Bab 9B Khilaf "Yang benar saja Tuan Ardi tidak jijik memakan bekas saya," guman Gita seraya keningnya mengerut. "Baru kali ini aku makan masakan lezat. Siapa yang masak, Ras?" "Maaf, Tuan. Capcay ini saya yang masak." "Bagus, besok dan seterusnya aku perintahkan kamu yang masak. Bi Irah biar mengerjakan yang lain." "Baik, Tuan." "Saya beri gaji yang pantas untukmu." Wajah Gita berbinar, dia berharap bisa mendapat gaji untuk bertahan hidup di kota Yogya tanpa sanak saudara. Dia harus segera mendaftar kuliah jika tidak mau terlambat tahun ini. "Tuan, besok saya ingin menemui teman. Apa saya boleh keluar?" "Teman? Memangnya kamu punya teman di sini?" "Iya, teman saya mau mendaftar kuliah, saya ingin bareng teman saya." "Jadi kamu mau kuliah? Baguslah, segera hengkang dari rumah ini biar tidak mengganggu moodku bersama Jessy." Deg, "Tuan Ardi sudah punya istri masih suka main perempuan, apa tidak kasihan dengan istrinya," batin Gita. "Kenapa Tuan Ardi tidak menikah saja biar
Bab 10A Nama Lengkapnya Siapa"Ta, kamu tinggal sama suamimu?""Hah, kamu ngacau deh, Ton. Aku kan kabur dari suamiku masak iya tinggal sama dia."Toni masih tidak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Apa mungkin pandangannya sudah kabur. Dia hanya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal."Kayaknya aku perlu memeriksakan mataku, deh," ungkap Toni yang diangguki kedua sahabatnya."Kamu baik-baik saja kan, Ta?"Ela memeluk dengan eratnya membuat Gita sesak nafas."Sabar, El. Ayo kita cari tempat duduk!" ajak Gita yang sudah tak sabar mendongeng."Jadi, siapa yang mengantarmu tadi, Ta?" Toni sudah tak sabar menantikan cerita sahabatnya.Ela memukul lengan Toni hingga terdengar suara mengaduh."Kenapa nggak sabaran,sih? Nanyain dulu kabar Gita, bukannya malah tanya laki-laki....yang keren tadi."Kalimat Ela mantap di awal, tetapi lirih di akhir membuat Toni pura-
Bab 10B"Apa kamu sudah tahu wajah suamimu? Atau setidaknya namanya?Deg,Hati Gita mencelos, teringat kembali suami yang belum ada 24 jam dia tinggalkan. Wajahnya saja Gita belum tahu apalagi namanya. Apa aku harus menyerah dan kembali padanya sekarang, lalu bagaimana dengan keluargaku."Aku belum pernah melihat langsung wajahnya, bahkan namanya hanya nama belakang yang aku tahu."Sudah kuduga, Gita tidak tahu menahu soal suaminya. Bagaimana kalau dia benar-benar tinggal bersama suaminya sekarang. Apa dia akan selamat. Ah, setidaknya Gita diperlakukan baik saat ini. Aku harus membantu menyelidiki siapa Tuan Ardi."Ada apa, Ton?" Gita mengernyitkan keningnya melihat Toni yang terdiam melamun."Eh, nggak apa-apa. Ayo kita jalan-jalan mumpung aku di sini. Sore nanti aku balik ke Karanganyar."Mereka bertiga makan siang di mall tidak jauh dari kampus. Kali ini Toni yang mentraktir mereka makan.Sampai se
Bab 11A Pelukan hangatGita menyampirkan celana dan kemeja di sofa mini. Tak sengaja dompet yang ada di saku celana terjatuh di lantai. Gita memegangnya dengan tangan gemetar. Teringat pesan Toni untuk mencari tahu nama lengkap Tuan Ardi."Jess, mau kemana kamu?"Tubuh Gita tersentak saat dua tangan kekar merengkuhnya dari belakang. Dia terpaku dan merinding karena sentuhan yang tak terduga. Segera berbalik dan mendorong kuat tubuh Ardi hingga terbaring di ranjang, Gita tidak mau menjadi korban amukan. Dompet diselipkan kembali ke kantong, lalu Gita berlari dan menutup pintu kamar Ardi.Bersandar di balik pintu, Gita mengusap berkali-kali dadanya. Baru saja jantungnya berdetak normal tiba-tiba dikagetkan oleh suara yang memanggilnya."Non Laras!""Bi Irah.""Tuan Ardi sudah pulang?" tanya Bi Irah dengan wajah tertegun mengamati ekspresi Gita yang tidak wajar.Gita hanya mengangguk lemah."Bibi sudah bila
Bab 11B Pelukan hangat"Ada apa dengan Tuan Ardi, Non?""Nggak tahu, Bi. Tiba-tiba pingsan. Bantu aku mengangkatnya, Bi.""Kemana, Non?""Ke kamar saya aja yang dekat! Sepertinya badannya panas, Bi.""Bibi ambilkan kompres, Non."Gita mengangguk, dibetulkannya posisi tidur sang majikan di ranjangnya yang berukuran setengah kali ranjang Ardi.Bibi datang membawa baskom air hangat, lalu Gita meletakkan serbet yang sudah dibasahi ke kening Ardi."Bibi, bisa minta tolong bikinkan sup untuk Tuan Ardi! Saya akan menjaganya sambil sholat malam mumpung Subuh belum tiba.""Baik, Non.""Pintunya dibuka saja, Bi!"Bibi mengangguk patuh dan segera bergegas ke dapur.Di sepertiga malam, saat sebagian insan terlelap dalam lautan mimpi, Gita bersujud pada Rabbnya. Lantunan dzikir tak berhenti dari mulut mungilnya, untuk menyapa kekasih sejatinya Allah SWT.Mengadu pada Ya
Bab 12 ACuriga"Ardi, kamu semalam tidur dengan gadis kampung ini?" Raut wajah Jessy mendadak merah padam."Ya, kenapa? Siapa suruh kamu pergi ninggalin aku."Mata Gita sudah terbelalak, bisa-bisanya Tuan Ardi menyulut emosi.Bak menyiramkan bensin pada api yang menyala, Ardi sudah membuat Jessy semakin geram.Gelak tawa keluar dari mulut Ardi membuat kedua wanita terpaut jauh usianya memandang heran. Gita merasa berada dalam kecanggungan mengingat kejadian beberapa jam yang lalu."Jess, kamu serius amat. Yang benar saja, dia jelas tidak sebanding denganmu."Hati Gita mencelos, entah kenapa rasanya tak rela dibandingkan dengan Jessy.Beranjak dari duduknya, Jessy yang mulai tersenyum mendekati lawan bicaranya. Beradu kasih di depan mata Gita yang tiba-tiba memanas.Jessy sudah memberikan sarapan pagi untuk Ardi dengan kecupan mesra. Melihat Ardi mengusap bibirnya yang suda
Bab 12B Curiga "Tuan, ada apa?" Bi Irah yang mendengar suara pecahan segera datang menghampiri. "Astaga, tangan Tuan berdarah. Saya ambilkan obat dulu." Ada rasa yang tidak bisa diartikan Ardi, kenapa dirinya marah melihat Gita bersama Revan. Bukankah Revan juga yang awalnya menolongnya. Pikiran itu menari-nari di kepala Ardi hingga membuatnya pening. Setelah selesai membalut luka, Bibi membereskan pecahan, sementara Ardi berlalu menuju kamarnya. Satu jam kemudian, Revan sudah kembali ke rumah Ardi setelah mengantar Gita. "Ardi di mana, Bi?" Revan menyapa wanita paruh baya yang mengenakan celemek. "Ada di ruang kerja, Tuan." Revan bergegas naik tangga menuju lantai dua. Memasuki ruang yang tampak cukup luas, Revan menggeleng tak percaya. Masih terlalu pagi untuk Ardi bekerja, tidak seperti biasa yang diketahui Revan. Ruang kerja Ardi berisi satu set meja khusus mendesain dan satu set meja biasa, serta satu lemari berkas. "Tumben, Ar. Masih pagi sudah pegang ini." Revan men
Bab 13A Siasat licikLangit senja mulai menampakkan semburatnya. Wajah lelah yang terlukis di barisan anak-anak muda tidak menyurutkan semangat mereka menggapai asa.Gita dan kedua sahabatnya baru saja menyelesaikan Ospek. Berjalan beriringan, Gita dan Ela mencari keberadaan Toni."Hai, mau langsung pulang?" teriak Toni dari kejauhan."Iya, mumpung tidak ada tugas," sahut Gita diangguki Ela."Kalau gitu besok kita jalan-jalan aja keliling Yogya atau ke Sunday morning, gimana?" tawar Toni membuat wajah keduanya berbinar."Siap!""Oke, kita kumpul di gerbang kampus ya," imbuh Toni.Mereka bersepakat jalan-jalan esok hari.Drrt,drrt,Ponsel Gita di sakunya bergetar."Sebentar, ada panggilan."Gita mengerutkan dahi saat membaca nama yang ada di layar. Tak biasanya Tuan Ardi menelponnya."Siapa?" tanya Ela heran."Tuan Ardi.""Halo, Tuan.""Posisi dimana? Aku jemput di gerbang seperti biasa. Cepat kesini!""Hah," belum melayangkan protes, panggilan sudah ditutup dari seberang."Menyebalkan