[Makasih, Fi.] Mimi.[Sama sama. Jangan patah semangat karena dunia akan baik-baik saja Meski tidak bersama dengan dia.][Hahaha, puitis juga kamu. Tenang aja, Aku bukan wanita lemah yang akan menangis 7 hari 7 malam karena ditinggalkan lelaki seperti dia.][Siapa tahu, kamu masih mencintai dia. BTW, Aku punya kenalan yang bisa bantu kamu buat ajukan gugatan ke pengadilan. Kalau kamu mengizinkan, aku akan membantumu sampai semuanya clear.][Kamu yakin?][Insyaallah. Aku akan temani kamu sampai semuanya selesai tidak kamu bisa menjemput kebahagiaanmu dengan Laila. Kasihan anak itu tidak tahu apa-apa dan harus menjadi korban keegoisan ayahnya. Tetap semangat untuk dia, jangan sedih untuk mantan suamimu.][Siap, Bos.]Arfi tersenyum sendiri membaca pesan dari Mimi. Dia memang jarang berteman dengan wanita yang selama ini dekat dengannya. Dia cukup sibuk dengan pekerjaannya hingga tidak ada waktu untuk berkenalan dengan seorang wanita yang menurutnya menarik. Meski mimi tidak terlalu cant
Mimi sangat kaget karena melihat Ardan datang bersama dengan Melly. Keduanya nampak bergandengan tanpa malu mendatangi rumah kediaman orang tua Mimi."Mas Ardan?"Layla yang tadinya sedang bermain di bawah pohon sama sekali tidak merasa antusias ingin memeluk sang ayah. Dia tetap cuek dan fokus dengan mainannya tanpa ingin memanggil sang ayah.Ardan menengok ke arah Layla dan mendekat ke arahnya. "Laila, nggak kangen sama papa?"Laila menggeleng yakin dan tidak melihat wajah sang ayah. Dia benar-benar tidak peduli lagi dengan Ardan yang tidak pernah muncul di depannya itu."Papa bawa mainan buat kamu. Hadiah dari tante Melly. Nih!""Laila nggak minta mainan dan Laila nggak butuh apa-apa!"Laila turun dari tempatnya lalu berdiri dan memeluk sang ibu yang berdiri mematung di depan pintu. Melihat sikap Layla yang tidak sopan kepadanya membuat Ardan kesal dan mendekat ke arah Mimi. Sebenarnya dia datang untuk keperluan lain tetapi dia juga sangat merindukan anaknya. Namun melihat respon
"Laila ikut?""Memangnya Mama mau pergi ke mana?" Tanya Laila pada Irah yang menawarkan agar Laila ikut Mimi ke persidangan."Ibu hari ini mau ke sawah, ada tetangga yang meminta untuk memanen padi. Takutnya nanti Laila nangis minta pulang dan kamu masih lama di persidangan. Jadi ajak saja ya, Mi?" ujar Irah pada Mimi."Iya, Bu. Nanti Mimi berangkat jam 09.00 Kalau Ibu mau berangkat ke sawah dulu nggak papa. Nanti Mimi yang aku siapin Laela buat ikut.""Kamu sendirian?" Tanya Irah khawatir."Enggak. Nanti dijemput sama Santi dan suaminya.""Syukurlah. Ibu lega kalau teman-teman kamu itu sudah membantu. Sampaikan salam Ibu pada mereka. Tadi ibu sudah bikin lupis, kamu bawa untukmu dimakan di mobil atau selepas persidangan nanti.""Iya, Bu. Makasih ya. Semoga acara persidangan nanti lancar dan tidak ada kendala.""Aamiin. Doa ibu selalu tercurahkan untuk kamu dan Laila."Irah pergi ke sawah terlebih dahulu karena Mimi berangkat agak siang ke persidangan. Sebenarnya dia tidak disarankan
"Kapan sidangnya akan berakhir?" tanya Melly pada Ardhan."Entah."Ardan sebenarnya ingin datang ke persidangan perceraiannya karena ingin melihat anaknya dan juga bagaimana ekspresi Mimi saat di persidangan itu. Dia ingin melihat raut wajah penyesalan Mimi dan melihat bagaimana wanita itu salah memilih langkahnya. Namun, Melly melarang dia untuk datang ke persidangan dan memilih untuk menjemput Laila agar mau ikut bersamanya."Kamu masih kangen sama Lela?" tanya Mely."Iya. Kangen sama dia," jawab Ardhan."Gimana kalau kita ke rumahnya minggu besok dan ajak dia jalan-jalan sama Nesya. Nesya akan aku jemput dari rumah ayahnya untuk jalan-jalan dengan Laila.""Mantan suami kamu mengizinkan?""Tentu. Dia tidak begitu keras terhadap Nesya jika ingin bertemu denganku. Lagian, aneh banget kalau sampai Mimi melarang kamu untuk mengajak Laila pergi. Dia kan juga anak kamu," ucap Melly."Dia ada kekuatan baru untuk menentangku dan aku yakin dia sangat marah karena pernah melihat kita begituan
Arfi tidak peduli dengan tatapan semua orang terhadapnya yang langsung membawa tubuh Mimi ke dalam mobil. Dia juga meminta Santi untuk membawa Laela. Mely sempat ingin merebut Layla dari gendongan Santi tetapi Alvin langsung mengambil alih membawa Laila menuju ke dalam mobil. Orang-orang yang melihat kejadian itu hanya itu banyak yang mengabadikan momen langka di pantai. Jika mereka biasanya bersenang-senang dan bermain dengan anak ini mereka disuguhkan dengan pemandangan perkelahian antara dua lelaki dewasa yang memperebutkan seorang anak.Mimi dibawa ke klinik terdekat. Dia membuka mata saat selesai dirawat beberapa jam kemudian."Syukurlah kamu sudah siuman," ucap Arfi cemas."Laila mana, Fi?" tanya Mimi seraya mencoba untuk bangkit tetapi ditahan oleh Arfi."Dia ada sama Santi di depan. Masih sakit nggak kepalanya?" tanya Arfi mengusap kepala yang terbentur oleh kepalan tangan Ardan."Lumayan, tapi nggak papa. Makasih ya udah nolongin aku. Aku mau ketemu sama Laila, Fi. Dia nggak
“Kamu kenapa pake acara berkelahi dengan lelaki tadi, sih?” tanya Melly sambil mengobati luka Ardan. “Dia itu cari masalah sama aku. Aku hanya ingin membawa Laila, masa dia larang. Memangnya dia itu siapa?” murka Ardhan. “Dia jelas orang yang selama ini ada di balik semua hal yang mantan istrimu lakukan.” “Dia masih sah jadi istriku, Mel. Bagaimanapun dia juga harus menghormati aku yang di sini ayah kandung Laela.” “Kok kamu jadi nyolot?” Melly sedikit kesal dan menekan luka Ardhan sedikit keras, membuat Ardhan meringis kesakitan. “Aduh, sakit, Mel. Pelan pelan dong.” “Syukurin! Emang enak. Lagian, kamu itu niat nggak sih pisah sama dia? Kayak yang nggak rela banget pisah sama dia demi aku.” Melihat Mely yang merajuk, akhirnya Ardhan pun mengalah. Dia tersenyum dan memeluk Mely dengan wajah berdosanya. “Iya deh, Sayang. Maafin aku ya. Aku tuh tadi hanya kangen banget sama Laila. Aku sayang banget sama anakku, jadi rasanya nggak rela kalau anakku dekat sama papa yang lain nan
Hari pertama masuk selepas diminta istirahat kemarin, Mimi terpaksa harus mengajak Laila. Dia menemui Santi terlebih dahulu untuk bisa menanyakan langkah apa yang harus dia lakukan pagi ini. Rumah Santi nampak sepi karena Alvin sudah kembali bekerja di kantor miliknya dan Arfi sudah kembali bekerja di kotanya.“Mama kerja di sini memang?” tanya Laila.“Iya, Sayang. Mama harus kerja biar Laila bisa sekolah dan jajan. Yuk masuk!” Laila mengetuk pintu rumah Santi dan Santi yang masih memakai baju piama menyapa Mimi dan Laila.“Hai cantik,” sapa Santi pada Laila.“Hai Tante Santi. Baru bangun tidur ya?” duga Laila.“Iya, Sayang. Semalam Tante lembur.”“Keren, udah main lembur aja. Sepi banget rumahnya, San? Udah pada pergi?” tanya Mimi.“Iya. Suamiku pergi pagi pulang sore nanti, kalau Arfi udah nggak mungkin nginap lagi. Dia katanya mau pindah.”“Iyakah? Syukurlah kalau begitu,” ucap Mimi sedikit kaget dan juga sedikit kecewa karena Arfi tak mengatakan apapun terkait kepergiannya itu. “
“Eh, Pak Arfi udah datang.” Sapaan Anindea pada Arfi membuat Mimi pun menengok ke arah tatapan Anin. Mimi melihat Arfi yang kini memakai kemeja dan celana formalnya. Dia terlihat lebih gagah daripada pertemuannya beberapa hari yang lalu.“Semangat ya semua tim kerjanya. Mi, ke ruangan Pak Alvin sekarang ya?” ajak Arfi setelah menyemangati semua karyawan di sana."Iya, Pak." Mimi langsung menjawabnya.“Cie, langsung diajak ngeruang bareng Pak Arfi. Dah sana buruan! Nanti dibabat sama si Monalisa lagi.” Anindea menyenggol lengan Gunawan agar tidak berbicara sembarangan.“Siapa Monalisa?” tanya Mimi.“Ah, udah. Nggak usah dipikirkan ucapan si Anin. Dah sana buruan ke ruangan Pak Alvin dan Pak Arfi. Pasti mau meeting tuh. Sukses sukses yang di dalam. Kalau tahu ada lawan, libas!” Anindea menyemangati.Mimi tak paham dengan yang mereka ucapkan. Dia memilih beranjak dan mengikuti instruksi ke ruangan Alvin yang letaknya ada di bagian atas. Di gudang, ada ruang tersendiri untuk sebuah pertem