"Leon awas!" teriak Abel, melihat seseorang menodong pistol tepat di kepala Leon.Dor! Tepat tembakan itu berbunyi, Abel mendorong tubuh Leon. Namun, dengan cepat pria itu kembali melindungi Abel sehingga peluru tersebut mengenai lengan Leon. Saat itu pula David dan juga anak buahnya yang lain datang. Dia menembak tepat di bagian dada pria tersebut membuatnya kehilangan nyawa dalam sekejap mata. "Leon!" teriak Abel, dia cukup panik saat melihat darah segar mengalir di lengan Leon. Berbeda dengan Leon yang terlihat biasa saja, luka seperti ini sudah biasa dia rasakan. David segera mendekat memberikan pertolongan pertama pada Leon, dia mengambil pisau kecil dalam tasnya. David akan mengeluarkan peluru yang menancap lengan Leon membuat kedua mata Abel membulat. "Hei, apa yang kau lakukan! Kita bawa Leon ke dokter," teriak Abel. Namun, tidak di hiraukan oleh David, tubuh gadis itu menengang saat Leon menarik tubuhnya lalu menutup kedua matanya. Sehingga posisi saat ini Abel duduk di
Tok Tok Tok"Leon, buka pintunya dokter akan memeriksa keadaanmu!" Mendengar suara Kakek Abi di luar dengan cepat Abel mendorong tubuh Leon. Dia buru-buru membuka pintu tersenyum tipis ke arah Kakek Abi dan juga dokter pria yang terus saja menunduk. "Silahkan masuk!" ucap Abel. Leon menatap datar keberadaan mereka, luka di lengannya kembali mengeluarkan darah karena dorongan kuat dari Abel barusan. "Leon tidak perlu dokter!" ucapnya datar. "Sudah diam! Lihatlah lenganmu kembali mengeluarkan darah, Dokter Raka yang akan mengobatimu, jangan keras kepala!" peringat Kakek Abi. Kakek Abi melihat ke arah Abel yang baru tersadar jika dia tanpa sengaja menyentuh luka Leon tadi. "Abel, awasi Leon jangan sampai dia menyusahkan dokter Raka. Kakek ingin istirahat!" Abel menganguk mengantar Kakek Abi sampai luar. Wajah Leon tidak menunjukkan ekspresi apapun, dia seakan mati rasa. Melihatnya justru membuat Abel merasa takut, apa dia akan di beri hukuman karena telah melukai Leon, tetapi bukank
Abel memejamkan matanya erat, dia menahan perih pada kakinya yang kini terasa sangat kaku. Abel masih mengingat kejadian beberapa jam yang lalu saat ia terpaksa mengigit tangan Leon untuk menyalurkan rasa sakitnya. Untungnya pria itu tidak marah besar kepadanya. "T-tuan maafkan aku, apakah tanganmu terluka?" Leon menatapnya datar menggelengkan kepalanya pelan, dia membaringkan tubuhnya di sebelah Abel. "Tidurlah!" Leon membalikkan tubuhnya membelakangi Abel berbeda dari sebelumnya. Abel menghembuskan napas panjang dia mengira jika Leon masih marah kepadanya. Dengan perlahan Abel mencoba untuk memejamkan matanya, meskipun tetap tidak bisa tidur karena rasa sakit pada kakinya. Abel paling tidak bisa menahan sakit dia akan menangis seharian sampai tertidur. Namun, untuk situasi saat ini berbeda dulu saat di rumah ibu tirinya dia di asingkan tidur di gudang jadi saat ia menangis tidak ada satu pun yang tahu, tetapi saat ini Leon ada di sebelahnya dia bisa marah jika sampai Abel terus m
"Apa agendaku hari ini, David?" Leon melepas jas yang dia gunakan melipat lengan kemejanya sampai lengan. Pagi sudah membuatnya merasa gerah terlebih tumpukan berkas di meja kerjanya setelah beberapa hari tidak pergi ke kantor. "Jam 10 nanti meeting dengan klien dari Amerika, nanti malam ada undangan pesta dari perusahaan Dimitri. Apakah Anda akan datang, Tuan?"Leon terdiam jarinya terus menari di atas keyboard laptopnya. "Tidak." David mengangguk, jadwal Leon sebenarnya sangat padat. Namun, dia hanya menjadwalkan pertemuan satu kali setiap hari sesuai dengan kemauan Leon sendiri. "Pergilah!" David mengangguk segera keluar dari ruangan Leon. Wajah Leon terlihat sangat serius, kedua matanya menajam menatap layar laptop di depannya. Leon tersenyum smirk setelah mendapatkan keganjalan pada data keuangan perusahaan. "Berani sekali dia bermain-main denganku!" sarkas Leon. Berkas-berkas di depannya segera Leon tanda tangani sebelum dia menyelesaikan masalah bedebah satu itu. Leon sudah
ArghhhJeritan dan raungan tidak Leon hiraukan dia justru menikmati aktifitasnya malam ini. Leon menarik kasar pisau yang dia tancapkan pada dada pria itu. Leon tersenyum miring menatap mangsanya yang sudah tidak bernyawa. "Berikan dia makanan!" David mengangguk mangsa Leon menjadi makan malam singa peliharaannya. David sendiri merasa merinding melihatnya, Leon memang psikopat mengerikan. Namun, dia melakukan semua ini bukan tanpa alasan. Hendri, manager keuangan perusahaan yang sudah bertahun-tahun menggelapkan dana perusahaan, bukan hanya itu dia sudah banyak melecehkan anak buahnya bahkan sampai membunuhnya. Hendri juga menjadi mata-mata musuh Leon, dia yang sudah banyak merugikan perusahaan bahkan pernah hampir mencelakai Leon. Wanita pelacur yang menjadi sekertaris Leon siang ini adalah suruhan darinya. "Menjijikan!" Leon mengambil tisu mengusap tangannya yang penuh darah membung jas yang dia gunakan. "Bersihkan!" Perintahnya, dia segera pergi dari sana. Leon sudah mengganti
Abel terbangun, tidurnya cukup pulas semalam, lagi dan lagi ia merasakan berat pada perutnya. Abel melihat tangan Leon melingkar pada tubuhnya, merasakan ada sesuatu yang menempel pada dahinya Abel segera mengambilnya. Alisnya terangkat saat melihat kompres di dahinya. "Apa semalam aku demam? Leon yang merawatku?" Abel melihat wajah Leon terlihat sangat lelah, apa semalaman Leon merawatnya sampai dia tidak tidur? Tanpa sadar bibir Abel menarik sebuah senyuman, tangannya tergerak mengusap kepala Leon lembut. Leon memang menyeramkan, tetapi Leon sangat lembut kepadanya. Selama ini saat dirinya sakit tidak ada satu orang pun yang perduli, tetapi kali ini berbeda. Leon perduli kepadanya dan dia merawatnya. "Kau sudah bangun?" Abel mengangguk segera menjauhkan tangannya saat Leon terbangun. Dia akan bangkit, kakinya sudah mendingan sudah bisa Abel buat berjalan. "Emh, apa semalam aku demam, Leon?" Leon berdehem dia mengambil air di sebelahnya, Abel terus memperhatikannya bahkan sampai
"Bagaimana keadaan putriku?" Marshanda terlihat sangat lelah, kondisinya sedang tidak baik. Ia sangat ingin bertemu dengan Abel, tetapi Marshanda belum siap untuk menjelaskan semuanya. Terlebih dia tidak ingin jika Abel membencinya! "Anda tenang saja, Nyonya. Nona Abel dalam keadaan baik, Tuan Leon sangat menjaganya. Namun, ada yang perlu Anda tahu, Nyonya Angel kembali ke Indonesia dan dia tinggal di rumah Tuan Abi!" Marshanda terkejut mendengarnya. Apa yang membuat adik iparnya kembali setelah bertahun-tahun memilih tinggal di luar negeri. Marshanda menjadi semakin cemas dengan kondisi putrinya. "Terus awasi dia! Jangan biarkan putriku terluka." Dea, tangan kanan Marshanda mengangguk lalu segera keluar dari sana. Marshanda menghembuskan napas panjang, dia sendiri merasa lelah. Ia ingin berkumpul dengan keluarganya menghabiskan waktu bersama. Namun, waktunya belum tepat Marshanda belum bisa kembali bersama mereka banyak hal yang harus dia selesaikan lebih dahulu. "Leon mama hara
"Percuma Leon kalau kau kaya, tetapi kau tidak sehat. Kakek Abi bilang kesehatan nomor satu untuk segera mendapatkan momongan," ucap Abel dengan senyuman yang mematikan. Leon tersenyum miring menarik tangan Abel yang akan melarikan diri. "Katakan sekali lagi, Abel!" ucap Leon dengan suara serak. Ia memeluk tubuh Abel yang terduduk di pangkuannya. Meletakkan kepalanya pada bahu Abel membuat bulu kuduk Abel meremang. "Ahaha, ayolah Leon aku hanya bercanda. Lepaskan pelukanmu, kau membuatku sesak!" kekeh Abel dengan sedikit ketakutan. Leon bukannya melepas justru semakin memeluk erat tubuh Abel menduselkan hidungnya pada leher jenjang Abel. "Apa lagi yang Kakek katakan?" Abel benar-benar tidak nyaman dengan posisi saat ini. Abel membalikkan tubuh menatap ke arah Leon, sehingga posisinya saat ini ia menyamping. Abel tersenyum miring melingkarkan kedua tangannya pada leher Leon. "Turunkan aku dulu Leon, kau masih harus makan siang sekaligus mendengarkan cerita dariku," ucap Abel. "Ak