Pagi ini Tasya bangun lebih pagi, lantaran ia yakin bahwa suaminya itu akan berangkat ke kantor, karena kalau tidak salah ia sempat mendengar bahwa Dika semalam telponan dengan papa Arkana, ia diminta untuk datang pagi-pagi untuk menemaninya meeting.
Benar saja, saat Tasya sedang menyiapkan piring di meja makan yang tidak terlalu besar itu, ia melihat Dika keluar dari kamar dalam keadaan yang sudah rapi, Tasya melempar senyum menatap Edo lalu menghampiri nya."Mas, sarapan dulu yuk, aku udah siapin di meja makan," ajak Tasya dengan senyuman sempurna."Aku tidak lapar," celetuk Dika menolak."Tapi Mas, aku sudah masak banyak pagi ini," Tasya terus berjalan mengiringi Dika yang tidak memperdulikan nya."Aku tidak memintamu untuk melakukannya, kan!" tegas Dika, ia sibuk memakai sepatu hitamnya."Mas, tidak ada salahnya jika kamu mencicipi makanan yang sudah susah payah aku buatkan, kamu mungkin tidak memintaku untuk memasaknya, tapi aku memintamu untuk memakannya." lirih Tasya masih memberanikan diri untuk bicara.Dika terdiam, entah mengapa ia merasa bahwa suara Tasya sangat lah mengganggu, apalagi permintaan nya yang seolah sangat memaksa membuat dirinya bertambah kesal saja.Dika berdiri dan berhadapan dengan Tasya, kini tatapan mata mereka saling beradu, meskipun Tasya melakukan itu dengan sangat tulus namun Dika tetap saja menganggap bahwa Tasya hadir di dunianya justru hanya menjadi bumerang saja."Jangan memaksaku untuk berbuat kasar padamu, aku tidak suka dipaksa, kau mengerti!" tegas Dika berlalu pergi.Tasya mencoba untuk meraih tangan Dika, namun usahanya sia-sia, ia melihat Dika justru semakin jauh menuju mobil dan mengemudikannya dengan cepat, Tasya menghela nafas panjang."Astaga, pria apa yang sudah menjadi suamiku itu, kenapa hatinya benar-benar keras melebihi batu." sungut Tasya mengelus dada. Karena kelaparan, Tasya pun memutuskan untuk menikmati sarapan paginya seorang diri, ia mencoba acuh atas apa yang baru saja terjadi. Meskipun hal itu tidak bisa dipungkiri, bahwa sikap Dika barusan benar-benar menyakiti perasaannya.Saat sedang menikmati makanan sendirian di meja makan, terdengar suara seorang wanita yang tidak asing di telinga. Ya, itu adalah mama Riri, mama Riri sengaja berkunjung untuk mengeratkan hubungannya dengan Tasya.Tasya melempar senyum menyapa mama Riri, lalu mengajaknya untuk duduk di meja makan yang sama."Ma, ini aku masak sendiri tadi pagi, niatnya mau ngajak makan mas Dika, tapi katanya dia nggak lapar, Mama mau ya sarapan bareng sama aku?" tawar Tasya penuh harap."Ya ampun, romantis sekali kamu Tasya, ya udah.... Mama mau sarapan bareng sama kamu, maaf ya Tasya, kalau Dika masih saja menolak kamu," ucap mama Riri merasa bersalah."Nggak papa kok Ma, sejujurnya aku juga butuh banyak waktu untuk beradaptasi sama mas Dika, Mama tahu sendiri kan kalau alasan kami menikah bukan karena kami saling cinta, tapi hanya sebatas__" belum sempat melanjutkan tiba-tiba telunjuk mama Riri sudah berada tepat di tengah bibir Tasya."Jangan bicara apapun tentang alasan kalian menikah, Tasya. Karena Mama sangat berharap kalau pernikahan kalian ini akan mengantarkan kalian kepada kebahagiaan, kamu tahu? Mama sangat kecewa sekali dengan Zahra, dia pergi bersama pria lain di hari pernikahannya dengan Dika, dan Mama ingin kamu berusaha sekeras mungkin untuk menerobos hati Dika yang mungkin saat ini sudah tidak percaya lagi dengan yang namanya cinta. Yah, meskipun itu sangat sulit Tasya, tapi Mama berharap sekali kamu bisa." mama Riri menyandarkan harapannya pada Tasya.Tasya terdiam ia melihat tatapan mata mama Riri yang seolah benar-benar berharap padanya, Tasya tersenyum, ia tidak mungkin menepis harapan tersebut dengan penolakan, mau tidak mau Tasya harus membulatkan tekad nya untuk bisa membuat Dika jatuh cinta padanya, meskipun sebenarnya hal itu sangat lah sulit dan tidak pernah terpikir sebelumnya."Tasya, karena kamu tidak ada acara lain hari ini, gimana kalau kita jalan-jalan saja?" tawar mama Riri agar Tasya sedikit rileks."Jalan-jalan, ke mana, Ma?" tanya Tasya. Ia nampak asing mendengar ajakan itu, karena selama ini hidup Tasya memang tidak pernah ada yang namanya jalan-jalan."Udah, ikut aja, tapi kamu ganti baju dulu, gih." suruh mama Riri.Tasya tidak menolak, ajakan itu langsung disetujui oleh Tasya, setelah mengganti baju, mereka pun meninggalkan rumah.10 menit kemudian, mereka pun tiba di sebuah mall yang cukup terkenal di kota itu, bak seperti teman, mama Riri dan Tasya berjalan bergandengan tangan, di salah satu toko yang dianggap cukup menarik, mama Riri berhenti dan mengajak Tasya masuk."Ma, mau ngapain ke situ?" Tasya menarik kembali tangannya."Beli baju buat kamu Tasya, kamu itu sudah menjadi istri dari tuan Dika Mahendra Jaya, itu artinya kamu sudah menjadi nyonya Tasya Mahendra Jaya, kamu harus merubah penampilan kamu," ucap mama Riri yang tidak segan-segan membayari semua kebutuhan Tasya."Tapi Ma, aku tidak biasa memakai pakaian seperti itu, itu tidak cocok di tubuhku," Tasya ragu menerima kebaikan mamanya."Tasya, kamu itu cantik, kamu hanya butuh waktu untuk membiasakan diri, sekarang ayo kita masuk." paksa mama Riri.Mama Riri sibuk meminta Tasya untuk segera menjajal beberapa baju yang ia pilih, dan Tasya pun dengan berat hati menerima permintaan itu lalu menunjukkan hasilnya pada mama Riri, tidak ada pakaian yang tidak cocok di tubuh Tasya yang tinggi semampai, ramping, dan juga seksi, kulit putih dan cantik alami pun menjadi alasan tersendiri yang membuat mama Riri terpesona."Tasya, kamu benar-benar mirip sekali sama ibu kamu," puji mama Riri mengelus lembut pipi Tasya."Terima kasih Ma, aku rasa ini saja Ma, aku tidak mau membuat Mama Repot," ucap Tasya tidak enak hati."Baik lah kalau kamu maunya begitu, lain kali kalau kamu butuh pakaian baru lagi, kamu bilang ya, Mama akan temani kamu belanja."Tasya mengangguk pelan lalu mereka pergi untuk membayar belanjaan mereka. Setelah itu tempat tujuan mereka adalah rumah, Tasya meminta kembali karena takut jika Dika sudah pulang dan ia tiba-tiba tidak ada di rumah.Sampainya di rumah, benar saja dengan yang dipikirkan oleh Tasya, Dika sudah berada di ruang kelurga sambil memainkan ponselnya. Mama Riri yang ikut membawakan belanjaan Tasya masuk, menyapa Dika dengan senyuman."Dika, kamu udah pulang," sapa mama Riri."Udah Ma, Mama dari mana?" tanya Dika sambil melirik barang belanjaan Tasya dan mama Riri."Mama abis belanja sama Tasya, lihat deh, Tasya cantik, kan?!" Mama Riri sengaja meminta Dika untuk menatap Tasya yang sudah memakai pakaian yang ia pilih.Dika merasa sangat keberatan atas permintaan mama nya itu, bahkan Dika masih fokus dengan ponselnya ketika mama Riri memintanya untuk melihat Tasya.Pagi itu, Tasya nampak sibuk menyiapkan sarapan pagi di meja makan, hari ini adalah hari ulang tahun Sauqi yang ke empat tahun, nampak seluruh keluarga duduk menunggu semua menu yang sedang dihidangkan oleh Tasya. Sejak pagi Tasya sendiri tidak mengizinkan mama Riri dan bu Nirma membantunya di dapur, ia ingin menyiapkan semuanya sendiri, karena merasa jika hari ini adalah hari yang sangat spesial baginya. Sementara mama Riri dan bu Nirma akhirnya hanya terduduk dan menonton saja apa yang sedang dilakukan oleh Tasya, sambil sekali-kali mengobrol dengan Sauqi yang sudah lincah dalam berbicara. Tidak ada lagi sesuatu yang menghalangi bagi keluarga itu untuk berbagai kebahagiaan, karena setelah semua kejadian yang menimpa mereka tiga tahun yang lalu, nampak pernikahan Tasya dan Dika semakin romantis dan harmonis. "Sayang, kamu nggak capek sibuk-sibuk sendiri, aku bantu kamu ya," ucap Dika yang tidak enak hati ketika melihat kesibukan yang sedang dijalani oleh istrinya."Nggak usah Mas,
Tiga tahun KemudianBug! Bug! Bug! Sebuah bogeman terdengar di ruangan sempit yang di tempati oleh lima tahanan yang masing-masing memiliki bukti kejahatan yang berbeda, dan salah satunya adalah Roy sebagai pimpinan kerusuhan yang terjadi di pagi ini. Cahyo yang melihat hal itu pun berusaha menyudahi perkelahian tersebut dengan memanggil polisi, suaranya yang nyaring pun mengundang beberapa petugas kepolisian yang mendengar suara Cahyo, dengan cepat dan sigap, mereka pun dapat dipisahkan, tahanan baru yang menjadi bully-an itupun diamankan. Roy dan beberapa temannya pun harus mendapatkan hukuman karena telah melakukan tindakan kerusuhan di dalam tahanan, sementara Cahyo sendiri kini mendekati Diki, seorang tahanan baru yang sudah babak belur di buat oleh teman-teman Roy. "Kamu nggak papa kan?" tanyanya memberikan perhatian. Sesekali ia mengobati luka lebam yang terlihat memar di sana. "Nggak kok, aku nggak papa, makasih ya Mas," ucapnya mengulas senyum. "Ya udah, kamu tenang aja
"Syukur lah sayang, kamu pulang dalam keadaan selamat," ucap mama Riri mengulas senyum lega. Tasya memblas senyuman itu dengan tulus, lalu ia pun berpindah pada bu Nirma yang tak kalah bahagia ketika melihat putrinya kembali dalam keadaan selamat, wanita itu berbinar ketika menyadari suaminya kini datang menggendong Sauqi, perhatikan nya pun kini tertuju pada bocah itu lalu mendekatinya. "Sayang, ini Mama, Nak!"Tasya terharu, dengan kedua mata yang berkaca-kaca ia meraih tubuh mungil Sauqi, bocah kecil itu pun nampak memancarkan senyuman saat menyadari yang menggendongnya adalah sang mama. "Ma-Ma!"Suara manja itu pun terdengar merdu, Tasya mengulas senyum dan langsung mendaratkan kecupan kasih sayang di keningnya. Betapa bahagianya ketika ia mendengar sang putra sudah bisa memanggilnya dengan sebutan mama. Dika ikut mememeluk Tasya dari belakang, mengulas senyum bahagia dan bersyukur atas kembalinya sang istri. Mama Riri pun meminta Dika untuk membawa Tasya ke kamar, tak menungg
Arkana dan Dika kini sudah berada di rumah, di mana ia akan mempersiapkan uang sebanyak dua miliar untuk menembus Tasya, kedatangan mereka pun disambut oleh bu Nirma dan mama Riri yang menatap cemas. "Pa, Dika, bagaimana, apa kalian sudah menemukan keberadaan Tasya?" tanya mama Riri yang memasang wajah penuh kecemasan. "Iya Dika, bagaimana?" lanjut bu Nirma tak kalah khawatir. "Kami sudah menemukan keberadaan Tasya Ma, Bu, Tasya diculik, dan kami pulang untuk menyiapkan uang sebesar dua milyar seperti yang penculik itu inginkan sebagai penebusnya," ucap Dika menahan emosi. "Apa! Dua milyar, astagfirullah, itu jumlah yang yang sangat besar." jawab bu Nirma menatap sedih. Bu Nirma sepertinya sangat syok mendengar jumlah uang yang disebut oleh menantunya itu, namun dengan cepat ditenangkan oleh mama Riri yang mendapat perintah dari papa Arkana. Papa Arkana mengatakan jika jumlah uang tidak perlu menjadi beban pikiran, karena mereka sendiri sudah siap jika harus kehilangan uang sebes
"Nggak papa Pa," ucap Dika dengan gugup. "Ya ampun, ya udah kalau gitu gantian aja ya yang nyetir, kamu sambil istirahat aja," seru papa Arkana cemas. "Papa yakin bisa bawa mobil?" tanya Dika memastikan. "Iya tenang aja, Papa bisa bawa mobil pelan-pelan." jawabnya dengan yakin. Mereka pun bertukar posisi, kini papa Arkana sudah berada di bagian setir, sementara Dika sendiri saat ini sedang duduk dengan santai menatap ke depan dan ke sini berharap jika ia bisa menemukan istrinya. Sementara di tempat lain, Tasya sudah berada di sebuah ruangan yang cukup gelap, hanya ada lampu kecil yang menerangi ruangan tersebut. Sayup-sayup wanita itu membuka kedua mata, dan terkejut ketika kedua tangannya diikat ke belakang di sebuah kursi kayu, tak lama kemudian datang seorang pria bertubuh tinggi dengan wajah tertutup masker. "Siapa kamu sebenarnya? Dan untuk apa kamu membawaku ke tempat ini, di mana ini?!" bentak Tasya dengan suara parau, tatapan matanya seolah ingin sekali merebut masker ya
"Loh, kok lantainya tiba-tiba basah dan kotor seperti ini? Lalu ini, jejak kaki siapa ya?" bi Surti menatap ke lantai itu dengan penuh tanya. "Maksud Bibi apa bicara seperti itu? Apa di rumah ini ada orang lain selain kalian berdua?!" tatapan tegas dari Dika pun didapatkan oleh bi Surti yang tidak tahu apa-apa. "Saya sendiri tidak tahu Den, tapi ini bukan jejak kaki saya, lihat saja, jejak kakinya cukup besar, dan sepertinya ada kaki lain yang terseret." jawab wanita paruh baya itu dengan polosnya. Dika mendelik sempurna ketika mendengar kalimat dari bi Surti, sempat berpikir tidak mungkin, tetapi pada kenyataannya memang Tasya tidak ada di rumah itu, membuat hati pria tersebut begitu gelisah dan ketakutan.Mencoba untuk tenang, dengan merogoh ponsel di saku celana, ia mencoba untuk menghubungi nomor Tasya, namun tiba-tiba ia mendengar suara ponsel itu di meja makan, rupanya Tasya tidak membawa ponselnya. Menambah kepanikan yang Dika rasakan saat ini. "Sebenarnya tadi non Tasya se