Istri Yang Tak Dirindukan

Istri Yang Tak Dirindukan

By:  Kariani Sukadi  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
9.4
27 ratings
102Chapters
114.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Kisah istri yang ditalak suami setelah ditinggal merantau bertahun-tahun oleh suaminya. Setelah ia kembali merantau ternyata membawa istri baru pulang ke rumah. Hati sang istri hancur berkeping-keping setelah mengetahui suami terncinta telah berpindah ke lain hati pada wanita kaya-raya. Akhirnya sang istri tahu kalau suami tercinta yang dirindukan selama ini telah berdusta. Ternyata ia pulang bukan untuk kembali setelah sekian lama. Tapi untuk menceraikannya dan memilih perempuan lain. Suami tercinta tega menceraikannya hanya karena harta dan sanggup meninggalkan dua orang anaknya. Sejak kecil sang buah hati ditinggal merantau ke kota. Dalam kurun waktu yang lama tidak pernah sekali pun pulang memberi kabar. Ia pulang hanya memberi talak dan meninggalkan dua orang anak dalam kemiskinan.

View More
Istri Yang Tak Dirindukan Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Jam Anah
ceritax mengharu biru
2022-09-17 10:04:19
0
user avatar
Jam Anah
ceritanya sangat berkesan
2022-09-17 10:02:52
0
user avatar
Jam Anah
sangat bagus ceritanya
2022-09-17 09:59:31
0
user avatar
MARETTA
semangat salam dari Kartika Lee arti sebuah perbedaan
2022-08-29 22:31:05
0
user avatar
Evi
alur ceritanya bagus
2022-07-28 18:03:34
0
user avatar
Dewi Suparwati
Up lagi dong thor
2022-05-21 04:49:01
0
user avatar
Rani Hermansyah
terimakasih bagi yang sudah mampir bantu suport ya
2022-05-08 20:25:00
0
user avatar
Amih Lilis
Kakak aku mampir
2022-04-10 17:20:23
1
user avatar
Rani Hermansyah
Sedih dan menguras air mata
2022-03-22 07:39:37
1
user avatar
Siti Auliya
keren lanjutkan
2022-03-16 23:10:39
1
user avatar
Dewi Suparwati
Ceritanya bagus, menyentuh hati. Semoga bisa update terus secara teratur setiap hari. Semangat thor.
2022-03-15 15:24:03
0
user avatar
Sri Suryani
ceritanya menguras air mata
2022-03-10 09:58:47
0
user avatar
Siti Auliya
Bagus sekali, aku suka
2022-02-10 15:38:02
0
user avatar
seni_okt
ceritanya bagus, semangat thor...
2022-02-09 21:05:16
0
user avatar
Pemanis Aksara
Mantap. Semangat thor nulis ceritanya. saya suka
2022-02-09 19:42:25
0
  • 1
  • 2
102 Chapters
Bab 1 Talak
  "Mas Anan!"  Saat wajah lelaki yang kurindukan selama lima tahun kini datang menemuiku tepat berdiri di hadapanku.    Lelaki yang sangat kurindukan bertahun-tahun merantau kini  telah pulang dengan membawa kesuksesan. Ia pulang dengan membawa mobil mewah bermerek dan memakai pakaian rapi. Seperti pekerja kantoran dan di tangan kirinya tersemat jam bermerek berharga mahal. Ia pulang membawakan oleh-oleh untuk kedua anakku. "Mas," panggilku lembut. Lelaki yang kurindukan masih tak bergeming menatap rumah yang dulu ia tinggalkan masih tetap sama, reot dan sudah tua. Bahkan tambalan atapnya pun masih terlihat bocor kala hujan datang dengan deras membasahi bumi. "Mas Anan," panggilku lagi. "Lihatlah anak kita sekarang sudah besar! Nara putri kita, sudah berumur lima tahun sejak kepergianmu. Dia cantik bukan? Habib juga sudah berumur sepu
Read more
Bab 2 Gosip
 Kupeluk tubuh Habib yang kurus dengan erat sembari menangis. Belaian lembut mengusap rambutnya yang hitam lurus,berusaha untuk menenangkannya agar tidak terlalu bersedih karena kepergian ayahnya. Mata para tetangga mulai menatapku dengan pandangan dingin dan kaku. Kasak-kusuk terdengar cibiran dari mulut mereka.  "Habib, ayo kita masuk, Nak! Tidak baik terus berada di luar," ucapku lirih. "Ayah, pergi Bunda," kata Habib sembari memelukku. "Duh, ada janda baru di kampung kita, nih. Ibu-Ibu harap waspada dengan Ayi sekarang. Dia baru saja mendapat gelar janda baru karena suaminya menceraikannya sewaktu pulang," sela Bu Lina tetangga sebelah kananku. "Kasihan, sudah ditinggal merantau lima  tahun pulang malah diceraikan," ucap Bu Irma menimpali. Wanita bertubuh tambun tersebut suka gosip. Aku hanya mengelus dada medengar cibiran para tetangga. Ada rasa perih
Read more
Bab 3 Menahan Lapar Karena Tidak Punya Uang
 "Asalamualaikum," ucapku pada Bu Helmi. "Waalaikumsalam," jawab Bu Helmi dari dalam rumah.Aku berdiri di depan pintu rumah Bu Helmi sambil menenteng kerajang yang berisi pakaian bersih yang sudah disetrika. "Bu, ini pakaiannya sudah selesai.""Iya, Ay," sahutnya.Bu Helmi keluar dari dalam kamar masih memakai pakaian daster batik berwarna coklat tua."Ini, upah buatmu Ay," ucapnya mengulas senyum."Terimakasih, Bu."Kuterima uang lembaran dua puluh  ribu dari Bu Helmi. Hanya Bu Helmi pelanggan tetap yang masih bertahan mengantar cucian tiap hari. Ia terkenal dermawan pada setiap orang,  terlebih lagi kepada keluargaku."Besok ada acara di rumah, Ibu. Kamu datang ya, buat bantu-bantu di dapur!" kata Bu Helmi. Seraya memberiku bungkusan kantong plastik hitam yang tadi dibawanya dari arah dapur."Apa ini, Bu?" tanya
Read more
Bab 4 Disekor Dari Sekolah
 Mentari masih menunjukkan garis merah di ufuk timur. Ayam berkokok bersahutan menandakan fajar telah tiba. Seperti pagi ini Ayi sudah bangun subuh untuk menyiapkan keperluan sekolah Habib. Ayi berencana akan pergi ke sekolah Habib untuk membayar uang sekolah yang tertunda selama enam bulan. Itu pun hanya akan dibayar separuh untuk menangguhkan agar Habib tidak dikeluarkan dari sekolah. Setelah menyiapkan sarapan singkong rebus Ayi membangunkan Habib untuk sekolah."Habib, bangun, Nak!" ucapnya sembari menguncangkan tubuh Habib yang meringkuk di balik selimut.Habib mengerjab perlahan membuka matanya. Di lihatnya jam dinding yang sudah usang menunjukkan pukul enam pagi."Bunda," panggilnya. "Iya, Nak.""Habib, mau  mandi dan melaksanakan salat subuh."Ayi mengangguk pelan. "Iya."Habib berinsut dari tempat tidur busa yang tipis lalu menuju kam
Read more
Bab 5 Pertemuan Yang Tak Di Sengaja
 Aku dan Habib berjalan beriringan menyusuri perkebenunan sawit pulang dari sekolah. Sementara Nara aku gendong memakai jarik yang sudah kumal untuk menopang bobot tubuhnya. Sepenjang jalan aku  tidak banyak bicara, hanya sesekali menyeka keringat yang menetes di dahi menggunakan ujung hijab yang aku  kenakan. Hijab syar'i yang aku  kenakan sebagai penutup aurat juga  kupakai untuk melindungi kepala Nara dari sinar matahari. Aku  mengecup kening buah hatiku dengan lembut saat Nara berada dalam gendongan."Bunda, Adik haus," ucap Nara.Aku segera meraih botol minum yang ada di dalam tas Habib, lalu memberikannya pada Nara yang sedang kehausan."Ini, Nak, minumlah!" Aku membantu Nara untuk meminum dari botol bekas air mineral yang ada di tangan. Bekal air minum itu selalu aku bawakan pada Habib agar setiap Habib kehausan bisa langsung mengambil dari persedian ya
Read more
Bab 6 Mendapat Bea Siswa
 Habib masih menangis sembari memegangi lututnya yang berdarah akibat terjatuh sewaktu mengejar ayahnya. Ada rasa ngilu yang terkoyak menyayat hatiku. Tega-teganya Mas Anan tidak mengakui darah dagingnya sendiri. "Nak, sudah jangan menangis lagi. Ayo bangunlah!" titahku pada Habib. Baju lusuh, seragam sekolah yang ia pakai telah menjadi perbedaan status sosial di mata ayahnya."Habib Sayang, ayo kita keliling mall ini. Ibu akan belikan mainan mobil-mobilan yang bagus untukmu," bujuk  Bu Helmi. Bu Helmi menimpali pembicaraanku dengan Habib yang masih terisak sejak pertemuan dengan Mas Anan tadi yang dramatis.Binantang saja tahu kalau itu anaknya, tapi Mas Anan seorang Ayah tega melalaikan buah hatinya demi harta, tahta dan wanita. Masih segar dalam ingatanku bagaimana dulu Mas Anan pergi berpamitan merantau pergi mengadu nasib ke Jakarta untuk mencari p
Read more
Bab 7 Lulus Seleksi
   Mentari  pagi masih terlihat malu-malu muncul di garis cakrawala. Udara yang terasa dingin menusuk kulit pun tidak mengendorkan semangatku untuk bangun melakasakan semua kegiatan. Pada pukul empat pagi aku  sudah bangun untuk melaksanakan salat tahajud setelah itu aku melanjutkan mengaji membaca Al-Qur'an sampai menjelang subuh. Baru setelah itu aku akan menyiapkan sarapan untuk ke dua buah hatiku. Sudah menjadi kebiasaan setiap hari senin dan kamis aku  akan melaksanakan puasa sunah. Kebiasaan ini sudah aku jalanani sejak masa gadis dulu.    Kedua orang tuaku bukanlah berasal dari orang kaya. Tapi, hanya penduduk biasa yang sehari-hari hanya bertani. Itu pun menjadi buruh ladang di tempat warga desa yang meminta jasanya. Kehidupan yang di jalananinya bisa terbilang sederhana. Meskipun  aku terlahir dari keluarga tak mampu tapi kedua orang tua selalu
Read more
Bab 8 Berangkat Ke Jakarta
Sebelum fajar terbit, mentari bergegas naik di atas ufuk timur. Aku sudah bersiap-siap untuk berangkat menemani Habib, pergi ke Jakarta untuk mengikuti perlombaan MTQ.  Persiapan pakaian, sajadah, mukena dan minyak angin sudah semua aku packing dalam tas ransel. Tidak banyak yang kubawa, karena memang kami hanya beberapa hari saja di sana. Setelah perlombaan selesai akan kembali ke sini.  Kami pergi diantar oleh Bu Helmi dengan mengendarai mobilnya. Pak Nurmin juga memberikan alamat Mas Anan yang ada di Jakarta. Ia mengatakan kalau rumah Mas Anan sangat besar dan bagus.  "Ayi, ini alamat suamimu yang ada di Jakarta," ucap Pak Nurmin menyodorkan selembar kertas.   "Makasih, Pak," balasku mengulas senyum.  "Suamimu sudah menjadi orang kaya yang sukses di sana. Rumahnya besar dan punya mobil mewah," jelas Pak Nurm
Read more
Bab 9 Teganya Ayah
     Pesawat yang ditumpangi  rombongan kami sedang landing. Setelah melakukan perjalanan selama dua jam, di atas angkasa setinggi 10000 kaki akhirnya  tiba dengan tepat waktu pada bandara Soekarna-Hatta.Ustaz  Rahman masih menggendong Nara, saat menuruni tangga keluar pintu pesawat. Aku berjalan mengekor di belakangnya. Sementara Ustaz Iman Farzan juga mulai turun dan berjalan di belakang mereka.Udara siang itu di bandara Soekarno-Hatta, begitu sejuk. Angin menyapu sepoi-sepoi, basah terasa menembus kulit ari. Gamis syar'iku  yang menjuntai ke bawah pun, ikut melambai di terpa angin."Ustaz Rahman, gantian aku yang gendong, Nara. Pasti, Ustaz sudah lelah sedari tadi menggendongnya," ucapku. Wajah Ustaz Rahman yang berkarismatik tersenyum ke arahku."Tak apa, Ay. Tulangku masih cukup kuat untuk menopang tubuh Nara," Ustaz Rahman berkata se
Read more
Bab 10 Kejahatan Paripurna
  "U- Ustaz," aku tertegun melihat lelaki berpakaian jubah panjang ke bawah dan memakai kopiah, kini berdiri di depan pintu wisma. Seraya tersenyum sembari menangkupkan tangan di depan dada. "Asalamualaikum ya, Ukhti," ucapnya tersenyum. "Waalaikumsalam," jawabku. "Namaku, Adam. Aku adalah teman Ustaz Rahman, sewaktu di pesantren," lanjutnya memperkenalkan diri.  Sejenak aku tertegun dengan tutur kalimat yang diucapkan. Bersahaja dan berwibawa, wajahnya juga tampan mirip dengan bangsa Arab, tinggi besar. "Ada apa gerangan, Ustaz datang berkunjung? Maaf, kalau Saya lancang bertanya," tuturku sopan.  Pandanganku seketika menunduk kebawah. "Kedatanganku kemari untuk bersiraturrahmi, karena kita satu tim sesama dari Medan," ucapnya secara gamblang.  "Maaf, Ustaz. Tapi, Usta
Read more
DMCA.com Protection Status