Share

JODOH DEPAN RUMAH
JODOH DEPAN RUMAH
Penulis: Rara Qumaira

Dijodohkan

Bab 1

Dijodohkan?

"Naura, tolong antar kue brownies ini ke rumah tante Salma!"

"Malas, ah, Ma! Suruh bik Siti saja!"

"Gak boleh gitu dong, Sayang! Kan tante Salma dan om Adrian itu sahabat Mama Papa. Mereka juga sayang banget sama kamu!"

"Iya, Ma! Tapi malas saja harus ketemu sama si rese itu."

"Udah, udah! Ayo, cepat antar kesana! Jangan banyak alasan! Lagian, Bagas sedang gak di rumah. Dia belum pulang kerja jam segini."

"Iya, Mamaku yang cantik dan bawel."

Akhirnya, Naura berangkat juga ke rumah tante Salma. Rumah tante Salma berada tepat di depan rumah keluarga Naura.

Orangtua mereka bersahabat. Om Adrian adalah teman SMA pak Hendrawan, papa Naura. Mereka bersahabat hingga sekarang. Bahkan istri-istri mereka pun kini menjadi sahabat dekat juga. 

Keluarga Hendrawan memiliki 2 orang anak. Yang pertama bernama Marchel berusia 28 tahun dan saat ini sedang menjalankan bisnisnya di Singapura. 

Yang kedua adalah Naura. Gadis manis dan manja berusia 20 tahun yang saat ini masih kuliah semester 4. 

Sementara, keluarga Adrian hanya memiliki seorang putra, yaitu Bagas yang saat ini juga berusia 28 tahun dan bekerja sebagai CEO di perusahaan keluarganya.

 Persahabatan orangtua mereka juga menular ke anak-anaknya. Bagas dan Marchel merupakan sahabat dekat sejak masih TK.

"Assalamualaikum, tante Salma!"

"Waalaikumsalam, Sayang. Ayo, langsung masuk saja. Tante di ruang makan ini," jawab Tante Salma sembari berteriak. 

"Tante, ini ada kue brownies titipan Mama. Wah, masakannya banyak banget. Mau ada tamu ya, Tante?"

"Wah, pasti enak ini. Bilang terimakasih sama mama ya. Iya, Sayang. Ini nanti tunangannya Bagas mau makan malam kesini sama keluarganya. Naura mau ikut?"

"Gak lah, Tan. Males banget ketemu sama tukang rese itu. Ya udah, Tan. Naura pulang dulu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Hati-hati sayang."

*********

2 bulan sebelumnya

Ayah, Bunda, Bagas mau ngomong, boleh?" tanya Bagas.

"Mau ngomong ya ngomong ja, tho, Gas. Biasanya juga gitu. Iya kan, Yah?" sahut Bundanya. 

"Sepertinya ada yang serius ini. Ada apa?" tanya Ayahnya.

"Bagas mau menikah, Yah, Bun. Tolong restui hubungan Bagas dengan Kirana."

Pak Adrian dan Bu Salma saling berpandangan. Mereka sadar bahwa saat ini akan terjadi. 

Sambil menghela nafas, pak Adrian berkata,"Bagas, kamukan tahu bahwa sejak kecil kamu dan Naura sudah kami jodohkan. Bahkan perjodohan itu sudah ada jauh sebelum kalian lahir."

"Benar kata Ayah kamu. Apa yang akan kami katakan sama keluarga pak Hendrawan kalau kamu tiba-tiba mau menikah dengan orang lain."

"Yah, Bun, aku tidak suka sama Naura. Cewek centil dan manja itu tidak akan bisa menjadi istri yang baik untuk Bagas. Lagian dari dulu kan aku tidak setuju dengan perjodohan ini. Tolong hargai perasaan Bagas, Yah! Hanya Kirana yang Bagas cintai,"ucap Bagas.

Setelah terdiam sejenak, pak Adrian berkata,"Baiklah, kalau memang itu keputusanmu. Kami tidak memaksa. Untuk urusan keluarga Hendrawan, biar ayah dan urus."

"Tapi, Yah…."

"Sudah, Bun. Jangan dipaksa. Pernikahan ini mereka yang menjalani. "

"Terimakasih banyak, Yah. Bagas janji tidak akan mengecewakan kalian. Bagas yakin, Kirana akan menjadi menantu yang baik. "

*********

"Naura, ayo, cepat! Sudah jam berapa ini? Lama sekali sih dandannya. Kita harus segera berangkat."

"Iya, Ma. Ini sudah selesai kok. Kak Marchel beneran gak bisa pulang, Ma?"

"Gak bisa. Katanya sedang ada rapat dengan klien penting. Gak.bisa dicancel."

Yups, hari ini adalah hari pernikahan Bagas dan Kirana. Berhubung keluarga mereka sohiban, jadi mereka ikut berangkat bersama rombongan pengantin pria menuju gedung tempat akad nikah. 

Setelah semua siap, iring-iringan mobil mereka pun siap berangkat. Mereka tiba di gedung pukul 09.00 WIB. Akad nikah akan dimulai pukul 10.00 WIB, dilanjutkan dengan resepsi sore harinya di gedung yang sama. 

Para tamu undangan sudah mulai berdatangan. Waktu sudah menunjukkan pukul 10.15 WIB. Akan tetapi, rombongan pengantin perempuan dan keluarganya belum kelihatan.

Waktu terus berlalu. Rombongan pengantin perempuan belum juga tiba. Para undangan sudah mulai gelisah. Pun dengan Bagas dan keluarga om Adrian. 

Bagas terlihat memegang ponselnya dengan gelisah. Dia mencoba menghubungi Kirana dan keluarganya. Namun sayang, tak satupun diantara mereka yang ponselnya aktif. Bagas semakin gelisah. 

Tidak lama kemudian ada sebuah mobil datang. Setelah diperhatikan, ternyata itu bukan rombongan pengantin. Namun, hanya orangtua Kirana dan pamannya. 

"Pak Adrian, boleh saya bicara sebentar?" tanya pak Wibawa, ayah Kirana. 

"Silahkan, Pak! Mari kita bicara di belakang."

"Sebelumnya, saya selaku paman Kirana dan adik pak Wibawa memohon maaf yang sebesar-besarnya. Kami juga tidak ingin hal seperti ini terjadi. Tetapi mau bagaimana lagi. Jujur saja, kami juga shock. "

"Ada apa ini om Agung? Om Wibawa? Dimana Kirana? Semua tamu undangan dan penghulu sudah menunggu sejak tadi," sela Bagas. 

"Maafkan kami, Nak Bagas. Maafkan kami pak Adrian. Kirana pergi. "

"Pergi? Apa maksudnya ini?"

"Benar, Nak Bagas. Saat kami ingin menjemput Kirana di ruang make up, ternyata dia sudah tidak ada. Hanya pakaian pengantinnya yang tertinggal. Kami sudah mencari kemana-mana. Kami juga sudah menghubungi teman-temannya. Tetapi tidak ada yang tahu. Sekali lagi kami sekeluarga mohon maaf pak Adrian karena terpaksa rencana pernikahan ini dibatalkan."

Setelah mengatakan hal tersebut, keluarga Kirana pergi meninggalkan gedung. 

"Ada apa Adrian? Dimana pengantinnya?" tanya pak Hendrawan. Akhirnya, pak Adrian menceritakan apa yang terjadi. 

"Bagaimana ini, Yah? Masak, pernikahan Bagas dibatalkan? Bunda kan malu. Semua undangan sudah datang. Para kerabat dan kolega juga sudah datang. Bunda malu, Yah."

"Mau bagaimana lagi, Bun? Keadaannya sudah seperti ini. Biar ayah yang menyampaikan hal ini kepada para tamu undangan. Bunda dan Bagas langsung pulang saja."

"Yah, bagaimana kalo rencana perjodohan Bagas dan Naura kita lanjutkan? Kan, mereka sudah saling mengenal satu sama lain. Jadi kita bisa besanan sama pak Hendrawan dan jeng Sinta. Bagaimana menurut jeng Sinta?"

"Wah, saya setuju. Sayang kalo rencana pernikahan ini digagalkan. Sudah keluar biaya banyak juga. Urusan Naura, biar saya yang urus."

"Saya ikut kamu,jeng. Naura pasti mau dengerin kita. Udah, bapak-bapak sana bujuk Bagas. Kami akan menyiapkan Naura. Cepetan, waktu kita tidak banyak."

"Mari, Adrian."

"Ouh, iya Hendrawan. Ayo," jawab pak Adrian dengan sedikit gugup.

Mama Naura dan Bunda Bagas segera menghampiri Naura.

"Sayang, Mama mau ngomong sebentar!" 

"Ada apa, Ma? Pengantinnya mana?"

"Kita bicara di sana saja, ya!" ajak Bunda Bagas sambil menunjuk pojok ruangan. 

Mereka segera ke sana.

"Naura sayang, Mama mau minta tolong, boleh?"

"Minta tolong apa, Ma?"

"Begini sayang. Kirana … dia menghilang. Rencana pernikahan Bagas terancam batal. Tolong … menikahlah dengan Bagas!"

"Apa? Gak. Naura gak mau, Ma. Masak, Naura disuruh nikah sama si tukang rese itu sih. Gak. Gak mau."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status