Beranda / Romansa / Istri Kedua Sang Presdir / Bab 6. Direndahkan Kembali

Share

Bab 6. Direndahkan Kembali

Penulis: Wijaya Kusuma
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-02 21:49:05

“Yang jelas lo nggak bakal mampu bersaing untuk bayar dia, Bro. Bakingan dia orang besar di sini, makanya dia bisa dapat posisi bagus dengan nol pengalaman.” Salah satu pria yang bersamaan masuk ke alam lift ikut menimpali pertanyaan rekannya. 

“Tapi, kalau sudah sisa mah nggak bakal mahal. Namanya juga barang bekas.” 

Jika dikira Neina tidak paham ke mana arah perbincangan yang dilakukan oleh ketiga pria yang berada dengannya saat ini. itu salah. Neina tahu, yang sedang dibicarakan oleh mereka saat ini adalah dirinya. Bukan orang lain. 

Suara gelak tawa membuat ruang lift yang berukuran 2,5X3 meter itu mendadak riuh. Terasa puas oleh mereka yang berhasil merendahkan Neina bersamanya. 

“Apa kamu ada waktu untukku malam ini?” Hembusan angin dan suara berbisik berhasil membuat bulu kuduk Neina bergidik. Pasalnya, pria yang berdiri tepat di sampingnya itu berbisik tepat di samping telinganya. 

Neina bergeser, memberi  kikisan jarak sebab seniornya itu semakin mendekat ke arah tubuhnya.

“Maaf, saya tidak paham maksud yang Bapak bicarakan,” ujar Neina, berpura tak mengerti ke mana arah pembicaraan yang dilakukan oleh sang senior tersebut. Tak ingin mencari masalah, ia pun masih berusaha bersikap sopan. 

Harinya sudah dipenuhi oleh berbagai masalah. Baik masalah pribadi, maupun saat di tempat kerja yang mengharuskan ia berhubungan langsung dengan Felix, asisten Keandra, yang saat ini sudah sah menjadi suaminya.

“Ck. Lu nggak perlu pura-pura deh. Seluruh kantor juga tahu, jika Lu masuk di perusahaan ini dan punya kedudukan bagus yang diinginkan oleh banyak karyawan perusahaan juga karena main belakang.” Pria itu menatap remeh pada Neina. Tatapan mata yang begitu merendahkan dirinya.

Andai Neina tidak lelah batin dan jiwanya. Mungkin, ia sudah meladeni dan menyangkal semua tuduhan yang didapatkan olehnya tak berdasar itu. 

Neina membuang muka, menahan diri beberapa saat sebelum akhirnya memberanikan diri menatap pria itu dengan tatapan penuh keberanian, namun masih berusaha untuk bersikap sopan. Berusaha menahan diri, tetap tak bisa membuatnya menjadi lebih baik. 

“Yang bapak tuduhkan pada saya itu tidak ada bukti. Jadi, jangan buat fitnah yang tak berdasar, itu bisa mencoreng nama baik perusahaan,” tegas Neina mengingatkan. Tentu saja ia tak ingin semua orang menganggap jika dirinya sebagai penyebab tercorengnya nama baik perusahaan. 

Ia pun masih berusaha bersikap sopan atas lontaran kalimat menjatuhkan yang mereka lakukan atas dirinya itu. 

“Gayanya selangit, Bro. Tinggal bilang berapa tarif lu aja pakai banyak kata,” sela salah satu pria yang sejak tadi menatap tingkah salah satu temannya. 

“Maaf ya, Pak. Saya bukan wanita murahan.” Neina sudah sangat mendidih. Ingin rasanya memukul dan merobek mulut pria yang melebihi mulut emak-emak. 

“Berani juga dia,” sinis pria yang sejak tadi diam menyaksikan tingkah kedua teman lelakinya. 

Ketiganya saling pandang, seolah sedang merencanakan sesuatu pada Neina. Neina yang melihat sikap mencurigakan dari ketiga pria itu mendekat menuju pojok lift dengan penuh harap agar pintu lift segera terbuka. 

Ketiga pria yang mendapati Neina ketakutan itu merasa semakin puas. Mereka merasa menang telah berhasil membuat Neina tak berkutik lagi sekarang. 

“Kalian mau apa?” tanya Neina saat jarak ketiganya semakin dekat tinggal sejengkal. 

“Kenapa? takut? Seharusnya lu nggak perlu takut, sebab pasti sudah tahu rasanya dienakin bukan?” ungkap pria yang jarak antara Neina dan dirinya itu sudah sangat tak berjarak. 

“Rasanya sama saja kok. Sama seperti punya manajer HRD atau jangan jangan … sampingan lo pemuas Pak Keandra, itu benar?”

Plak!

Neina tak tahan lagi untuk menahan emosi atas harga dirinya yang sudah diinjak-injak oleh pria yang bahkan ia sendiri tidak mengenal, meski berada di bawah naungan satu perusahaan dengannya.

 “Jaga mulut anda! Dan saya bukan wanita murahan!”

 Berusaha keras menahan diri agar tidak terjadi keributan, namun tak mampu Neina lakukan. Orang boleh memfitnah dirinya dengan segala tuduhan. Namun, saat harga dirinya sudah diinjak-injak seperti sekarang, itu sudah sangat keterlaluan. 

Kilatan amarah terlihat jelas di mata pria yang pipinya ditampar oleh Neina. Pria itu mencengkeram erat rahang Neina. Membenturkan tubuh Neina yang tak seberapa dibanding tubuh pria yang telah Neina kasih pelajaran.

“Argh!”

Neina terperosok. Terjatuh sebab bersamaan pintu lift terbuka yang membuat Neina terjatuh, lumayan keras tepat di depan pintu lift itu. 

Tiga pria yang mendapati Naina terperosok jatuh itu pun merasa puas.

“Eh, Pak Keandra, Pak Felix,” ucap ketiga pria itu menunduk hormat. Menyapa Keandra Felix sangat ramah dan sopan.

“Ada apa ini? Kenapa kalian tidak membantu Neina?” Tanya Felix keheranan dengan situasi yang terjadi pada rekan kerjanya itu.

Neina segera bangun dari duduknya. Menghormat patuh dan segera pamit dari hadapan Keandra dan Felix, dengan mengabaikan tiga pria senior yang sudah berbuat kurang ajar kepadanya. 

Keandra yang tidak mau ikut campur atas keributan receh yang terjadi di antara karyawan perusahaannya itu. Ia memilih meninggalkan orang-orang itu menuju ke mobil yang sudah disiapkan di depan pintu lobi utama.

“Maaf, Pak. Bukan Saya tidak mau membantu Naina. Tadi saya hanya sedang berusaha melawan atas tindakan tak sopan Neina yang berusaha merayu kami di dalam lift.”

Felix tak langsung menanggapi atas kabar yang didengarnya kali ini. Kabar ramai yang terjadi di perusahaan ini sudah cukup bisa membuat Felix menyimpulkan kebenaran yang terjadi saat semua itu berhubungan dengan Neina.  

“Lain kali kalian harus bisa jaga sikap, jika masih ingin bekerja di perusahaan ini.”

 Sebuah kata telak yang seperti bom waktu untuk ketiga pria itu. Bukan dukungan yang didapat untuk mereka. Namun, cenderung lebih ke peringatan agar mereka untuk tidak mengulang kesalahan yang sama. 

Felix meninggalkan mereka. Menuju ke mobil Keandra yang sudahlebih dulu masuk ke dalamnya. 

“Sialan! Semakin benar saja kan kabar miring selama ini,” kesal pria yang mendapat ancaman dari Felix. 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 14. Sambutan Permusuhan

    Ketika langkah kaki Neina turun dari mobil itu, lantai batu alam yang mengkilap seakan memantulkan suara debaran jantungnya. Rumah itu sangat mewah, terlalu besar dan terlalu asing baginya. Dinding-dinding putihnya berdiri megah, berjendela besar dengan teralis besi hitam bergaya industrial. Tak ada kesan ramah, tak ada sambutan hangat. Rumah itu dingin—dan mencerminkan tuan rumahnya.Beberapa orang pelayan segera datang dari arah pintu utama. Salah satu dari mereka, seorang perempuan berusia empat puluhan, tersenyum ramah. Ia melangkah maju. Raut wajahnya begitu hangat, seolah mencoba menepis dinginnya suasana. “Selamat datang, Nona Neina,” sapanya lembut, suaranya menenangkan. “Saya Bi Raras. Saya yang akan membantu Nona selama di sini. Jika Nona membutuhkan sesuatu, jangan sungkan memberitahu saya.”Senyum ramah Bi Raras sedikit meredakan ketegangan yang mendera Neina. Setidaknya, ada satu wajah yang tidak memancarkan permusuhan di tempat ini. Ia mengangguk samar, mencoba membala

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 13. Bukan Rumah Tujuan

    "Kebencian bisa berubah menjadi cinta, Neina. Dan cinta bisa melahirkan keturunan," balas Pak Daniswara, matanya menatap tajam, seolah menembus dinding pertahanan Neina. "Kau harus bisa meluluhkan hatinya. Membuatnya melihatmu bukan hanya sebagai anak yatim piatu yang Kakek tolong, tapi sebagai wanita yang pantas mendampinginya. Wanita yang akan memberinya keturunan."Neina merasa mual. Ini bukan tentang cinta, bukan tentang masa depan yang indah. Ini tentang sebuah misi. Sebuah tugas yang diberikan oleh seorang pria sekarat, yang entah bagaimana caranya, telah mengikatnya dalam perjanjian yang tak bisa ia hindari."Tapi kenapa harus Neina, Kek? Kenapa bukan wanita lain? Pak Keandra sudah memiliki istri juga. Pak Keandra bisa mendapatkan itu dari Bu Olivia …”“Itu tidak akan terjadi, Neina. Kau harus menjadi satu-satunya wanita yang menjadi istri Keandra. Bukan wanita lain. Dan kau satu-satunya wanita yang pantas memberi keturunan untuk Keandra. Bukan yang lain.” Pak Daniswara berkat

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 12. Pertemuan Dengan Daniswara

    Sunyi menyelimuti ruangan VIP rumah sakit malam itu. Hanya suara detak jam dinding dan alat bantu pernapasan yang mengiringi percakapan dua insan berbeda generasi. Pak Daniswara terbaring lemah, namun wajahnya tampak cerah saat melihat sosok yang baru saja membuka pintu dan melangkah masuk dengan perlahan."Neina," sapa Pak Daniswara lirih, senyum hangat terukir di wajah tuanya. Meski tubuhnya dibelenggu oleh infus dan selang oksigen, matanya bersinar seperti ada harapan yang kembali menyala.Neina duduk di kursi tunggal di samping ranjang perawatan. Ia tersenyum sopan, mencoba menyembunyikan kegugupan yang sejak tadi membuncah di dadanya."Pak Daniswara... bagaimana keadaan Bapak sekarang?” tanyanya sopan.Pak Daniswara mengangkat tangannya lemah, lalu menggenggam tangan Neina dengan erat. “Kakek.” “Mulai sekarang, panggil aku... Kakek. Karena kamu sudah menjadi cucuku."Neina tersentak pelan. Ia menarik nafas dalam, mencoba memahami ucapan itu. "Kakek..."Semua yang dilakukan oleh

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 11. Keberanian Neina

    “Nona Neina sekarang sudah menjadi bagian keluarga Daniswara. Kamu harus mulai belajar menjaga sikap, Felix,” tegur Pak Aji yang mendapati sikap terkejut Felix.Felix tersenyum canggung, menggaruk tengkuk leher yang tidak gatal. “Buat apa kau bawa dia ke sini?” tanya Keandra tajam pada Pak Aji yang datang bersama Neina. Tatapan mata yang sangat tidak bersahabat yang menyambut kehadiran Neina di depan ruang perawatan kakeknya itu. Neina menegakkan tubuh. "Saya datang untuk menjenguk Pak Daniswara.""Dengan alasan apa? Menjenguk? Jangan mengada-ada," sindir Keandra. "Kau pikir aku akan percaya begitu saja? Kau pikir aku tidak tahu?"Neina mengerutkan dahi. "Tahu apa, Pak Keandra?""Bahwa kau punya niat tersembunyi. Kau pikir kedekatanmu dengan kakekku bisa memberimu akses ke warisan? Atau jabatan di perusahaan yang lebih tinggi lagi? Kau pikir akan bisa masuk dengan seenaknya di keluargaku. Bahkan, kehadiranmu bagai racun mematikan di keluargaku."Tajam. Sangat tajam setiap kata yang

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 10. Izin Membawa Pergi

    “Kenapa malam-malam, Pak. Besok pagi saya akan mampir lebih dulu ke rumah sakit, sebelum ke kantor,” tolak Neina yang bahkan dirinya baru tiba di rumahnya sepulang bekerja.“Saya hanya menjalankan tugas, Nona.” Kalimat yang Pak Aji ucapkan baru saja itu seolah tak mampu untuk dibantah kembali. Pria paruh baya itu duduk dengan tenang namun penuh teka-teki dari sorot wajahnya, siluetnya diterpa cahaya lampu yang menyala. Ada sesuatu dalam sikapnya, dalam keheningan yang menyelimuti, yang membuat naluri Bu Lela menjerit."Bu Lela," suara Pak Aji memecah keheningan, rendah dan berat, seolah setiap katanya menanggung beban yang tak kasat mata. "Saya ingin membicarakan sesuatu."Bu Lela merasakan jantungnya berdebar kencang. Ia meletakkan cangkir tehnya perlahan, bunyi 'klik' porselen itu terdengar nyaring di antara mereka. "Ada apa, Pak Aji?" tanyanya, berusaha menjaga suaranya tetap tenang, meskipun ada gemuruh badai di dalam dadanya.Pak Aji, tatapannya bertemu dengan Bu Lela, bergant

  • Istri Kedua Sang Presdir   Bab 9. Menjemput Neina

    Pintu mobil terbuka, dan seorang pria berjas rapi melangkah keluar. Usianya sekitar akhir lima puluhan, rambutnya tersisir klimis, dan sorot matanya tajam namun sopan. Ia tersenyum hangat, saat tatapan matanya bertemu dengan Neina. Seulas senyum tipis terukir di bibirnya, senyum yang entah mengapa terasa dingin, seperti sapuan angin musim gugur yang membawa serta berita penting yang tak terduga.Langkah pria itu tenang namun penuh wibawa saat ia berjalan mendekat. Neina mengenali wajah itu. Pak Aji. Asisten pribadi Pak Daniswara, pria yang tak pernah absen mendampingi konglomerat itu dalam setiap acara resmi maupun urusan pribadi. Kehadirannya di sini, di ambang pintu pagar rumahnya, adalah anomali yang membingungkan sekaligus mencekam. Apa yang membawa orang sepenting Pak Aji ke tempatnya lagi? Dan kali ini, kehadiran pria itu seorang diri. Tidak bersama Tuannya yang Neina tahu, jika dia sedang terbaring di ranjang rumah sakit. Bu Lela, yang tadinya sibuk melipat sarung di ruang te

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status