Share

Pelet

Penulis: Bintang Kejora
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-01 16:11:46

Aku sedikit kecewa dengan mamak, selalu saja aku yang disalahkan. Padahal menurutku aku sudah merasa benar.  Mamak sepertinya berubah setelah jadi wakil bupati. Segala tindak-tandukku bisa berpengaruh pada satu kabupaten. Ah, aku ingin jadi orang biasa saja. Sukses tanpa embel embel nama orang tua.

Ormas yang pernah kutolak itu ternyata yang jadi biang kerok. Mereka lah yang ambil video cctv, karena kebetulan komplek itu mereka yang jaga keamanannya. Aku dikuliti habis-habisan. Mereka juga yang posting di F******k, mereka yang gencar membagikan postingan tersebut.

"Kita tidak bisa diam saja, kita harus melawan," kata Ridho di suatu sore, saat itu kami berkumpul di masjid menunggu waktu salat magrib.

"Iya, tapi bagaimana caranya, mereka punya video cctv," kataku kemudian.

"Kita temui gadis itu?" usul Ridho.

"Itu tambah masalah, sudah pasti dia benci kita," kata Ahmad.

"Kita coba saja," kata Ridho lagi.

Akhirnya kami bertiga pergi ke rumah gadis tersebut. Rumahnya tepat di belakang masjid, akan tetapi pintu masuk agak jauh. Pintu kecil yang di dekat mesjid sudah mereka tutup. 

Saat kami tiba di pintu gerbang, seorang sekuriti mencegah kami masuk.

"Kami mau bertemu Karen, Pak," katamu kemudian.

"Tidak bisa!" katanya tegas.

"Kami hanya mau bicara, Pak," kataku lagi.

"Tetap tidak bisa!"

"Tolong telepon dia, Pak," kataku lagi.

"Sekali lagi saya tegaskan, tidak bisa, silakan pergi," kata sekuriti tersebut.

Kami akhirnya pergi tanpa hasil. Aku tidak tahu harus berbuat apa lagi. Namaku makin ramai diperbincangkan. Sakit sekali tuduhan para nitizen. Mulai dari mabuk agama, intoleran, sampai kadal gurun disematkan padaku. 

Butet menelepon malam itu, ternyata dia sudah mengikuti perkembangan kasusnya.

"Bang, Abang baik-baik saja," tanya Butet.

"Kurang baik, Tet, Abang butuh kamu saat ini," kataku kemudian.

"Bang, ini ada Bang Sandy, ustadz Rizal, juga ada Bang Umar, kami akan bantu Abang," kata Butet lagi.

"Ngapain kau malam-malam begini sama tiga cowok?" 

"Membahas  masalah Abang lah," jawab Butet.

"Baiklah, aku mendengarkan," kataku kemudian.

"Ini Sandy, Cok, yang pertama kamu lakukan adalah mencari video pembanding, di video itu kan hanya terlihat bagian Ucok menarik tangan gadis itu, tidak terlihat awal mula masalahnya, jika ditemukan saat Ucok menyelamatkannya dari amukan massa, akan ada video pembanding," kata Sandy.

"Masjid itu gak ada cctv - nya," jawabku kemudian.

"Rumah di sekitar mesjid tersebut, cari yang anda cctv -nya," kata Sandy.

"Oh, baik," 

"Aku Umar, Cok, jika video pembanding itu sudah dapat, sewa pengacara, tuntut pencemaran nama baik yang menyebarkan video tersebut," kata Umar dari seberang.

"Yang menyebarkan ormas, ormasnya benci aku, karena aku menolak memberi upeti pada mereka, menolak juga bergabung dengan mereka, memang ketua ormas itu sudah mengancam, jika bukan kawan kami berarti lawan kami, gitu katanya," kataku kemudian.

"Kita bantu, jangankan ormas, institusi pun bisa dikalahkan oleh nitizen," kata Umar lagi.

"Saya Rizal, Cok, setelah semua usaha itu,  berdoalah, serahkan pada yang di atas, yakin saja, Allah Itu tidak tidur," kata Ustadz Rizal.

"Terima kasih, Ustadz,"

"Ini Ayah, Cok, luluhkan kekerasan hari gadis itu, masih ingat yang ayah ajarkan kan?" ternyata Ayah juga di situ.

"Masih, Yah,"

"Apanya Abang ini, Abang suruh dia melet orang gitu?' Terdengar suara mamak.

"Bukan, Dek, tapi untuk meluluhkan hati gadis itu, kuncinya gadis tersebut, jika dia mau  buka suara dan jujur," kata Ayah.

"Gak, aku gak setujui Ucok melet  orang, eh, emangnya Abang bisa melet cewek? jangan-jangan aku dipelet juga dulu," terdengar suara mamak lagi.

"Sudahlah, assalamualaikum," kataku seraya mematikan panggilan, Mamak dan ayah tak pernah berubah, suka bertengkar untuk masalah yang sepele. 

Sore itu selepas salat asar, aku mulai mencari cctv yang ada di sekitar masjid.   Coba kuperhatikan satu persatu rumah itu, tidak ada yang memasang cctv. Akan tetapi ada rumah makan si seberang masjid. Aku coba bertanya pada mereka.

"Assalamualaikum, Mbak," salamku kemudian. 

"Waalaikum salam," jawabnya. Rumah makan tersebut adalah rumah makan Tegal, mataku coba melihat sekeliling., Aku melihat cctv di atas.

"Itu hidup, Mbak?" tanyaku lagi.

"Hidup, Mas, tapi maaf, Mas, saya tidak bisa berikan videonya, takut," kata ibu tersebut.

"Takut apa, Mbak?"

"Takut preman, Mas,"

"Videonya ada?"

"Ada, Mas, tapi sudah diambil preman itu, maaf, Mas, saya tidak mau cari masalah," kata ibu tersebut.

Tentu saja aku tak sampai hati untuk memaksa, semua tempat usaha di daerah ini memang sepertinya dikuasai ormas tersebut. Orang sangat takut pada mereka. Konon yang bangun rumah atau renovasi pun harus melapor pada mereka. Hanya aku yang tak berani mereka ganggu.

"Bagaimana, Bang?" tanya Butet lewat panggilan telepon.

"Ada, tapi pemiliknya tidak mau memberikan," jawabku.

"Hubungi polisi, polisi bisa memaksa orang itu membuka cctv," jawab Butet.

"Tapi kasihan dia, Tet, dia takut diganggu preman, dia hanya tak mau cari masalah," kataku.

"Jadi bagaimana solusinya?" tanya Butet lagi.

"Mungkin saran Ayah solusinya terakhir,"

"Apa itu?"

"Meluluhkan hati gadis itu, dia kunci masalah ini," kataku kemudian.

"Oh gitu,"

"Jangan bilang mamak ya, Tet," 

"Ok, Bang, kalau kau gak lupa,"

"Hmmm, kau, Tet,"

Dulu ayah pernah mengajarkan padaku ilmu untuk meluluhkan hati orang. Tak harus wanita sebenarnya, bisa bos atau siapa saja. Ada bacaan khusus akan tetapi salah satu syaratnya adalah harus bertemu orang tersebut. Aku harus bertemu Karen dan menatap matanya.

Pagi itu aku tunggu dia di dekat pintu gerbang  komplek, aku ingat mobilnya adalah Honda Jazz warna kuning. Dia juga selalu memakai sopir pribadi.

Sampai setengah jam aku tunggu, akhirnya dia lewat juga, aku coba hentikan mobilnya dengan cara menghentikan motorku di depan mobil tersebut. Akan tetapi mobil itu tak berhenti juga.

"Stop, stop!" kataku seraya menunjukkan dua telapak tangan.

Brakkk. ...

Mobil tersebut malah menabrak motorku.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (11)
goodnovel comment avatar
carsun18106
weits masaaaa
goodnovel comment avatar
carsun18106
wkwkwk yg ngerasa aja sih ini mah....oh sekarang ditambah, berduaan di rumah mewah masangin bohlam di kamar dsb dsb dsb
goodnovel comment avatar
sekai
bentar,,, bentar,,, perasaan ada yg prnh ngalamin ituh dehh.... siapa yaa? hmmm
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Jadul Tapi Mantul    The End

    PoV Nia Sangat sedih melepas Butet untuk mengarungi rumah tangga barunya. Rasanya baru kemarin dia kugendong. Dia teman diskusi yang sangat asyik. Selama ini dia memang sudah tinggal jauh dari kami, akan tetapi tetap berat juga untuk melepasnya. Bang Parlin juga terlihat sangat sedih, pesta ini justru jadi ajang tangis bagi suamiku. Dia justru sering menangis. Tamu yang datang sangat beragam, mulai dari pekerja kami, sampai toke sawit, sampai bupati pun datang. Akan tetapi aku sedikit kecewa, menantuku tidak datang dengan alasan tak bisa meninggalkan warungnya. Karena Menantu tidak datang, otomatis cucu kamI juga tidak datang. Padahal ini hari bersejarah. Aku ingin berfoto seluruh keluarga. Akan tetapi menantu dan satu-satunya cucu tidak datang. Aku sudah coba hubungi menantu, akan tetapi jawaban dia adalah tidak bisa meninggalkan warungnya. Katanya jika ditinggalkan, terpaksa ditutup dan pelanggan akan lari. Sementara warung itu belum bisa diserahkan kepada karyawan. Resep

  • Jadul Tapi Mantul    Selamat Menempuh Hidup Baru, Butet

    Aku bangun pagi seiring azan subuh berkumandang dari mesjid desa. Lalu mandi dan pergi ke mesjid untuk salat subuh berjamaah, kami sekeluarga pergi ke mesjid. Cantik juga ikut, kami mau sekalian membicarakan proses akad nikah di masjid tersebut. Penghulunya juga masih Abang angkatku, yang dulu pernah jadi guru mengaji di rumah kami. Setelah membicarakan semua, kami pulang ke rumah. Mulai ada kesibukan di rumah. Para Bapak-bapak memasak rendang, para ibu-ibu memasak nasi. Jam delapan pagi sudah bisa makan. Satu kampung makan di rumah kami. Kebanyakan bawa baskom masing-masing. Ibunya Bang Sandi datang, begitu datang dia langsung salaman. "Kok lama kali datangnya?" tanya mamak."Itu tadi, Bu, ngantar Sandy mau pulang," jawab Ibu tersebut."Kok cepat kali dia pulang?" tanya mamak lagi."Katanya mau tugas,"Ternyata Bang Sandy memang di sini, ingin aku bertanya pada ibunya, akan tetapi aku tahan, tak ingin merusak suasana hati yang beberapa jam lagi akan menikah. Bang Sandy bohong soal

  • Jadul Tapi Mantul    Sedihnya Melepas Butet

    Pertanyaan Bang Sandy ini sepertinya tidak masuk akal, mengajak tinggal di Brunei, pekerjaan membobol bank. "Bagaimana, Tet, kita akan bahagia bersama," kaya Bang Sandy lagi."Hei, Bang Sandy, kamu masih waras gak? masa ajak aku jadi penjahat, kerja membobol bank, emangnya kamu pikir aku penjahat ya," kataku kemudian."Itu hanya perumpamaan, Tet, intinya aku bisa lebih baik dari si Cina itu," "Hei, Bang, kamu sudah rasis, gak boleh manggil orang dengan sukunya,""Bukan maksud rasis ya, Tet, hanya kesal, ayolah, Tet, kita akan hidup makmur di Brunei, Kamu tahu gak, pemerintah Brunei pernah mengajak aku pindah ke sana, sebagai tenaga ahli bidang IT," kata Bang Sandy lagi."Wah,""Iya, Butet, aku bisa lebih baik dari si sipit itu, percayalah," Lama-lama omongan Bang Sandy makin melantur saja, padahal biasanya dia orang yang santun, jarang bicara, ini sudah rasis segala. "Kok kamu jadi rasis sih, ini bukan Bang Sandy yang kukenal,""Cinta, Tet," Oh, seperti kata ayah, cinta bisa mem

  • Jadul Tapi Mantul    Gadis Mahal

    Sekitar jam 10.00 malam, Ayah akhirnya pulang ke rumah. Ini kesempatanku untuk bertanya apakah Ayah setuju. Bang Ucok, mamak dan bahkan Cantik tidak setuju aku pergi kuliah di Amerika. Tinggal Ayah yang belum kutanyakan."Papa, Kak Butet mau pergi ke Amerika," belum sempat aku bertanya Cantik sudah mengadu duluan. "Amerika," Ayah melihatku."Iya, jauhhh,""Hahaha," ayah malah tertawa, mungkin ayah mengira ini lelucon."Ayah, Cantik benar, aku mau pergi ke Amerika," kataku kemudian."Waw, mau ngapain?""Kuliah pascasarjana, Yah," "Jauh sekali ke Amerika?""Aku dapat beasiswa, Yah," Ayah' terdiam, dia melihat mamak, lalu kembali melihatku."Boleh, Yah?" tanyaku lagi."Kamu sudah dewasa, Butet sudah tahu mana yang baik dan mana yang buruk," kata Ayah."Ayah dukung apapun keputusanmu, tapi Ayah berikan sedikit gambaran, Amerika itu jauh, jika sekiranya ayah meninggal kamu gak akan bisa kejar, terus adikmu suka' kangen kakaknya, kamu satu bulan tidak pulang saja Cantik sudah sering be

  • Jadul Tapi Mantul    Amerika?

    Aku justru makin bingung, Ini kesempatan langka, beasiswa di Amerika. Akan tetapi aku dan Pak Johan sudah membuat semacam kesepakatan. Tiga tahun lagi kami akan menikah, itu 2 tahun yang lalu. Apakah kesepakatan itu sudah janji? "Bagaimana, Butet? kok malah bengong?" kata Pak Dosen."Saya berpikir dulu, Pak," jawabku akhirnya."Butet, ini kesempatan langka, Jangan disia-siakan, aku yakin kamu bisa berkarir di luar negeri," kata Pak Dosen."Cita-cita saya bukan seperti itu, Pak, cita-cita saya buka kantor pengacara publik, yang memberikan layanan hukum' gratis untuk masyarakat miskin," kataku kemudian."Jika memang itu cita-citamu, cocok juga, tapi ambil S-2 ini juga, paling dua tahun," kata Pak Dosen."Saya pikirkan dulu, Pak," kataku kemudian."Kupikir tadi kamu akan sujud sukur sambil menamgis karena dapat beasiswa penuh," kata seorang pengacara yang lain."Iya, gak nyangka kamu masih berpikir, padahal ini kesempatan emas, dari propinsi ini hanya dua orang, kamu salah' satunya," ka

  • Jadul Tapi Mantul    Butet Bingung

    Bertanya ke Bang Ucok ternyata jawabannya sangat logika, ini sesuatu yang berubah pada diri Bang Ucok. Setelah dia menikah bicaranya sekarang sudah banyak yang secara logika. Atau karena dia sekarang sudah sarjana psikologi. "Memangnya siapa yang orang Cina siapa yang orang Padang?" Tanya Bang Ucok lagi."Adalah,""Biar kutebak, kalau Cina itu yang pemilik hotel itu ya?" "Iya, Bang,""Yang orang Padang siapa?" "Coba tebak?" tanyaku kemudian.Heran juga Bang Ucok tidak ingat kepada Bang Sandy, Padahal kami dulu sering memecahkan kasus bersama. Bahkan kudengar Bang Sandi setelah jadi polisi pernah pergi ke tempat Bang Ucok. Kenapa dia tidak ingat?"Umar ya?" "Bukan?""Jadi siapa?""Ah, payah Bang Ucok."Aku memutuskan panggilan telepon karena Bang Ucok tidak ingat kepada Sandy. Aku makin bingung entah memilih siapa. Cari jawaban Bang Ucok juga mengambang, masalah umur dia pilih pada Sandy, di masalah profesi dia pilih Pak Johan. Sedangkan masalah suku dia tidak memberikan pilihan.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status