"Sstt ....!" Imron kembali menutup mulut rombeng Kamal yang selalu saja tertawa jika berbicara dengannya. "Dengerin dulu," ujarnya lagi dengan bahasa isarat bibir."Apaan? Gak dengar," balas Kamal tak paham sembari menggengelengkan kepala."Lu, ikutin gue! Oke!" kali ini Imron sembari mengepalkan tangannya di depan wajah Kamal.Suara desahan kembali bersahut-sahutan. Jika Imron mulai dag-dig-dug karena anu. Berbeda dengan Kamal yang hanya bisa tersenyum miris. Tega sekali kakak lelakinya semena-mena memperlakukan wanita yang menjadi istrinya. Ditambah lagi, suara desahan berganti tangisan perempuan."Ya Allah, kita harus tolongin Bang. Itu bininya pasti disiksa," bisik Kamal yang hendak bangun dari posisi jongkoknya. Untunglah dengan sigap, Imron menahan tangan Kamal agar kembali berjongkok."Bukan disiksa Kamal!" Imron mati-matian menahan tawanya. Jika tidak sedang mengintai target dua puluh juta, tentulah ia saat ini akan terbahak dengan sangat keras."Disiksa itu, Bang. Ceweknya n
"Tidak becus! Video mesum wanita siluman kamu kasih lihat pada saya. Ck, mengesalkan saja! Sini, kembalikan uang lima juta yang sudah saya berikan pada kamu!" teriak Edwin;lelaki yang membayar Imron untuk mencelakai seseorang yang ternyata rumahnya bersebelahan dengan orang yang ada dalam video."Ini, Tuan." Setelah mengambil uang dari tangan Kamal, Imron pun memberikan semua kembali pada Edwin. Tak berkurang, kalau lebih tak mungkin."Ini, seratus ribu buat ganti bensin. Lekas pergi dari rumah saya!" usir lelaki itu pada Kamal dan juga Imron. Keduanya pulang dengan kaki lemas dan juga tak bersemangat. Kandas sudah cita-cita menjadi agen FBI. Mungkin mereka memang lebih cocok jadi agen sabun daripada agen FBI. Padahal semangat menjalani misi baru, begitu berapi-api. Namun apalah daya, mereka salah orang."Jadi salah rumah ya, Bang?" tanya Kamal yang sedang berusaha menahan tawanya."Iya, Mal. Duh, mata gue salah lihat nomor rumah. Padahal gue duitnya lagi perlu, buat operasi ponakan g
"Ck, anak kecil! Pergi sana! Jangan ikut campur urusan gue!" Alex bangun dari duduknya, lalu menatap tajam Kamal yang tak ada angin, tak ada hujan, tiba-tiba datang ingin memperlihatkan video mesum katanya. Ali menoleh pada Kamal, ia tak mengenali Kamal. Kenapa seolah-olah anak muda di depannya ini sedang berpihak padanya?"Gue gak mau pergi, sebelum lo talak Ica dengan ucapan," ujar Kamal dengan sinis. Tangannya masih saja memegang ponsel milik Imron yang berisikan video mesum Alex dan juga istri mudanya."Apa-apaan lu! Mau lu apa sih?" Alex maju beberapa langkah, dengan maksud menggertak Kamal, tetapi sayang sekali, Kamal berdiri tegak tak gentar."Gue mau, setelah apa yang lo lakuin sama Ica, lu lepasin dia. Kalau tidak, maka siluman telur yang menyamar jadi wanita sok kecantikan ini, akan menjadi santapan para ilmuwan," ancam Kamal dengan suara tegas. Alex tak paham, begitupun Ali, apalagi Susan. Ketiganya saling pandang dengan ekor mata penuh selidik."Siluman telur apa sih? Kok
Selamat Membaca."Ha ha ha ... gila aja adek gue yang mulus bisa kalah sama siluman telur," tukas Ali sambil tergelak."Kalian berdua yang gila! Siluman telur, siluman telur! Itu bukan telur bang*at! Itu KUTIL GUE!!" teriak Susan dengan begitu marahnya. Wajahny merah dengan tangan mengepal erat, bersiap meninju lelaki muda di depannya."Kutil apa sih?" tanya Kamal lagi dengan polosnya. Tentulah Ali dan Alex terpaksa membuang pandangan agar tawa mereka tak pecah saat melihat wajah polos Kamal yang tak paham apa itu kutil."Dah, sana lu pergi dari rumah gue!" usir Susan sembari mendorong gemas Kamal keluar dari rumahnya. Namun sayang, Kamal bergeming. Ia bertahan, bahkan tak bergerak sama sekali saat siluman yang sebenarnya cantik ini mendorongnya kuat."Sudah, Sayang!" Alex menahan tangan istrinya."Dih, marah! Orang cuma tanya kutil itu apa? Makanan atau penyakit?""Pergi sana, lu!" teriak Susan lagi sudah tak tahan."Gak mau! Ini rumah abang saya. Mbak di sini siapa? Istri? Gak kuat
"Ma, Parni pergi jemput kembar dulu ya. Titip Sena sebentar," ujar Parni yang sudah memegang kunci mobil bersiap menjemput dua anak lelaki kembarnya berlatih futsal."Iya. Sudah berangkat sana," jawab Bu Miranti yang kebetulan tengah menemani Sena makan pisang ruang TV."Ica mana, Ma?" tanya Parni lagi sembari melirik pintu kamar adiknya yang tak kunjung terbuka."Ada, tapi ya gitu. Masih aja bengong. Semalam tidak begadang. Bisa lelap tidurnya," jawab Bu Miranti dengam senyuman tipis di bibirnya."Sukurlah, Ma. Semoga nanti sore kita dapat kabar baik dari Mas Ali," balas Parni yang kini sudah mencium pipi kanan dan kiri ibu mertuanya.Wanita itu keluar rumah, lalu dengan terampil mengendarai mobil miliknya. Parni yang tadinya kampungan, berubah bak wanita mandiri yang berkelas dan berpendidikan sejak tinggal di Jerman. Padahal menikah di awal karena keterpaksaan adanya si kembar yang hadir karena ulah anaknya(Pemerkosaan yang dilakukan Ali pada Parni. Bisa baca judul Gagal Menikah ya
"Oh, jadi Bang Kamal suka sama janda," komentar Ali yang masih belum sadar arah sindiran cerdas seorang Kamal."Belum, Bang. Ceweknya belum janda, baru mau. Makanya saya harus kawal, biar jadi janda beneran," sahut Kamal lagi dengan penuh rasa percaya diri."Oh, gitu ya. Anak mana, Bang? Cantik gak?""Soal cantik itu relatif. Sama seperti ketampanan saya. He he he ...." Kamal dan Ali tergelak. Dalam hati Kamal, orang dari luar negeri, masa gak ngerti arah pembicaraannya? Apa jangan-jangan bukan dari luar negeri nih, tapi dari luar rahim. Sedangkan Ali berkata dalam hati, tega sekali seorang lelaki menanti perceraian wanita dan suaminya. Pasti untuk urusan yang satu ini Kamal berada dalam keadaan tidak baik. Batin Ali."Anak Jakarta, Bang, tapi lagi keluar negeri. Lagi kurang sehat. Mudah-mudahan dia lekas sembuh deh, dan bisa balik lagi ke Jakarta," terang Kamal lagi dengan wajah tersapu-sapu ijuk."Lah, mirip adik gue dong," kata Ali lagi dalam hati."Jadi, kalau tuh cewek balik ke J
Setelah semua urusan administrasi perceraian selesai. Kini Alex, Kamal, dan juga Ali tengah berada di bawah pohon mangga yang masih berada di area pengadilan agama. Ini adalah ide dari Kamal yang mewajibkan Alex untuk meminta maaf pada Ica lewat video yang direkam."Banyak nyamuk di sini, Mal. Kenapa gak di warung makan aja sih, bikin videonya?" protes Alex yang merasa tak nyaman. Apalagi lalu-lalang orang kini memperhatikan gelagat aneh mereka bertiga. Alex merasa sedikit ngeri, karena situasi seperti ini lebih mirip dengan akan digantungnya ia dipohon mangga."Ck, cerewet! Udah, Mas tenang aja. Gak usah takut kayak mau digantung gitu. Cukuplah dengan adanya siluman telur kutil, jangan sampai ada setan mangga di dunia ini," tukas Kamal yang sudah menyiapkan plastik hitam di saku celananya."Bang Ali rekam ya. Saya biar dandanin dulu penjahat rumah tangga seperti dia!" tukas Kamal tegas. Diberikannya ponsel pada Ali, lalu berjalan mendekat pada Alex."Pake nih, Mas!" Kamal mengulurkan
"Mm ... Siapa namanya, Bang?" otak Kamal tiba-tiba tak berfungsi."Annisa. Kamu kan sudah tahu," jawab Ali yang ternyata ikut kebingungan."Annisa ... Mirip sama nama istri Mas Alex ya," timpal Kamal lagi masih dengan suara datar."Ya Allah, sakit jiwa gue balik dari sini!" umpat Ali dalam hati."Iya, Kamal. Adik saya itu istrinya Alex. Namanya Annisa. Panggilannya Ica. Dia kakak ipar kamu yang baru aja kamu bantuin segala urusannya," papar Ali dengan suara menahan gemas. Ingin sekali rasanya memukul kepala Kamal menggunakan kepiting besar di depannya ini."Ya udah. Kapan bisa saya halalkan, Bang? He he he ...." Kamal menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Wajahnya sudah tersipu malu, saat di depannya, Ali juga tengah tergelak."Kamu udah kerja?" tanya Ali."Udah, Bang," jawab Kamal singkat."Kerja apa?" tanya Ali lagi."Membantu ibu.""Iyalah, anak bayi juga tahu, kalau kita sebagai anak harus bantu pekerjaan orang tua. Maksud saya ... Astaghfirulloh ... Maksud saya, pekerjaan kamu ya