Share

Kecurigaan Rangga

Rama menghela nafas karena geram. Hari ini sudah lumayan berantakan, karena berkas yang dibutuhkan untuk rapat malah tertinggal. Menerima panggilan telepon pada ponsel Isna yang mana ada suara laki-laki mengucapkan sayang lalu mengakhiri panggilan ketika Rama bertanya siapa. Rama belum membahas hal ini dengan istrinya, karena kejadian itu pada saat Isna berada di kamar mandi.

Ditambah dengan wajah Hayati yang terlihat muram dan sembab, jelas sekali jika kesedihan menyambangi gadis itu. "Tidak akan," jawab Rama dengan tegas tanpa ragu-ragu. 

Hayati baru akan membuka mulutnya akan menjawab tapi kembali disela Rama. "Cukup. Pagiku sudah berantakan, jangan tambahkan lagi dengan masalahmu." 

Hayati meninggalkan Rama dengan kembali ke kamarnya. "Dasar egois, tidak punya perasaan, aku sumpahin kamu ... aku hanya minta kata talak dari mulut kamu, Mas," ujar Hayati seakan ada Rama di sana dan mendengar apa yang diucapkan. 

***

Hari sudah sore saat Rangga yang baru saja tiba di rumah, kembali menyaksikan kedekatan putranya dengan Hayati. "Uni, ayo nyanyi lagi," ujar Aska sambil melompat kegirangan. "Hmm, kapan-kapan lagi ya. Sekarang sudah sore, sudah waktunya kamu mandi." Hayati menuntun Aska dan mengantarkan pada baby sitternya. 

Berpapasan dengan Rangga saat menuju kamarnya, Hayati hanya mengangguk sopan ketika melewati Rangga. Tanpa diduga, Rangga menarik lengan Hayati membuat mereka berhadapan. "Sebenarnya, apa hubungan kamu, Rama dan Isna?" tanya Rangga dengan tatapan yang membuat Hayati tidak bisa berkutik. 

"Aku asisten Nona Isna. Tentu saja hubungan kami atasan dan bawahan," jawab Hayati yang Rangga dengar sangat tidak meyakinkan. 

Rangga mendengus, "Aku tidak percaya. Aku yakin  ada rahasia yang kalian sembunyikan," sahut Rangga. 

"Pak Rangga salah," ujar Hayati lalu mencoba melepaskan tangannya dari cengkraman Rangga. "Kamu akan terima akibatnya jika aku berhasil membuktikan segalanya." Rangga melepaskan tangan Hayati dan berjalan meninggalkannya. 

Hayati mengelus dadanya, "Huft. Ya ampun, gimana ini? Pak Rangga feelingnya kuat banget ya." 

Rangga membuka kasar ikatan dasi pada kerah kemejanya. Melepaskan jas yang dia kenakan dan melemparnya pada sofa lalu duduk di pinggir ranjang. Mengeluarkan ponsel dari saku celana dan menghubungi seseorang. “Ada tugas baru untuk kalian. Cari tau selengkapnya identitas seorang wanita juga hubungannya dengan Isna,” titah Rangga melalui sambungan telepon entah kepada siapa.

“Saat ini dia bekerja sebagai asisten Isna. Aku ingin identitas selengkapnya,” ujar Rangga lagi dilanjutkan dengan menyebutkan ciri-ciri Hayati sebelum dia mengakhiri panggilan telepon.

Hayati berada di beranda kediaman keluarga Adam. Terkadang berjalan bolak-balik lalu kembali duduk dan berjalan lagi. Dia menunggu kedatang Rama atau Isna, dengan tujuan menyampaikan ucapan Rangga yang mencurigai mengenai keberadaannya.

Ternyata yang lebih dulu datang adalah Rama. Hayati menghela nafasnya sebelum menghentikan Rama yang akan masuk ke rumah dan berusaha mengatakan apa yang membuatnya risau sejak tadi sore.

“Mas Rama,” panggil Hayati.

Rama yang selama menikah dengan Isna tidak pernah disambut oleh sang istri pun mengernyitkan dahinya melihat Hayati yang berada di beranda menyambutnya. Meskipun tidak menyambut dengan tatapan suka cita tetapi wajah Hayati sukses meringankan rasa lelah setelah seharian bergelut dengan urusan pekerjaan. Rama bahkan membayangkan jika Hayati setelah ini melayani di meja makan, kebutuhannya untuk mandi dan di ranjang.

Tunggu, aku pasti sudah gila membayangkan sampai sejauh itu, batin Rama.

“Ada apa?” tanya Rama sambil mengernyitkan dahinya, seraya mengusir bayangan yang baru saja melintas dibenaknya.

“Mas, gawat. Pak Rangga mencurigai aku. Bagaimana jika dia mengetahui keadaan yang sebenarnya?” tanya Hayati dengan raut wajah panik.

“Bisa kamu cerita lebih jelas, aku tidak mengerti apa maksud perkataanmu Hayati.”

Hayati menarik nafas sebelum bicara, membuat Rama mengulum senyum karena gemas dengan tingkah Hayati. “Tadi sore Pak Rangga menanyakan ada hubungan apa aku dengan Mas Rama dan Nona Isna. Sepertinya beliau curiga, aku takut Mas. Bagaimana kalau Pak Rangga tau kalau kita ....”

“Cukup. Biar aku dan Isna yang akan pikirkan. Jangan sampai kalimat itu kamu ucapkan,” ungkap Rama sambil menyela ucapan Hayati.

Rangga yang menyaksikan interaksi Rama dan Hayati dari ruang tamu, tersenyum sinis. Walaupun tidak mendengar jelas apa yang mereka bicarakan. “Sangat menarik, kita akan lihat siapa kamu sebenarnya Hayati.”

***

Keesokan paginya. Rama menyampaikan apa yang dikhawatirkan oleh Hayati. “Kebetulan sekali, lusa aku ada pemotretan di Bali mungkin beberapa hari. Hayati kamu minta tinggal di rumah Ayah dan Ibu saja. Aku tidak mungkin membawa Hayati,” ujar Isna.

Rama hanya mendesah pelan ketika mendengar Isna yang harus ke luar kota, bagi Rama hal ini lebih mengkhawatirkan dibandingkan kecurigaan Rangga. “Loh, aku pakai setelan seperti ini lagi, padahal gaya setelan kemarin-kemarin aku suka,” ujar Rama.

“Jadi, Mas Rama suka dengan pakaian yang disiapkan Hayati tapi tidak dengan yang aku siapkan?” tanya Isna dengan melipat kedua tangan di dada menatap pada Rama yang mulai mengenakan setelan yang sudah disiapkan.

“Bukan aku tidak suka, aku bertanya. Mana aku tahu kalau yang sebelumnya aku pakai itu disiapkan oleh Hayati,” ucap Rama. Isna hanya berdecak lalu menuju kamar mandi.

“Tapi selera Hayati boleh juga," ujar Rama yang sudah pasti tidak didengar oleh Isna.

Isna memanggil Hayati dan menyampaikan terkait dia harus tinggal di rumah mertuanya ketika Isna ke luar kota. Hayati hanya bisa menurut pasrah tanpa menolak.

Siang hari, tepatnya setelah Hayati baru saja menikmati makan siangnya. Isna menghubungi Hayati, memintanya mengantarkan buku kumpulan desain milik Isna yang tertinggal di kamarnya.

Hayati mengganti pakaiannya, lalu bergegas memenuhi perintah Isna. Menggunakan taksi, dia pun tiba di Adam corporation. Menuju lantai dimana rumah mode milik Isna berada.  Saat di lobi, Rangga yang baru saja tiba setelah makan siang dengan rekan bisnisnya melihat kehadiran Hayati.

“Kebetulan sekali,” ucap Rangga.

Hayati yang mengenakan celana panjang putih model pensil dengan atasan model wrap top biru langit. Dipadukan dengan flat shoes dan sling bag, menjadi pusat perhatian ketika Isna mengajaknya ke ruangan. “Ingat apa yang aku sampaikan tadi pagi, besok kamu harus tinggal dengan orangtua Mas Rama, berkesan seolah-olah kita memang pergi bersama.”

Setelah memberikan arahan dan perintah yang menurut Hayati terlalu semena-mena, Hayati pun pamit pulang. Tanpa diduga, Rangga sudah menunggu di lobi tepatnya di depan lift.

Hayati yang melangkah keluar dari lift terkejut saat seseorang menarik tangannya dan membawa ke sebuah ruangan. “Pak Rangga,” ucap Hayati. Rangga merangsek maju membuat Hayati semakin menempelkan tubuhnya pada dinding. Melihat sekeliling ruangan yang terdapat banyak layar, menampilkan suasana di berbagai titik area gedung itu.

Rangga sengaja membawa Hayati ke ruangan operator CCTV yang sudah lebih dulu dikosongkan olehnya. Membuka tas yang dikenakan Hayati yang mengambil dompet yang ada. Hayati berusaha merebut kembali dompetnya tapi tatapan tajam Rangga membuat Hayati menghentikan usahanya.

“Rania Hayati Malik,” ucap Rangga membaca kartu identitas milik Hayati. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status