Tangan Kinara ditarik oleh Enzo, ntah kemana pria itu mau membawa nya. Enzo terus membawa Kinara menuju kamar pribadi nya, tidak perduli dengan para pembantu yang melihat mereka. Kinara berusaha melepaskan tangannya, ia benci kala Enzo benar-benar menganggap nya selayaknya barang.
Enzo menyuruh Kinara untuk duduk di sofa kamar nya, Kinara pun patuh saja. Baru kali dirinya masuk ke kamar kakak nya, kamar nya lebih luas dari kamar nya. Dengan nuansa yang lebih kelihatan manly dan banyak foto kecil Enzo yang menggemaskan.Kinara memerhatikan sekeliling nya, ia memikirkan Enzo yang sedang apa di ruang ganti pakaian. "Sedang apa dia? apa mau melakukan hal gila lagi?" batin Kinara.Kinara bangkit, ia tidak tahu kenapa memiliki jiwa yang patuh kepada pria itu. Sekalipun Enzo adalah suaminya, atau lebih tepat kakak nya menurut Kinara tetap lah sama. Tidak seharusnya ia sepatuh ini, perlahan Kinara bangkit dan ingin pergi dari kamar Enzo."Mau kemana?" suara berat itu menghentikan langkah nya. Tapi, Kinara seakan tuli ia ingin pergi begitu saja."Berhenti Nara!" Perintah itu diabaikan oleh Kinara, ia membuka knop pintu dan langsung berlari menuju lantai bawah. Langkah kaki nya cepat hingga Kinara tidak memerhatikan jalan yang ia lewati, hanya mengikuti naluri hati untuk menjauh dari Enzo.Enzo berdiri tegap menatap kepergian Kinara, pintu yang terbuka itu ia tetap dengan tajam. "Lagi-lagi dia selalu mengabaikan diriku, Lagi-lagi.."Kinara berlari menuju Bi Surti yang kebetulan sedang memasak, ia berlindung dibelakang tubuh wanita separuh tua itu. Tentunya Bi Surti bingung, karna melihat Kinara yang terus memerhatikan arah tangga menuju lantai atas."Ada apa, Nona?" Tanya Bi Surti, ia melihat banyak keringat yang mengalir di pelipis Kinara.Kinara menghela napas lega, "Eh tidak papa, Bi. Aku hanya berolahraga tadi, eh malah langsung lapar." Jelas nya yang tentu saja bohong. Bi Surti percaya saja, ia melanjutkan memasaknya.Kinara membantu, ia mengambil kentang yang sudah dipotong oleh Bi Surti. "Eh ngga usah bantu Bibi, Non. Nanti Tuan besar marah sama Bibi lagi, seperti kemarin.."Kinara tersenyum mendengar ucapan Bi Surti, ia ingat sekali seperti apa kasih sayang ayah tirinya pada nya. Dan itu sangat berbeda dengan perlakuan Enzo yang malah mencelakai nya, merebut mahkotanya secara paksa.Mungkin karna terlalu memikirkan tentang Enzo, Kinara sampai tidak mmenyadari jika pisau yang ia pegang mengenai jari nya. Mengeluarkan darah yang banyak, sampai kentang itu terkena darah dari nya."Astaga Non, tangannya berdarah." Histeris Bi Surti, seketika Kinara langsung tersadar.Tiba-tiba ada tangan yang menarik tangan Kinara, memasukkan jari Kinara yang terluka kedalama mulut nya. Mata bulat Kinara yang indah menatap ke orang itu, ia melihat Enzo yang menatap nya dengan khawatir.Enzo membuat darah itu berhenti mengalir, ia membuang darah yang ia hisap di wastafel. Lalu mengambil plaster yang diberi Bi Surti, memasangkan nya ditangan Kinara. "Sakit.." lirih Kinara.Enzo menatap nya tajam, "Apa yang kau lakukan? jangan sakiti dirimu seperti itu!" Hardik Enzo, Ia benar-benar marah kali ini. "Jangan pegang pisau sialan itu!" perintah nya, dengan ragu Kinara mengangguk.Kinara melepaskan tangan nya dari genggaman Enzo, karna Bi Surti terus memerhatikan mereka. Kinara kembali membelakangi Enzo, ia tidak mau melihat wajah tampan itu. Enzo mengepal kan tangannya kala lagi-lagi Kinara selalu saja tidak mau menatap kearah nya.Enzo memberi kode kepada para pelayan agar pergi saja, karna takut dengan Enzo membuat para pelayan langsung pergi. Bahkan Bi Surti, ia tidak mau bertanya lagi.Enzo mengangkat tubuh kurus Kinara untuk duduk di Pantry, tentunya Kinara terkejut dengan semua perlakuan Enzo. Ia ingin protes, tapi Enzo sudah membungkam bibir nya dengan tautan bibir yang sedikit penuh menuntut.Kinara enggan membalas nya, ini juga ciuman kali pertama nya yang telah direbut Enzo kemarin malam.Enzo mengigit bibir bawah Kinara, hingga wanita itu membuka bibir nya. Sekalipun Kinara tidak membalasnya, Enzo tetap melakukan sesuai naluri hatinya.Kinara memukul dada Enzo kala merasakan sesak didada nya, pasokan oksigen nya mulai menipis. Barulah Enzo melepaskan tautan bibir nya, ia melihat Kinara yang terengah-engah. Lagi-lagi wajah itu tidak mau menatap nya, bahkan lebih memilih menatap panci yang berisikan sayur sup.Enzo geram sekali, ia langsung menjatuhkan panci itu tanpa beban sedikitpun. Hingga panci yang berisi sayur sup itu terbuang sia-sia di lantai, Kinara terkejut melihat nya. "Tatap aku! apa panci itu lebih menarik, ha?!"Mata Kinara langsung terpejam mendengar bentakkan kakak tirinya, air mata nya jatuh seketika. "Untuk apa? untuk apa aku menatap mu?!" Sentak Kinara balik, ia menatap nanar sup yang tidak bersalah itu."Kau memang tidak pernah menghargai orang lain, pekerjaan orang lain. kau egois, kau hanya memikirkan tentang dirimu sendiri!" perkataan Kinara membuat tangan Enzo mengepal, ia melihat Kinara yang menangis."Simple, kau cukup tatap aku saja. jangan lakukan hal lain, tatap aku kala ada aku disekitar mu." Jelas Enzo, ia tidak mengerti kenapa Kinara sangat sulit melakukan itu.Kinara perlahan turun dari pantry, ia tidak mendengar perintah gila dari Enzo. Kinara mengambil kain pel, ia mengutip sayur yang terbuang sia-sia itu.Enzo menarik tangan Kinara untuk jangan lakukan hal kotor lagi, "Jangan lakukan itu." Ucap nya, Tapi Kinara tetap bersikukuh melakukan hal yang seharusnya ia lakukan sedari tadi.Enzo memijat pelipis nya, sangat sulit membuat Kinara patuh. Ia langsung menarik tangan Kinara lalu menggendong nya bagaikan karung beras, Kinara sampai melotot melihat hal yang dilakukan Kakak nya.Enzo tidak perduli dengan teriakan dari Kinara, ia terus membawa Kinara menuju ruangan kerja nya."Lepas, kak!""Diam!" Sentak Enzo balik, Kinara pun terdiam. Ia di turunkan oleh Enzo di ruangan kerja pria itu. Kinara ingin kabur, ia langsung berlari kearah pintu tapi, terlambat sudah. Enzo sudah mengunci pintu secara otomatis dengan remote di tangannya.Kinara hanya diam berdiri menatap pintu yang besar itu, tangannya mengepal. "Kenapa dia seperti obsesi kepada ku? kenapa?!""Duduklah, diam dan jangan banyak protes." kata dari Enzo membuat Kinara pasrah. Ia tidak bisa pergi dari ruangan ini, dengan penuh kebencian Kinara duduk di sofa. Ia menatap ke arah jendela besar yang ada dibelakang Enzo, tatapan nya jauh sekali. Enzo menghela napas berat nya, ia duduk di kursi kerja nya sambil memerhatikan Kinara yang sudah diam tidak melakukan hal apapun lagi. "Jika lapar, ambil makanan di lemari itu." Ucap Enzo, Kinara mengangguk saja. Kinara memerhatikan ruangan kerja milik Enzo, ia bangkit untuk melihat lebih dekat lagi. Kinara melihat ada foto Enzo dengan mendiang ibu nya, Kinara ingat dengan kata dari Relga."Ibu Enzo meninggal karena kecelakaan bersama dengan Enzo, disaat kecelakaan itu nyawa nya hilang."Kinara menjadi kasihan, ia tahu rasanya kehilangan orang yang tersayang. Rasa sakit yang teramat saat ia kehilangan ayah nya, Kinara melihat senyum yang lebar terbit diwajah menggemaskan itu. Kinara tidak menyangka jika Enzo bisa tersenyum lebar seperti
"Kenapa?" tanya Enzo lagi, Kinara tidak mengerti dengan arah pemikiran Enzo. "Kenapa kau malah menanyakan hal itu, kak? ini soal hubungan kita, sudah cukup! jangan jalani hal gila ini lagi, mari melupakan semua nya." Jelas Kinara lebih terperinci lagi. "Aku tidak mau, tugas mu.. cukup diam. Dan serahkan semua urusan nya kepada ku, jangan pikirkan apapun." kata Enzo dengan wajah tenang nya, ia tidak mau mendengar bantahan apapun. Seketika tangan Kinara mengepal, ia kesal dan marah karena Enzo tidak mengerti dengan perasaan nya. Kinara berlalu pergi begitu saja, dan Enzo sudah membuka pintu itu. Karna Kinara kalau sudah marah tidak akan peduli dengan sekitar nya, hanya terus melangkah mengikuti naluri hatinya. Mata tajam Enzo menatap kepergian Kinara, terus hingga bayangan wanita itu tidak terlihat di matanya. "Dia hanya menatap ku, kala membahas perpisahan saja." Ucap nya, Enzo tidak suka itu. Enzo ingin Kinara terus menatap nya, memerhatikan dirinya dalam hal apapun. Tidak memal
Mata Kinara terpejam mendengar suara lantang itu, ia merasakan Enzo meremas kuat pergelangan tangannya. Pria itu selalu saja menyakiti nya, dari malam kelam itu hingga saat ini. "Sakit, kak..""Siapa yang kau panggil sayang itu? jawab!" Bentak Enzo lagi, kali ini tepat didepan wajah cantik Kinara. Air matanya jatuh seketika, hatinya terasa dicabik-cabik atas perlakuan Enzo kali ini. "Dia kekasih ku, sama seperti mu.. aku juga memiliki seorang kekasih, kak." Jawab Kinara, ia memberanikan diri menatap mata tajam Enzo yang menelisik nya. Enzo mendorong tubuh Kinara hingga terbentur oleh kepala ranjang, membuka kancing kemeja nya satu persatu. Kinara menggelengkan kepalanya, meminta permohonan ampun kepada kakak nya itu. "Kau adalah istri dari Enzo, bagaimana bisa kau memiliki seorang kekasih? hmm.." Perkataan itu keluar dengan suara berat Enzo yang menusuk di hatinya. Kinara mengadahkan tangannya, ia bahkan meminta ampun kepada Kakak tirinya itu. Dengan air mata yang mengalir deras,
Kala Kinara selesai membersihkan diri, dengan memakai jubah mandi nya ia memasuki ruang ganti. Kamarnya sudah sepi karna sudah tidak ada Enzo, ntah kemana perginya pria itu. Bahkan tempat tidur Kinara yang berantakan tadi, kini sudah rapi kembali. Sambil menahan tangis nya, Kinara memakai piyama tidur nya. Sebenarnya sudah terlalu malam untuk nya mandi, tapi rasanya Kinara tidak tahan membiarkan bekas sentuhan Enzo lama-lama ditubuh nya. "Aku benci, kenapa dia tidak mati saja?!" Makian itu selalu saja Kinara ucapkan kepada Kakak tirinya itu. Awal nya Kinara sangat senang melihat ibu nya yang menikah lagi dengan Relga, pria itu dengan mudah membuat hilang rasa trauma Arumi kepada mendiang suaminya. Ayah dari Kinara selalu saja menyiksa Arumi, tapi ibu nya tetap bersikukuh mempertahankan Ayah Kinara. Hingga mendapatkan buah dari kesabaran nya, menikah dengan duda kaya raya yang memiliki hati yang sangat baik. Kinara merangkak naik keatas kasur, berusaha memejamkan matanya yang tidak
Fero langsung berlari menghampiri Kinara, ia meraih tangan Kinara dan membawa nya masuk kedalam Kampus. Mata tajam Enzo terus memerhatikan nya, hal yang ingin ia lakukan adalah menghabisi Fero sekarang juga. "Beraninya dia menyentuh milikku?!" Saat ini Enzo ingin merebut Kinara dari Fero. Tapi, kala ingin keluar dari mobil.. "Kita ada meeting pagi ini, Tuan. Sebaiknya kita harus cepat, karna Tuan besar akan menghubungi soal pekerjaan di Perusahaan hari ini." Ucapan Yuda membuat niat Enzo terhenti, ia tidak bisa apa-apa kecuali harus ke Perusahaan. "Soal Nona Nara, orang kita yang akan mengurus nya, melihat bodyguard kita.. pasti Nona Nara akan menyadari posisi nya." Saran Yuda diterima oleh Enzo, padahal ia ingin sendiri melakukan suatu hal kepada Fero. "Lakukan!"Yuda mengangguk, sebelum ia melanjutkan perjalanan nya Yuda menyempatkan menghubungi bodyguard untuk menjaga Kinara dari pria asing yang berusaha mendekatinya. Enzo tidak suka ini, dimana ia ingin melakukan suatu hal..
Kinara terus berlari hingga kini sudah sampai didepan pagar yang tidak terlalu tinggi, dengan niat yang penuh akhirnya ia bisa memanjat pagar itu. Kala sudah berhasil, Kinara menghela napas lega. Ia mencari keberadaan Fero, kebetulan kekasihnya itu sudah menunggu didepan pintu mobil nya. Tanpa banyak berpikir lagi, Kinara berlari menyusul Fero. "Fero!" panggil nya, sang pemilik nama menatap kearah nya. Kinara takut sekali, kalau Bodyguard itu menemukan nya disini. Tapi, nasib baik lagi berpihak pada Nara. Ia bisa bertemu dengan Fero tanpa diketahui oleh Bodyguard itu, dan Nara berniat akan mengucapkan kata terimakasih yang banyak pada sahabat nya itu. "Kenapa harus dari pagar si?" Tanya Fero, menurutnya bisa meminta izin secara baik-baik dengan Bodyguard dari ayah tiri nya itu. Kinara tersenyum tipis, tidak mungkin ia mengatakan alasan yang sebenarnya. "Sudahlah jangan dipikirkan, sekarang aku ingin pergi dengan mu." Ucap Kinara, ia masuk kedalam mobil karena takut bodyguard itu ti
Fero dan Kinara menikmati waktu bersama-sama hingga Kinara seperti lupa waktu, ia nyaman seperti ini. Rasanya sudah lama sekali Kinara tidak hidup bebas seperti dulu, semuanya hilang kala sang ibu menikah dengan Relga. Segala sikap Kinara harus diperhatikan sebagai anak tiri dari Relga Morelli, hal itu membuat Arumi membatasi segala hal dalam diri Kinara. Kinara kelelahan setelah bermain lempar bola, ia duduk di bangku yang ada di pasar malam. Matanya penuh memandang Fero yang sedang antri membeli minuman dingin, kekasihnya itu sangat tampan. "Tampan sekali kekasih ku.." Puji nya, ia tersenyum sambil menatap Fero yang kini sedang menuju kearah nya. Fero membawa dua gelas jus alpukat, buah yang sangat disukai Nara. "Satu untuk pacar ku yang cantik, satu untuk..""Pacar ku yang tampan." Potong Kinara, lalu mereka tertawa bersama. Kinara meminum jus alpukat itu, rasanya sangat enak hingga tubuh nya bergoyang-goyang karna sangat enak. Fero tertawa melihat nya, ia tersenyum senang kar
"Kalau suami lagi dipangkuan begini, kepalanya itu dielus." Ucap Enzo sambil membawa tangan Kinara untuk mengelus kepalanya. Kinara tersenyum tipis, memang pernikahan mereka itu terpaksa.. tapi, tetap saja sah dimata hukum dan Negara. Karena tidak ingin mendengar Enzo mengomel lagi, Kinara mengelus kepala Enzo dengan sangat lembut. Ia puas memandang ketampanan Enzo yang sedikit ada bule nya, mata cokelat itu sangat indah kala sedang menerawang jauh seperti itu. "Kakak seperti bule, apa Ibu kakak dulu adalah seorang bule juga?" Tanya Kinara, bagaimana pun ia ingin tahu tentang kehidupan Enzo dulunya. "Ibu ku keturunan Belanda, begitu pula Ayah. Apa kau tidak menyadari kalau Ayah Relga itu sedikit bule?"Seketika Kinara langsung mengangguk mantap, ia baru menyadari kalau Relga benar-benar sangat mirip dengan Enzo. Beda nya Relga itu ramah tidak seperti Enzo, yang pendiam dan bersikap dingin. "Kalau dia bersikap lembut begini pasti akan sangat menyenangkan, tidak bentak bentak dan ma