparkir dengan rapi di depan rumahnya. Pak Hartawan keluar dari mobil sambil menjinjing jas berwarna hitam."Akhirnya pulang juga, huh! Padahal aku sudah terlalu lama menunggunya. Entah apa yang dia lakukan di rumah sakit itu sampai-sampai lupa waktu. Padahal yang sakit cuma mantan mertuaku, tapi Papaku bisa segitu perhatiannya. Sampai-sampai lupa pulang," gerutu Airin.Tak butuh waktu lama Airin pun beranjak menghampiri papanya. Baru saja pak Hartawan masuk ke dalam rumah namun sudah disambut dengan wajah kesal oleh Airin."Papa, ke mana aja sih?" tanya Airin dengan nada jengkel. "Airin, kamu sudah dirumah? Kenapa belum tidur?" tanya Pak Hartawan, malah balik
Keesokan harinya …."Bagaimana keadaan cucu saya, Dok? Apakah sudah mulai membaik?" tanya Bu Emil pada dokter laki-laki yang sedang melakukan kunjungan untuk memeriksa keadaan pasiennya."Cucu Ibu sudah boleh pulang sekarang juga. Kondisinya sudah mulai stabil," jawab Dokter spesialis anak yang menangani keadaan Baby Sam.Saat ini, Dokter yang memakai kacamata itu sedang melakukan kunjungan ke kamar Baby Sam, dan setelah diperiksa semuanya, keadaan bayi laki-laki itu sudah mulai membaik dan boleh untuk pulang."Alhamdulillah. Saya takut banget waktu cucu saya kejang-kejang di rumah kemarin. Saya benar-benar panik, Dok. Takut terjadi sesuatu yang membahayakan pada cucu saya." Bu Emil mengungkapkan ketakutannya saat Baby Sam mengalami kejang waktu di rumahnya. "Ibu tenang saja. Karena kejang yang disebabkan oleh imunisasi tadi tidak berakibat fatal pada tubuh cucu Ibu. Hanya butuh penyesuaian saja. Jadi semuanya aman." Dokter berkacamata itu pun menjelaskan. Bu Emil tersenyum lega men
"Mama, Abra, kenapa pada bengong gitu sih? Kenapa sekaget itu ngeliat aku di sini?" Airin bertanya seraya menyapa mantan mertua dan mantan suaminya."Ada apa kamu ke mari, hm?" Bu Emil tanpa babibu langsung menunjukkan wajah tak bersahabat pada Airin. Airin menyapa Bu Emil dan Abraham sekali lagi dengan senyum ramah di wajahnya, namun saat bersitatap dengan Ayleen, wajah Airin langsung berubah masam. Ayleen merasa tak enak hati melihat perubahan wajah sang kakak, namun dia hanya diam dan tak bisa berbuat banyak. Airin memutar bola matanya. "Wajarlah aku di sini, Ma, aku kan ibu kandungnya Sam. Lagipula, kenapa nggak ada yang ngasih tau aku kondisi anak aku?" Airin justru menyalahkan Abraham yang tidak mengabarinya tentang kondisi Sam."Memangnya apa pedulimu, Airin. Bukannya selama ini kamu bahkan nggak pernah peduli sama keadaan anakmu?" Abraham berkata dingin. "Sekarang kamu udah melihat kondisi Sam, dia baik-baik saja sekarang, jadi menyingkirlah," lanjut Abraham penuh penekanan d
Meskipun sempat gelisah, namun semangat Airin untuk mendapatkan Abraham semakin menggebu-gebu lantaran masih berangan ingin bersatu kembali dengan mantan suaminya itu. Seribu cara akan coba Airin lakukan untuk bisa menggaet hati sang mantan suami. Namun, entah kenapa semakin Airin mencoba dia merasa semakin susah untuk mendapatkan hati Abraham lagi. Bukan karena ada orang ketiga, melainkan Abraham sendiri membatasi untuk sekedar berkomunikasi dengan Airin.Belum lagi Bu Emil yang sudah lama menutup hati untuk mantan menantunya itu. Walau seribu alasan sedang Airin rencanakan, Bu Emil dan Abraham tidak mungkin mau membuka hati lagi seperti yang diangan-angankannya. Karena keduanya sudah sangat sakit hati atas apa yang Airin lakukan selama ini."Sial*n! Rencana yang sudah aku rancang ternyata nggak berhasil sama sekali. Bahkan sikap Abra kepadaku benar-benar sangat dingin. Aku nggak bisa berdiam diri seperti ini. Karena aku nggak mau kehamilanku sampai diketahui
32"Kenapa aku jadi terus kepikiran Pak Abra, ya? Rasanya aku gak tenang didiemin sama Pak Abra begini. Aaaahhh ... ada apa sih sama aku? Padahal biasanya aku selalu cuek kalau ada orang yang mendiami aku. Tapi ini ... gak, aku gak boleh terus menerus memikirkan sikap Pak Abra yang mulai menjauhiku." Ayleen berbicara pada dirinya sendiri. Saat ini, wanita itu sedang merasa galau karena sejak kemarin, Abraham cuek kepadanya. Bukan hanya itu, bahkan pria bertubuh tinggi itu mendiamkan Ayleen dan seolah tak menganggap Ayleen ada. Entah mengapa semenjak Abraham mendiamkan Ayleen, ibu susu dari putranya Abraham itu tiba-tiba jadi galau dan tak bersemangat saat bekerja. Padahal sebelumnya, Ayleen tidak pernah merasakan seperti ini. Ayleen adalah tipe wanita cuek jika ada orang yang mendiamkannya atau membencinya. "Lagian, sejak kapan aku peduli dengan orang-orang yang bersikap cuek padaku? Biasanya aku tak pernah ambil pusing dengan sikap mereka kepadaku.
"Duduk sini dulu, Ayleen. Kita sarapan pagi bersama." Bu Emil tersenyum begitu mendapati ibu susu dari cucunya itu. Terlihat, Ayleen yang semula memperkirakan keduanya telah selesai sarapan pun sontak saja terdiam, ternyata ia sudah salah perkiraan. "Iya, Bu. Saya bisa sarapan nanti saja. Kebetulan saya masih belum lapar," ujar Ayleen seraya melirik samar ke arah Abraham. Ia tidak bisa membohongi dirinya untuk tidak peduli pada pria itu. "Ya sudah kalau begitu. Hm … apa ada yang ingin kamu bicarakan?" tanya Bu Emil kepada Ayleen. "Selesai sarapan saja, Bu. Saya kembali ke kamar Baby— " Terdengar suara dentingan sendok dan garpu yang diletakkan di atas piring sarapannya itu, Bu Emil lalu mengalihkan pandangannya pada Ayleen. "Sudah kok, Ayleen. Sekarang, katakan apa yang kamu ingin bicarakan kepada saya?" Ayleen mengangguk dengan sesekali masih melirik ke arah Abraham. Tidak sekali pun, pria itu ada menatap ke arahnya membuat helaan napas panjang keluar dari mulut Ayleen. "Stok