Aku yang Kau Nikahi Dia yang Kau Nafkahi

Aku yang Kau Nikahi Dia yang Kau Nafkahi

By:ย ย Siti Nurul Badriyahย ย Completed
Language:ย Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
Not enough ratings
35Chapters
11.7Kviews
Read
Add to library

Share:ย ย 

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Ada kalanya wanita tetap diam meski kecewa, tapi hal itu pun menjadi bom waktu. Yang akan meledak kapan saja. Ada kalanya wanita pun membisu , saat kata-katanya tidak di hiraukan. Namun, jika dalam batas kesabaran. Hal itu pun akan menjadi sembilu. Yang menyirat luka yang dalam. seperti itulah yang di alami oleh Anisa, yang harus diam ketika di salahkan saat suaminya sendiri yang salah. Ia berada di titik akhir kesabaran menghadapi sang suami.

View More
Aku yang Kau Nikahi Dia yang Kau Nafkahi Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
No Comments
35 Chapters
Uang Bulanan
Hari ini adalah hari, dimana mas Arman menerima gaji dari kantornya. Walaupun sebenarnya keluarga mas Arman termasuk keluarga mapan. Entah mengapa, papa mertua tidak membuat mas Arman untuk mengelola perusahaan papa. Namun, rasanya walau ia punya penghasilan banyak itu tidak akan berpengaruh bagi diriku ini. Dua tahun menikah, kami masih belum punya keturunan. Awalnya aku berpikir, mungkin belum diberi amanah. Sehingga, mas Arman pun tidak terlalu mempermasalahkannya. Namun, semakin lama, mas Arman semakin berubah sikapnya padaku. Dulu sangat baik, tapi semakin lama malah semakin menjengkelkan."Mas, aku mau belanja bulanan. Mas belum ngasih uang gaji. Biasanya langsung ngasih,'' imbuhku dengan nada memelas ketika ia tengah duduk di sofa ruang keluarga. 'Apa mas Arman tidak berniat memberi uang bulanan saat ini?' tanyaku dalam hati.Ia pasti kesal, jika aku meminta jatah bulanan. Padahal itu kewajiban suami pada istrinya, bukan orang lain yang meminta secara cuma-cuma. Bahkan aku t
Read more
Selalu Salah
Aku masih menunggu kedatangan mas Arman. Ia sepertinya sangat marah padaku. Namun, jika dipikir untuk apa aku menunggu pria itu pulang. Ia memang akan seperti itu, walau karena masalah sepele. Bisa dibilang, apa yang dilakukannya sudah menjadi rutinitas jika kami tengah bertengkar. Aku menyendok nasi, sedikit demi sedikit. Sesekali aku pun berhenti. Aku bukanlah karang yang tetap tegar saat ombak di lautan menerpa. Air mata mulai menorobos benteng pertahanan. Walau ku tahu sia-sia saja aku menangisi orang yang sudah tidak peduli padaku, bahkan tidak lagi menghargai perasaanku. Suara pintu terketuk, membuat aku mengusap air mata ini dan bergegas untuk keluar."Mama," gumamku. Aku terkejut mama mertuaku tiba-tiba datang."Kamu habis nangis?" tanya Mama menyelidik."Enggak, Ma. Anisa kelilipan." Jawabku berbohong, keningnya mengkerut. Aku hanya berharap beliau percaya padaku, karena jika mama tahu aku bertengkar dengan mas Arman yang ada akulah yang disalahkan."Ya sudah! Ma
Read more
Mengikuti Arman
Pagi ini mas Arman berangkat tergesa-gesa. Malam tadi ia tidur di sofa. Ia sangat marah, bahkan kali ini ia tak menyentuh masakanku sedikit pun."Mas, Saraโ€”" ucapanku terjeda, saat ia menatap tajam."Gak perlu! Aku makan di luar aja." ucapnya ketus. Ya, dia punya banyak uang untuk dirinya sendiri. Mudah sekali baginya untuk makan di luar, karena pikirnya itu uang jerih payahnya sendiri."Tapi...," ucapanku terhenti, saat ia malah melangkah pergi tanpa salam dan kecupan di kening lagi. Ia embuat aku jengah karenanya. Harusnya aku yang marah, bukan dia.Aku menyantap sarapan dengan santainya. Lalu, membereskan makanan dan memasukan ke dalam kulkas agar tak cepat basi. Perkataan mas Arman yang tak masuk logikaku. Jika tidak begitu dekat, tidak mungkin mereka belanja bersama dan Anita begitu manja pada mas Arman. Saat aku menyinggung soal teman satu selimut, ia bahkan hampir menamparku seolah tersinggung. Wanita mempunyai kepekaan yang tinggi. Aku tidak mungkin salah dengan d
Read more
Munculnya Mala
Aku mendengar suara langkah kaki dengan sepatu hak tinggi. Langkah itu terdengar terburu-buru dan berhenti seketika, hingga aku pun bergegas untuk menghampiri dan membuka daun pintu. Terlihat wajah mama mertua yang sangat tidak senang. Beliau langsung masuk tanpa bicara. "Mama, kok mendadak kesininya? Kalau Mama nelpon Nisa, mungkin Nisa masak buat Mama." imbuhku. Dari raut wajah mama mertua aku yakin ada yang diadukan oleh suamiku itu."Gak perlu," jawab Beliau ketus."Ma, sebenarnya ada apa?" tanyaku melembutkan suara."Mama gak terima, ya. Kamu main hakimi anak Mama di tempat umum," cecarnya, "Mama lebih tahu anak Mama. Jangan main nuduh sembarangan! Kamu itu malah buat masalah terus," sambungnya."Ma, Nisa...," ucapanku terhenti. Selalu saja seperti ini. Beliau tidak pernah mau mendengar alasan yang kubuat."Ingat Nisa! Kamu itu istrinya. Harusnya jadi istri, jaga nama baik suami!" tukasnya. Padahal aku belum juga selesai bicara tapi mama malah menyela ucapanku."Iya, Ma." Ja
Read more
Membuka Aplikasi Biru
Saat ini, aku menuruti perkataan Mala. Aku membuat akun dan mencoba berteman dengannya. Tentu saja, aku memakai wajah pria tampan dengan alamat yang palsu juga. Tidak butuh waktu lama untuk menunggu , ia pun membalas menerimanya. Sepertinya dia sedang ๐‘œ๐‘›๐‘™๐‘–๐‘›๐‘’.[Makasih, Cantik.] pesanku pada akun Anita.[Sama-sama, Ganteng.] aku pun mual membacanya. Aku melihat linimasa miliknya. Terdapat foto-foto yang terpampang. Ada pula foto yang mungkin bagi pria foto itu menggoda iman mereka, termasuk suamiku.[ Aku senang hari ini jalan-jalan dengan suamiku.] ujarnya dalam sebuah status.[Akhirnya. Walau aku pernah pergi darimu, tapi aku kembali padamu.] Aku menautkan alis, karena tak mengerti dengan statusnya.[Aku hamil dan aku senang sekali, karena suamiku yang sekarang itu selalu manjain aku.] kiriman itu lima bulan yang lalu. Aku terus menelusuri linimasa Anita, hingga terpampang jelas foto mas Arman dan Anita. Itu terkirim satu tahun yang lalu. Membuat dada ini sesak saat me
Read more
Rumah Mertua
Mobil terparkir di depan rumah mertua dan kami pun berjalan menuju ambang pintu. Aku merasakan hangat sikapnya, tapi aku yakin ini hanya akal-akalannya saja. Ia pasti mengadu pada orang tuanya, agar tetap terlihat benar di mata keluarganya itu. Aku perempuan, tapi aku tidak pernah mengadu pada ibuku. Meskipun, aku merasakan peliknya hidupku saat bersuamikan mas Arman. Terlihat papa dan mama mertua menunggu di sofa ruang tamu. Kami mengucap salam kemudian dijawab oleh mereka. Aku mencium takzim tangan kedua orang tua mas Arman itu. Aku berusaha tenang dan kami duduk berdampingan. Entah apa yang akan mereka bicarakan? Raut wajah papa mertuaku itu cukup serius saat ini. Semoga saja apapun itu aku bisa menghadapinya saat ini. Aku tidak ingin lagi disalahkan untuk apa yang tidak aku lakukan."Jadi, tanpa basa-basi. Papa mau tahu, masalah kalian ada apa? Sampai mamanya Arman marah-marah ke Papa," cecar Papa setelah kami duduk. Aku menunduk
Read more
Alasan Pernikahan Anisa
Hari-hari berlalu dan aku terpaku meratapi nasib. Namun, aku masih saja tidak mengerti, untuk apa ia bertahan denganku. Apa yang terjadi aku tidak tahu. Pernikahan ini memang bukan keinginan kami berdua, melainkan keinginan orang tua kami. Namun, tidak sepatutnya ia bersikap begitu. Seolah diri ini hanya menumpang hidup dan menjadi benalu baginya atau ia malah membuatku seperti pembantu di rumahnya. Aku pun mulai berpikir tentang masalah anak adalah syarat orangtuanya agar mendapat warisan. Karena aku memang pernah mendengar jika kami memiliki anak, maka kami akan mendapatkannya lebih awal.***** Lorong bercat putih. Disinilah aku saat ini. Aku menunduk lesu, saat orang yang aku kasihi berada di antara pasien-pasien di gedung ini. Ibu tampak tak kuasa menahan tangis. Beliau memang istri yang setia. Tidak ada pertengkaran hebat yang terdengar selama ini saat aku berada di rumah. "Maaf! Apa ini dengan keluarga pak Andi?" seorang pria paruh baya menghampiri dan bertanya
Read more
Pertemuan Dengan Aldo
Sore ini aku dan Mala mendatangi salah satu Kafe. Mala yang mendengar ceritaku saat di perjalanan merasa iba padaku. Ya, jalan hidupku setelah menikah dan meninggalkannya ayahku begitu memilukan."Beneran kamu diperlakukan gak bener sama suami kamu? Meskipun gak pernah maen tangan sih, tapi itu gak wajar banget. Royal ke si Anita. Lah, ke kamu malah ngasih segitu. Rumah gede gitu listrik aja udah berapa? belum ini itu," cerocos Mala yang tak bisa direm."Aku gak punya uang buat ketemu di Kafe, Mal. Si Aldo malah ngajak di Kafe. Pusing aku," ujarku sambil berjalan menuju Kafe yang dijanjikan."Lah, kan ada Mala. Kamu mau pesan apa aja? Aku teraktir," ucap Mala tersenyum. Aku hanya mengangguk setuju saja. Aku merasa beruntung dan lega bisa bertemu dengan gadis cerewet tapi sangat baik itu. Ia yang membuat pikiranku terbuka disaat aku benar-benar terluka. Aku memang tak punya uang untuk pertemuan kami, karena jatah Mas Arman yang tidak mungkin langsung habis beberapa hari. Harga
Read more
Larangan Arman
Siang ini, aku sibuk berada di dapur dengan memasak makanan seadanya. Mas Arman terdengar masuk tanpa mengetuk, aku bahkan tak peduli pada kedatangan dirinya."Nisa!" serunya dari jauh kemudian menghampiriku."Ya," sahutku datar."Oh ya, Mas. Besok minggu aku mau ke reuni," imbuhku dengan santainya, sembari menuangkan air minum. Aku sengaja mengatakan hal itu dan lihatlah raut wajah tak terima itu."Apaan ikutan reuni? Yang ada ngehamburin uang," ketusnya. Padahal aku tidak pernah kemana-mana, selain untuk belanja keperluan rumah. 'Dasar pelit bin medit.' umpatku dalam hati."Sekali aja, Mas. Ada reuni SMA. Katanya sih, Anita juga bawa suaminya. Berarti aku salah sangka ya, waktu pas liat Mas sama dia." celotehku. Mas Arman seolah menyembunyikan rasa terkejutnya. "Ayolah!" rengekku."Bawel amat! Aku sibuk." ketusnya lagi."Ayolah!" rengekku lagi, walau aku tahu jawabannya."Aku bilang tidak, ya t
Read more
Ponsel Baru
Malam ini, mas Arman tidak menampakan batang hidungnya. Aku tahu, ia akan bersiap untuk besok di acara tersebut. Bukan bersiap untuk pergi denganku. Melainkan untuk pergi bersama Anita. Itu berarti, ada kesempatan untukku mengambil ponsel yang disita mas Arman. Hati ini begitu yakin, ponsel itu disimpan di dalam laci mejanya, karena aku mencari keseluruh kamar dan tak ada disana dan tempat rahasia yang tidak boleh aku ganggu adalah ruang kerja mas Arman. Aku mencari kunci laci yang selalu dikunci olehnya. Sampai aku benar-benar hampir menyerah. Namun, aku teringat saat ia berusaha melepas pigura yang ada di dinding dan benar saja, pria itu menyembunyikan kunci laci di antara benda itu dan dinding. Klek , kunci terbuka. Aku melihat ponselku disana, tapi ada juga ponsel baru yang masih dalam kotaknya. Itu adalah ponsel yang mahal dan terlihat pita merah di sana. Jika aku ingat-ingat , dua hari lagi wanita itu memang berulang tahun. Aku mengabaika
Read more
DMCA.com Protection Status