Share

Kisah Rumit

“Joe! Tolong jangan kasar!” teriak Clay yang sekarang sudah berada di dalam mobil Joe.

Joe tidak menanggapi perkataan kekasihnya, lalu segera memacu mobilnya.

   “Kita mau kemana?” tanya Clay.

   “Ke rumahku!”

   “Apa kamu sudah gila, Joe? Bagaimana dengan Rara?”

   “Biar aku yang menjelaskan padanya!”

Clay hanya diam dan pasrah. Dia tidak mengatakan apapun, sampai mereka tiba di tempat tinggal Joe dan Rara. Joe segera menarik Clay dan membawanya masuk ke dalam.

   “Joe! Lepaskan!” rintih Clay, “Tolong, bicaralah baik-baik!”

   “Baiklah. Jelaskan! Siapa pria tadi?”

   “Dia teman dekatku, namanya Sean.”

   “Teman dekat? Kenapa aku tidak pernah tahu bahwa kamu memiliki teman dekat?!”

   “Joe, sudahlah! Dia hanya temanku!”

   “Teman macam apa? Kenapa kalian berada di rumahmu malam-malam begini?! Apa yang kalian lakukan?!”

   “Dia hanya mampir setelah pulang kerja, Joe. Kami tidak melakukan apa-apa.”

   “Jangan bohong. Kamu tidur dengannya, kan?!

PLAK!! Clay menampar pipi Joe dengan sangat keras.

   “Kamu tahu, aku tidak akan melakukan hal rendahan seperti itu!”

   “Lalu, kenapa kamu tidak pernah menceritakan tentangnya padaku? Kamu menyembunyikannya dariku?”

   “Tidak, Joe. Dia hanya temanku yang tidak perlu kamu kenal.”

   “Mulai sekarang, menjauhlah darinya!”

   “Bisakah kamu tidak bersikap egois? Aku bahkan tidak semarah ini saat tahu kamu menghamili Rara!”

   “Bisakah kalian tenang?” ucap Rara yang tiba-tiba keluar dari kamar, “Aku tidak tahu apa masalah kalian, tapi tolong bertengkar di tempat lain saja. Kalian mengganggu istirahatku.”

Rara kembali masuk kamar dan mengunci pintunya. Dia tidak habis pikir kenapa sekarang Joe malah berani membawa kekasihnya pulang ke rumah. Rara menutup wajah dengan kedua tangannya. Saat ini Rara ingin sekali keluar dari rumah tapi dia benar-benar tidak memiliki tempat tujuan.

Joe dan Clay sudah mulai tenang. Saat Rara mencoba untuk kembali tidur, Joe mengetuk pintu kamarnya.

   “Rara, biarkan aku masuk.”

Rara membuka pintu kamar, kemudian kembali berbaring membelakangi Joe.

   “Maaf, karena aku membawanya ke rumah kita. Aku tidak ada pilihan lain, aku terlalu emosi tadi.”

   “Tolong jangan mengatakan apapun, Joe. Biarkan aku kembali tidur.”

Joe diam, menuruti permintaan Rara dan berbaring sambil memeluk Rara. Rara tidak tahan, saat ini rasanya dia ingin berteriak, menyuruh Joe keluar kamar dan tidak menyentuhnya. Namun, Rara memilih diam karena tidak ingin menambah suasana panas di rumahnya.

Rara mendengar suara ketukan pintu kamarnya. Dia terbangun dan melihat jam masih menunjukkan pukul tiga pagi. Joe ikut terbangun dan menoleh ke arah pintu. Dia beranjak dari ranjang dan membuka pintu, sedangkan Rara masih berpura-pura tidur.

   “Joe, aku tidak bisa tidur. Bisakah kamu menemaniku?” terdengar suara Clay di depan pintu.

   “Clay, kamu tahu sedang ada Rara disini.”

   “Tapi dia sudah tidur pulas, Joe. Tolong, temani aku. Aku tidak ingin tidur sendirian,” ucap Clay memohon dengan suara manja yang membuat Rara jijik.

   “Baiklah. Aku akan menemanimu sampai tertidur, lalu aku akan kembali kesini,” jawab Joe dengan suara setengah berbisik.

Setelah itu mereka keluar dan pergi ke kamar tamu. Rara membuka matanya dan mulai menangis. Hatinya sangat sakit, mengetahui suaminya menemani wanita lain untuk tidur, bahkan saat ada Rara disana. Rara mencoba untuk tidak memikirkan mereka berdua, namun kali ini sikap mereka sungguh keterlaluan.

*** 

Sinar matahari mulai masuk ke kamar Rara. Dia membuka tirai dan menyadari mobil Joe sudah tidak ada di halaman rumahnya. Rara segera keluar kamar untuk memastikan kemana perginya Joe.

Matanya tertuju pada catatan kecil yang Joe tempelkan di pintu lemari pendingin.

   [Rara, aku akan mengantarkan Clay pulang dan sarapan di luar. Jangan lupa minum vitamin, ya. Maafkan aku.]

Rara hanya bisa menarik nafas panjang. Dia sudah tidak sanggup berkata-kata lagi. Rara mencoba menghubungi Joe, namun Joe sama sekali tidak menjawab telepon dari Rara. 

Rara duduk di kursi depan TV, karena merasa sangat pusing. Dia menelepon Brian, meminta tolong untuk dibelikan makanan. Rara tidak sanggup untuk memasak. Dia merasa tidak bertenaga hari ini.

Tak lama, Brian mengetuk pintu rumah Rara. Dia sudah membawakan Rara makanan. Rara makan ditemani oleh Brian. Dia bercerita apa yang terjadi semalam pada Brian. Tentu saja, Brian sangat marah pada Joe.

   “Kamu yakin, tidak ingin pergi ke dokter? Kamu terlihat sangat pucat,” ujar Brian yang khawatir akan keadaan Rara.

   “Iya, Brian. Aku hanya butuh istirahat.”

   “Joe dan aku akan sangat sibuk di kantor, karena papa dan mama Joe sedang pergi ke luar negeri. Tapi, aku akan berusaha segera datang saat kamu membutuhkanku.”

   “Oh ya? Sejak kapan Mama dan Papa pergi?”

   “Sejak kemarin, Ra. Memangnya, Joe belum memberi tahumu?”

   “Belum, mungkin dia lupa karena sibuk,” Rara tersenyum lembut, “Kamu pergilah ke kantor, Brian. Aku sudah tidak apa-apa.”

   “Baiklah. Segera hubungi aku kalau kamu membutuhkan sesuatu, ya.”

Rara menangguk pelan, lalu Brian segera pergi dari rumah Rara. Rara merasa bersalah pada Joe, karena dia sempat mengira Joe berbohong tentang kesibukannya.

*** 

Joe menjadi semakin menempel pada Clay. Joe sering menelepon Clay untuk sekedar bertanya keberadaan Clay dan dengan siapa saja dia bertemu. Joe benar-benar tidak pernah membiarkan Clay tenang. Dia bahkan selalu pulang ke rumah Clay selama dua hari terakhir.

Sinar hangat mentari membangunkan Rara dari tidurnya. Rara mendengus kesal, saat menyadari suaminya belum juga pulang ke rumah sejak hari itu. Sudah dua hari Joe tidak pulang, bahkan tidak menjawab telepon dari Rara.

Rara masih sakit, namun dia tidak mau merepotkan Brian. Dia hanya istirahat dan meminum vitamin yang diberikan oleh dokter kandungannya. Rara beranjak dari ranjang untuk mengambil segelas air, namun dia merasa perutnya sakit. Sangat sakit, seperti dihujani ribuan jarum. Rara meringis kesakitan, dan tertatih mengambil ponselnya yang berada di nakas.

Rara terduduk di lantai sambil mencoba menelepon Joe. Entah berapa banyak panggilan yang Rara lakukan, tidak satupun yang dijawab oleh Joe. Rara menangis kencang karena perutnya benar-benar sakit. Dia memutuskan untuk segera menelepon Brian.

   “Halo, Ra?” Tidak menunggu lama untuk Brian menjawab telepon dari Rara.

   “Brian, tolong. Sakit sekali,” Rara meraung kesakitan sambil menangis.

   “Rara kamu kenapa?! Aku segera ke rumah sekarang juga. Kamu masih kuat untuk keluar membuka pintu?”

Rara tidak menjawab. Hanya keheningan yang ada diujung telepon. Brian sedang berada dalam perjalanan ke kantor, namun dia berbalik dan segera memacu mobilnya dengan kencang. Brian sangat khawatir karena Rara terdengar sedang tidak baik-baik saja.

Sesampainya di rumah Rara, Brian segera mengetuk pintu dan memanggil nama Rara. Namun, tidak ada jawaban darinya. Brian mencoba menelepon Rara, namun tetap tidak ada jawaban. Brian memutuskan untuk mendobrak pintu rumah. Dia segera masuk dan mencari keberadaan Rara. Brian terkejut saat melihat Rara tergeletak tak sadarkan diri di lantai kamarnya.

   “RARA!” Teriak Brian.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status