“S*alan!” teriak Dirga kesal, pagi ini ia baru saja pulang dari apartemen Aluna. Ia terkejut mendapati pjntu pagar telah terbuka, begitu juga dengan pintu rumah. Ditambah pintu gudang sudah rusak parah, Inggit tidak ada di dalam. Membuat daftar kekesalannya bertambah.“Siapa yang membantu gadis itu keluar?” Dirga terdiam, mencoba memikirkan kemungkinan yang terjadi.“Leon... “ Nama anaknya pelan ia sebut, Dirga ingat jika anaknya itu sama seperti dirinya, mencintai Inggit.Dirga yakin sekali jika Leon lah yang menyelamatkan Inggit.“Anak kurang aj*r! Beraninya dia melawan aku,” geram Dirga. Ia marah, anak semata wayang yang dulu selalu bisa ia kendalikan, kini mulai membangkang.Dirga belum sanggup kehilangan Inggit, gadis itu harus kembali padanya apa pun yang terjadi.Dirga berpikir, sepertinya ia harus mulai bersikap keras pada Inggit, pun dengan Leon. Jika gertakannya beberapa waktu yang lalu tidak mempan, ia harus berbuat kasar.Seperti inilah sifat Dirga yang asli, keras, tegas,
Inggit termenung, ia duduk sendirian di kursi yang berada di balkon. Matanya menatap lurus ke depan, tidak ada fokus di sana.Inggit lelah, rapuh, dan butuh sandaran. Batinnya bergejolak ingin lepas dari semua masalah yang mendera hidupnya. Sayang, Tuhan lebih menyayangi dirinya, Tuhan ingin melihat usaha Inggit. Tuhan ingin melihat sejauh mana Inggit berlari memecahkan masalah hidupnya.Hatinya terasa kosong, jiwanya seolah pergi berkelana entah ke mana.Dirga, laki-laki yang diharapkan bisa memberikan perubahan pada hidupnya, kini memperlakukan dirinya seperti binatang.Dirga tahu Inggit takut gelap, mengapa tega mengurungnya di gudang? Dirga tahu masa lalu Inggit, kenapa masih tidak percaya?“Makan, Nggit!” Leon datang membawakan sepiring nasi padang. Sebelum pulang dari kantor ia menyempatkan mampir membeli makanan untuk Inggit.Inggit bergeming, ia hanya melirik sekilas tanpa berminat menerima uluran piring dari Leon.Leon menghela napas, ia tahu Inggit kembali berada di titik te
Panik! Itulah yang dirasakan Leon saat ini. Berkali-kali ia menghubungi Inggit, tapi gagal. Saat ini ia berada di depan panti asuhan yang Inggit maksud.Sebelumnya Inggit menolak saat Leon berinisiatif mengantarkan, ia lebih memilih naik, lebih santai kata Inggit.Sampai pukul 9 malam, Inggit tak juga keluar Leon masuk ke dalam panti, menanyakan di mana Inggit. Begitu tahu Inggit sudah tidak ada di panti, Leon mulai gelisah, ia khawatir terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Mengingat Inggit menjadi incaran papanya.Leon tidak bisa berpikir jernih, seolah ada yang hilang di dalam sana begitu dirinya belum bisa menemukan di mana Inggit berada.Leon takut, Inggit ditemukan papanya. Akan menjadi seperti apa perempuan lemah itu jika kembali ke pelukan papanya. Leon yakin, kali ini adalah ulah papanya.Segera Leon menginjak pedal gas, mobil kembali melaju di jalanan dengan cepat. Leon tak peduli jika hubungan dengan papanya nanti kembali retak. Keselamatan Inggit lebih penting.Sementara i
“Haha... Akhirnya Om Dirga suka rela mendekat,” seru Aluna senang. Ia merebahkan diri di kamar dengan santai.Bagi Aluna hati ini adalah hari keberuntungan untuknya. Bagaimana tidak, baru saja Mami menelepon, mengatakan bahwa Mami sangat puas dengan Inggit yang berhasil dibawa Aluna ke rumah bordil.Sekarang, Dirga yang sempat menolaknya kembali menghubungi dirinya. Aluna menebak, Dirga curiga atas hilangnya Inggit.Tak apa! Aluna mampu menghadapi Dirga atau siapa pun yang mengganggu hidupnya. Aluna bersyukur dianugerahi otak cemerlang, sehingga mampu menghadapi situasi sesulit apa pun.“Balas atau tidak ya?” ucap Aluna.“Ah, tidak usah. Biar dia datang sendiri menemuiku. Giliran aku yang akan jual mahal, Om!”---“Inggit, Lo di panggil Mami ke ruangannya. Ayo aku antar.” Mery masuk ke kamar Inggit.“Untuk apa?” tanya Inggit heran.“Ck, jangan pura-pura lupa. Hari ini lo resmi jadi penghuni rumah bordil Mami. Ikuti kata Mami, kalau gak pengen disiksa.”Mendengar jawaban Mery, Inggit s
inggit menangis sesenggukan di pojok kamar, matanya membengkak karena terlalu lama menangis. beberapa bagian tubuhnya, membekas merah terkena cambukan darren. sesuai dugaan inggit, darren memiliki kelainan seks yang mengerikan. tulang-tulang inggit serasa patah serentak, bahkan hampir saja inggit kehilangan nyawa, karena darren sempat mencekik lehernya. air mata inggit terus mengalir deras di pipi. darren sudah keluar dari kamar, setelah memuaskan hasratnya, darren pergi begitu saja, membiarkan luka di tubuh inggit semakin menganga. sedih, kecewa, dan marah menjadi satu, siapa yang harus ia salahkan saat tuhan memberikan jalan hidup seperti ini? ceklek!datanglah darren membawa kotak p3k di tangan, wajahnya sudah lebih segar dari sebelumnya. “kemarilah, aku obati luka itu,” perintah darren, seorah kerbau dicucuk hidungnya, inggit menurut saja. ia menutupi tubuh polosnya menggunakan selimut tebal. inggit yakin ada sisi lain dari darren yang bisa dimanfaatkan. ia yakin, darren buk
“Papa g*la!” hardik Leon begitu sampai di kantor Dirga. Ia menatap papanya nyalang, seolah bertemu dengan musuh.“Maksudmu?” tanya Dirga tenang. Ia berpura-pura memeriksa berkas di mejanya.“Aluna! Apa maksud papa akan menikah dengan Aluna? Bukankah papa janji akan mencari Inggit bersama?” tanya Leon lirih.“Inggit? Ah, iya... kemarin papa memang berminat mencari Inggit. Tapi, sekarang tidak lagi. Kau carilah gadis itu sendiri. Bukankah kamu mencintai Inggit?” jawab Dirga tenang. Ia memang sudah menyiapkan jawaban dan mental jika Leon datang menemuinya untuk bertanya.“Kenapa papa berubah pikiran secepat itu?” tanya Leon tak percaya.“Inggit bukan siapa-siapa. Papa hanya butuh kenikmatan, dan bisa papa dapatkan dari Aluna. Salah?” dusta Dirga. Ya, sengaja ia berbohong pada Leon, agar anaknya itu tidak bertanya yang lain.Nama Inggit masih tersemat kuat di hati Dirga, ada harga yang harus Dirga bayar untuk mendapatkan Inggit kembali.“Kurang aj*r!”Bugh!Leon meninju perut papanya, mem
Brak!Leon membuka pintu ruangan Aluna kasar, membuat penghuni ruangan itu seketika menoleh ke arah pintu.“Katakan di mana Inggit?” cecar Leon tidak sabar, napasnya memburu. Ia berdiri tepat di depan meja kerja Aluna.Aluna tidak terkejut dengan kedatangan Leon, ia sudah memperkirakan ini semua. Aluna yakin, Dirga yang memberitahu anaknya ini untuk menemuinya jika bertanya tentang Inggit.Aluna tahu, jika Dirga belum sepenuhnya mencintai dan menerima dirinya, mungkin saja ada misi mencari tahu keberadaan Inggit. Terbukti bukan? Leon mendatangi dirinya begitu ia mempublikasikan pernikahannya dengan Dirga.Lantas, apakah Aluna benar-benar ingin menikah dengan Dirga? Jawabannya, iya! Ada banyak tujuan yang ingin Aluna raih dengan menikahi Dirga.“Apa maksudmu, Leon? Kau datang tanpa salam, lalu memaki. Apakah sopan?” ejek Aluna. Ia menghentikan aktivitasnya, lalu fokus menatap Dirga dengan pandangan menyebalkan. Jika saat ini Leon lepas kendali, ia tidak akan segan memukul gadis licik i
“Batalkan pernikahanmu!”Perintah Darren terus terngiang di kepala Aluna. Seperti buah simalakama. Andaikan membatalkan pernikahan, apa kata dunia? Aluna tidak siap menjawab banyak pertanyaan, apalagi Dirga. Apa yang akan ia katakan pada duda tampan itu?“Kenapa Darren datang di saat tidak tepat? Sialan memang. Memangnya siapa dia? Berani sekali memerintahku seenaknya sendiri.”Aluna berteriak meluapkan kesal di hati, untung saja jadwal hari tidak ada meeting dengan siapa pun. Mood Aluna hancur, ingin rasanya memakan seseorang untuk meluapkan kekesalan.“Jika kamu tidak membatalkan pernikahanmu, aku akan menyebarkan foto itu!”Ancaman Darren benar-benar membuat Aluna tidak berkutik, apa alasan Darren melakukan itu semua? Apa keuntungan yang Darren dapatkan jika Aluna batal menikah?Tuk tuk tukAluna mengetuk kuku di atas meja, ia mencoba memikirkan jalan keluar dari masalah yang menghimpit hidupnya. Sayangnya, otaknya buntu. Aluna tidak bisa memikirkan jalan keluar.“Argh ....”Aluna