Dengan bengisnya Ishita marah saat semua kenangan masa lalu itu datang hanya dengan melihat mobil itu.
"Kamu memutuskan kontrak dengan tiba-tiba, membuat perusahaan ayahku jatuh bangkrut. Ibuku yang hipertensi, karena terkejut, membuatnya pecah pembuluh darah otak, akhirnya meninggal. Kamu pembunuh ibuku! Sampai sekarang ayahku sakit-sakitan, aku tidak bisa kuliah. Kamu lelaki brengsek itu yang menghancurkan kebahagiaan keluargaku!" tangisnya makin histeris.
"Dasar gila, kamu siapa? Aku tidak mengenalmu?" bantah Ahem heran.
"Aku anaknya Herlambang, dan perusahaan ayahku Berlian group! Saking banyaknya orang yang kamu sakiti sehingga kamu tidak bisa mengingatnya, iya kan?" Umpatnya semakin berapi-api.
"Herlambang? Berlian group?" Ahem masih berusaha mengingat-ingat.
"Kembalikan nyawa ibuku! Kembalikan kebahagiaanku! Kamu merenggut semuanya dariku. Harusnya buka
Pagi ini Ahem sengaja berangkat awal, dia ingin tahu siapa gadis itu sebenarnya. Ahem marah kenapa dia harus mencemarkan nama baiknya hanya untuk lepas dari tanggungjawab ganti rugi perbaikan mobil. Seperti biasa pada jam yang sama Ishita memang lewat perempatan jalan traffic light, Ahem sedang menunggunya. Kali ini wajah Ishita tidak secerah biasanya. Dia nampak murung dan bersedih. Tanpa di sadarinya, mobil Ahem mengikutinya. Lumayan kesulitan mengikutinya, karena sepeda jelas jalanya lambat, tak sebanding dengan mobil. Seperti biasa, di gang kecil itu Ishita masuk. Dan Ahem tidak bisa lagi mengikutinya karena mobil tidak bisa masuk. "Haruskah aku jalan kaki mengikutinya kemana dia pergi?" kata Ahem dalam hati. Mobil Ahem berhenti tepat di depan gang masuk. Akhirnya dia mencoba berjalan kaki masuk ke gang kecil itu. Ada empat rumah disitu, di sebelah kiri j
Intan dan Hamid mengantar pulang ke tempat kost Ishita. Karena Ishita harus banyak istirahat. Dia tidak boleh lagi naik sepeda pergi ke tempat kerja. Ada taksi yang dibayar Intan setiap bulan khusus untuk antar jemput Ishita. Ishita ingat bahwa Ahem akan menunggunya di Lombok Ijo Resto. Tapi dia tidak mau sering ijin keluar kantor. Sehingga dia pilih datang agak terlambat. Dengan naik taksi dia menuju tempat yang di janjikan Ahem. Di halaman parkiran penuh mobil maupun motor. Betapa terkejutnya Ishita kembali mendapati mobil putih itu. Mobil pembawa petaka itu ternyata ada disini juga. Dengan luapan emosinya dia masuk dan mengedarkan pandangannya. Dia melihat lelaki dengan setelan jas biru berkelas, sedang duduk sendiri. Tangannya memainkan gelas yang ada didepannya. Seolah dia menunggu seseorang dengan gelisah. Dengan geram Ishita merebut gelas itu dan menyiramkan
Malam hari Ahem masih berkutik di ruang kerjanya. Itu cara dia untuk menjauhi Intan agar dia tidak menyentuhnya dan mengajak bercinta. Benar-benar membayangkan saja tidak bisa apalagi melakukannya. Bayang-bayang video syur Intan tidak bisa terhapus barang sekejap pun. "Ahem, lihat udah hampir jam satu, ayolah kita tidur dulu, besuk dilanjut kan?" ajak Intan yang tiba-tiba muncul di dalam ruang kerjanya. "Tidak bisa sayang, besuk untuk bahan presentasi. Kamu tidur aja duluan ya? Oh ya sayang, uang yang kamu janjikan kepada Ishita, sudah kamu berikan belum?" tanya Ahem menahan perasaannya karena menyebut namanya. Hanya dengan menyebut namanya saja, ada getar-getar perasaan aneh. "Ahem, kayaknya kamu mulai peduli padanya ya?" tanya Intan. "Tidak begitu Intan, dia sudah memenuhi janjinya memberikan kita anak. Kenapa kita belum memenuhi janji kita?" jawab Ahem.  
Secara diam-diam Ahem menghubungi Hamid untuk meminta nomer ponsel Ishita. Tapi ponsel Hamid sedang di cas di gardu satpam. Sedang dia mengantar Intan berbelanja. Hari mulai larut malam dan Ahem tidak ingin pulang. Dia tidak mau ketemu Intan yang mulai mendesak mengajak bercinta. Berkali-kali Intan menghubungi Ahem tapi tidak juga diangkat. "Apakah dia lagi bersama Ishita?" pikir Intan dalam hati. "Tapi tidak mungkin, kan dia tidak punya nomer ponselnya?" bantahnya selanjutnya. Dia menghubungi hotelnya, sejak pukul 16.00, dia sudah pulang. Intan mulai gelisah, ada yang berubah pada Ahem. Apa penyebabnya? Pukul 02.00, ada pihak bar menghubungi Hamid sebagai orang yang terakhir dihubungi Ahem. Karena Ahem dalam keadaan mabuk maka pihak Bar menghubungi Hamid untuk membawanya pulang. Hamid pun mencari taksi dan memerintahkan sopir taksi untuk meluncur kencang.&nb
Sore itu Afandy diberi tugas oleh Wahyu menemui tamu dari Korea Selatan. Kesempatan Wahyu lewat Afandy memberi tugas kepada Ishita, agar tetap tinggal sambil menunggu tempat kerja sepi dan aman. Dan setelah keadaan aman Jono membekap Ishita dengan sapu tangan yang dioles cairan bius. Wahyu dan Jono membopong tubuh Ishita dan memasukkannya ke dalam mobil yang sudah diparkir dekat dengan ruang kerja Ishita. Perjalanan sangat jauh, apalagi hari mulai gelap. "Bos, satu jam lagi saya sampai." Kata Wahyu dalam teleponnya. "Ya sudah sekarang saya meluncur kesana." Jawab Ahem kemudian menutup teleponnya. Di bangku belakang nampak tubuh Ishita yang lunglai tak sadarkan diri. Wahyu duduk dibangku depan, menemani Jono mengendalikan setir. "Apa yang direncanakan bos Ahem sih? Kalau hanya minta dia klarifikasi ke media, kenapa harus diperlakukan seperti ini? Mending dikasih aja uang
Cahaya lampu mobil Ahem dengan jelas menerangi betis dan paha Ishita yang sedang mengalir darah segar. "Apakah dia sedang hamil? Kenapa dia minta dibawa ke rumah sakit dan minta menyelamatkan anaknya? Dan ini pendarahan, apa yang terjadi?" gumam Ahem tak percaya. "Dia melompat dari lantai atas Bos!" sahut Wahyu. "Sungguh gadis gila." "Bahkan dia berlari tanpa alas kaki, kakinya penuh luka Bos." Sahut Wahyu lagi. "Kenapa kalian bengong? Cepat bantu aku masukkan dia ke mobil!" bentak Ahem kepada Wahyu dan Jono. Bergegas Ahem membopong tubuh mungil Ishita dan Wahyu membukakan pintu mobil. Dibaringkannya tubuh Ishita di bangku belakang. "Wahyu kamu bawa mobilmu, dan ikuti kami dari belakang." Perintah Ahem kepada Wahyu. Ahem memilih duduk dibangku belakang dan kepala gadis malang itu ditidur
Ahem tertidur di bibir tempat tidur Ishita dengan wajahnya tertelungkup dan duduk disamping ranjang. "Dimana aku? Bagaimana dengan bayiku?" pekiknya begitu tersadar dan membuka matanya. Rintihan Ishita membangunkan Ahem, sontak dia mengangkat kepalanya dan bangun. "Kamu sudah sadar?" tanya Ahem sambil tersenyum bahagia. "Bagaimana dengan bayiku?"tanyanya memekik. "Tenanglah bayi kita, eh maaf bayi kamu sehat semua." Ujarnya hampir keceplosan. "Maksutnya semua, apa?" tanya Ishita penasaran. "Pasti kamu belum tahu kan kalau bayi kamu kembar tiga?" "Hah? Apa, kembar tiga?" tanya Ishita sesaat terperangah tak percaya. "Makanya kamu harus banyak istirahat, tidak boleh capek." Saran Ahem. "Kenapa kamu peduli? Bukankah kamu menyekapku karena
Ahem keluar setelah Ishita menutup sambungan teleponnya. Dia melihat Ishita sedang melamun setelah menerima telepon dari Intan. Seolah ada beban pikiran yang berat. "Ishita, ada apa?" tanya Ahem begitu keluar dari persembunyiannya. 'Tidak ada apa-apa, Pak Raden." "Ishita, kamu bilang kita sahabat kan? Bagaimana kamu tidak mau berbagi masalahmu, terus apa gunanya kita bersahabat?" gumam Ahem mendesak. "Aku malu, Pak Raden. Kehidupanku begitu rumit tak pantas diceritakan. Aku takut kamu akan menertawakannya bahkan mengejakku." Ujar Ishita ragu. "Ya tidak mungkinlah, Ishita. Kita hadapi bersama-sama suka maupun duka, bercerita lah aku siap mendengarkannya!" pinta Ahem. "Pak Raden, besuk aku dijemput oleh sopir suamiku." Kata Ishita bersedih. "Ya baguslah, kenapa kamu bersedih? Kan sebentar lagi bertemu dengan suami