Pov Author
Sepeninggal Inggit, Dirga mengusap wajahnya kasar, ia tidak habis pikir dengan Inggit, selalu mengancam putus saat ia mengungkapkan keinginannya, yaitu pernikahan.
“Apa yang sebenarnya terjadi pada Inggit? Kenapa dia begitu takut menikah?” gumam Dirga.
Salahnya sendiri tadi tidak bisa menjaga nafsunya, begitu Weni menggoda ia mau-maunya mengikuti permainan Weni.
“Sialan!” Umpat Dirga kesal.
Dirga meletakkan bokongnya di atas kursi, salah satu tangannya memijit pelipisnya yang terasa sakit. Memikirkan Inggit membuatnya sakit, andaikan gadis muda itu mau diajak menikah, mungkin Dirga tidak akan seperti ini. Melepaskan Inggit-pun Dirga tidak rela, belum pernah ia bertemu gadis muda seperti Inggit sebelumnya.
“Ah, sebaiknya aku mengajaknya dinner seperti biasa, agar ia mau memaafkanku.”
Segera Dirga meraih ponselnya, lalu menelepon Inggit.
Gagal! Inggit tidak mengangkatnya.
Dirga mencoba menelepon kembali, sayangnya sampai panggilan ke tujuh, Inggit tidak mengangkat telepon darinya.
Akhirnya ia memutuskan untuk mengirimkan pesan saja, sewaktu-waktu Inggit bisa membaca dan membalas pesannya.
“Perempuan memang rumit, serba salah jadinya.”
Dirga menyangga kepalanya dengan kedua tangan di atas meja.
“Apa bedanya menikah atau tidak? Hanya ada ikatan dan tidak, itu saja. Kenapa seribet itu?” tanya Dirga tidak habis pikir.
Ting!
Sebuah pesan masuk dari ponsel Dirga, Inggit! Balasan dari Inggit seketika membuat Dirga tersenyum bahagia, betapa mudahnya merayu perempuan.
Tok tok tok
Ketukan pintu mengganggu konsentrasi Dirga.
“Masuk!”
Tampak Satya masuk ke dalam ruangan Dirga dengan wajah kusut.
“Kamu kenapa?” Dahi Dirga mengernyit melihat wajah Satya yang tidak seperti biasanya.
“Ketemu mantanku, Om.”
Satya menghempaskan tubuhnya ke atas sofa.
“Ketemu mantan? Inget istri dan anak di rumah!” ucap Dirga mengingatkan Satya.
“Iya, Om. Satya tahu, tapi ini berbeda, Om. Mantan Satya yang ini, yang paling Satya sayang dan cintai,” sergah Satya.
“Gila kamu! Kamu udah punya anak dan istri, jangan bikin malu keluarga kita. Mau kamu sayangnya setengah mati, kalau udah kawin punya anak, jangan coba-coba cari cewek lagi.”
“Om gak asik ah,” ucap Satya malas.
“Ada apa ke mari?” tanya Dirga menahan emosi.
“Ish, umur om berapa sih? Belum tua-tua banget padahal. Satya ke mari karena ada file yang mau om kasih. Gimana sih!”
“Gak usah menghina kau ya, begini-begini om masih laku.”
“Halah, paling juga janda tua yang mau duitnya om aja, iya kan? Ngaku deh, Om!” kelakar Satya dengan senyum menyebalkan.
“Anak sialan kamu!” Dirga melempar bolpoin ke arah Satya.
Dengan sigap Satya menangkap bolpoin yang dilempar Dirga, “ Hahaha... Bercanda, Om!”
“Ini flashdisk yang om maksud, di dalam situ ada beberapa bocoran dari perusahaan saingan kita. Kamu pelajari dan ketika ada kesempatan, hancurkan!” Dirga kembali melempar flashdisk ke arah Satya.
Dahi Satya mengernyit, “ Dari mana om dapat ini semua?”
“Rahasia.” Dirga tersenyum misterius.
Satya memutar flashdisk di tangannya, sesekali ia menatap Dirga dan flashdisk bergantian.
---
Satu hari yang lalu
“Goblok!” hardik Aluna pada Hendra, asisten pribadinya.
“Maaf, Bos. Kami lalai, ada spy yang berhasil membobol keamanan data,” jawab Hendra penuh sesal. Ia menundukkan kepala, tidak berani menatap Aluna yang sedang dilanda emosi.
“Gimana ceritanya data perusahaan kita bocor?” tanya Aluna kesal.
Hendra menjelaskan kronologi awal mula adanya keanehan dalam data, ia menduga ada spy yang menyamar sebagai bagian keamanan data, bagian IT yang mengutak-atik data dan berhasil mengcopy-nya.
“Kurang ajar! Siapa yang berani melakukan itu?” geram Aluna. Ia mengepalkan tangan sampai buku-bukunya memutih.
“Dugaan saya dari pesaing utama kita, Bos. Perusahaan pak Dirga.”
“Sialan! Mau main-main denganku mereka rupanya, baiklah! Hendra, kamu cari tahu bagaimana kehidupan pribadi mereka. Kalau kita tidak bisa menghancurkan perusahaan itu dari luar, kita bisa mengancamnya dari dalam.”
“Baik, Bos. Akan saya laksanakan!” Hendra menganggukkan kepala sebelum akhirnya keluar dari ruangan Aluna. Kini tinggallah ia sendirian di dalam ruangannya.
Tuk tuk tuk
Aluna mengetukkan ujung bolpoin di atas meja. Sedangkan tangan satunya menopang dagu Aluna.
Aluna merupakan pewaris tunggal perusahaan orang tuanya, semenjak beberapa bulan yang lalu, setelah ia kembali dari luar negeri, ia mulai memimpin PT. JAYA FOOD, sebuah perusahaan yang bergerak di bidang makanan instan.
Sejak lulus SMA, ia sudah memutuskan untuk mengikuti semua ucapan Rendy, Papanya. Kuliah di luar negeri, selama 4 tahun, dan akhirnya langsung memimpin perusahaan ini. Papanya sudah cukup tua untuk mengelola perusahaan, sehingga ia lebih memilih untuk memantau kerja Aluna.
Untungnya Aluna diberkahi dengan otak yang lumayan encer, sehingga dengan mudah ia meng-handle pekerjaan papanya.
Baru kali ini ada kebocoran data rahasia Aluna, di dalam sana ada beberapa proyek terbaru yang akan ia lounching beberapa minggu lagi. Sepertinya nasib buruk masih menghantui jalan Aluna, ada yang mencuri ide produk perusahaannya.
“Mungkinkah perusahaan yang Hendra maksud tadi benar-benar mencuri dataku? Kalau iya, kurang ajar sekali mereka.”
Aluna menghela napas kasar, ia mencoba menetralkan hati dan pikirannya. Ia percaya orang kepercayaannya mampu menyelesaikan masalah kecil ini.
“Aku tidak akan melepaskan mereka yang sudah berbuat curang, akan kubalas sampai detik-detik terakhir.”
Tok tok tok
“Masuk!”
Kepala Xander menyembul dari luar, senyum merekah menghiasi wajahnya.
“Halo, Kak.” Xander masuk, tak lupa ia menutup pintu.
Xander adalah sepupu Aluna dari pihak Papa. Laki-laki berambut pirang itu lebih suka menghabiskan waktu untuk menggoda Aluna. Xander memiliki tinggi badan yang lumayan, sayangnya tubuhnya tidak terlalu bagus, kalau kata orang tubuhnya cungkring, berat dan tinggi badan tidak seimbang.
“Ngapain lo kemari?” tanya Aluna ketus, ia malas meladeni sepupu yang kurang kerjaan itu.
“Sewot amat Lun, gue mau ajakin lo keluar, ke cafe yang baru dibuka itu, mau ya?” Xander duduk di meja kerja Aluna.
“Lo yang traktir ya?”
“Gampang!” Xander menggamit lengan Aluna, memaksanya untuk segera berdiri.
“Sabar napa sih!” sungut Aluna kesal. Mau tak mau ia menuruti keinginan sepupunya itu, bisa berabe kalau tidak dituruti, ia akan mengadu pada papa Aluna.
“No! Gue gak sabar, katanya bagus banget cafenya, dan lu tau, mereka mengusung tema rustic, pasti instagramable banget.” Promosi Xander dengan gaya sedikit melambai.
“Ck, iya iya. Ayo!” Aluna meraih tas dan beranjak mengikuti Xander.
Xander dan Aluna keluar dari ruang kerja, menuju mobil Xander yang sudah berada di depan lobi kantor. Tak lupa, sebelum pergi, Aluna menyempatkan memberi pesan pada Hendra untuk meneleponnya saat ada hal penting.
Xander menyanyi lagu jazz selama perjalanan menuju ke cafe, terpaksa Aluna menutup telinga, karena suara Xander yang sedikit cempreng.
Aluna memutar bola mata dengan malas, ia melirik Xander yang menyetir sambil terus menari dan menyanyi.
Untung saja penderitaan Aluna segera berakhir, 15 menit kemudian mereka sudah sampai di cafe Rustic.
Setelah memarkir mobil, mereka turun dan memilih duduk di kursi yang berada di luar ruangan, atau outdoor.
“Eh, lo liat itu Lun, cowok cakep banget sih,” seru Xander histeris, seolah belum pernah melihat laki-laki.
Aluna menggelengkan kepala, lalu menutupi wajahnya. Malu rasanya, inilah yang membuatnya malas nongkrong bersama Xander. Lebay!
Tanpa sengaja ekor mata Aluna melihat seorang perempuan yang baru saja masuk cafe, ia mengernyitkan dahi mencoba mengingat siapa gerangan.
Tiba-tiba saja matanya Aluna membelalak saat ingat siapa perempuan itu, Inggit! Teman masa SMA yang sering ia bully karena tidak mempunyai orang tua dan berada di panti asuhan.
‘Penampilan Inggit berubah sekali, kerja apa dia sekarang?’ batin Aluna heran.
Tiba-tiba sebuah ide terlintas di pikirannya, segera ia berdiri.
“Gue ke toilet sebentar,” pamit Aluna pada Xander yang heboh mencari perhatian laki-laki incarannya.
‘Dasar laki gemulai!’ umpat Aluna kesal.
Bukannya pergi ke toilet, Aluna membelokkan kakinya ke arah dapur.
“Kak, boleh saya pinjam apronnya sebentar?” tanya Aluna pada salah seorang pelayan cafe.
Dahi pelayan itu mengernyit, ia menatap Aluna dari atas sampai bawah.
Melihat itu, Aluna segera merogoh sakunya, ia teringat menyimpan uang 100 ribu di sana. Setelah menemukan apa yang ia cari, ia segera menyelipkan uang itu ke genggaman pelayan, yang bernama Ela.
“Sudah, saya pinjam sebentar. Ini sebagai ganti ruginya.”
Aluna membantu melepas apron Ela, dengan segera ia mengenakan apron, dan menanyakan pesanan Inggit.
Setelah pesanan Inggit siap, ia mengambil alih mengantarkan ke meja Inggit.
“Silakan,” ucap Aluna, sepertinya Inggit tidak mendengar ucapannya.
“Kamu Inggit?” tanya Aluna sedikit menaikkan suaranya.
Terlihat Inggit mendongakkan kepala menatap Aluna dari atas sampai bawah.
Aluna merasa senang bisa bertemu lagi dengan Inggit, jika mereka bisa bertemu di cafe ini, berarti tempat tinggal Inggit tidak jauh dari sini. Pikir Aluna.
Setelah puas bertanya-tanya, Aluna segera kembali, dan mengembalikan apron milik Ela.
“ Dari mana lo? Lama banget?” tanya Xander saat melihat Aluna baru saja mendudukkan bokongnya di depan Xander.
“Lo budek ya? Tadi gue pamit ke mana?” tanya Aluna ketus.
“Toilet?”
“Nah itu denger,” jawab Aluna.
“Tapi kenapa lo lama banget?” tanya Xander lagi.
“Kepo banget sih!”
Xander memainkan bibirnya dengan kesal, sepertinya mood Aluna kembali memburuk.
‘Aku harus mencari tahu bagaimana kehidupan Inggit sekarang, tidak mungkin ia bisa kaya secepat itu.’ Batin Aluna.
Aluna berencana mempermalukan Inggit di acara reuni sekolah yang akan ia adakan nanti jika ada sesuatu yang tidak beres di hidup Inggit.
Aluna iri dan cemburu pada Inggit, walaupun ia miskin, tapi banyak yang menyukainya. Berbeda dengan dirinya yang terlahir dari keluarga kaya, jarang ada teman yang mau berteman tulus dengannya. Bahkan banyak guru yang berusaha menjilat di depan Aluna agar mendapatkan promosi oleh papa Aluna.
[Cari tahu kehidupan gadis bernama Inggit ini.]
Aluna mengirimkan pesan pada Hendra, tak lupa ia mengirimkan foto Inggit yang sempat ia ambil diam-diam tadi.
Inggit berdandan secantik mungkin, mini dress model rok A-line berwarna nude yang pas di tubuhnya membuat keseluruhan pada diri Inggit sangat menarik. Tak lupa ia poleskan sedikit lipmatte warna senada.Untuk acara diner malam ini, sengaja sebelumnya ia pergi ke salon untuk menata dan mengecat rambutnya, agar lebih fresh dilihat.“Cantik!”Setelah memastikan semua oke, segera inggit keluar dari rumah dan masuk ke dalam ojek mobil online yang sudah menunggu di depan pagar.“Sesuai aplikasi ya, Mbak!”“Hmm... “ Inggit fokus menatap jalanan, ia malas ramah pada orang yang baru saja bertemu.Suasana malam ini lumayan ramai, sabtu malam menjadi hari yang paling di tunggu. Inggit melihat sebuah motor menyalip mobil yang ia naiki dengan kecepatan sedang, sepertinya mengejar waktu, karena beberapa kali pengendara itu melihat jam di tangannya. Tiba-tiba saja ia teringat saat masih SMA, di mana ia sering jalan kaki, karena jarang memiliki uang hanya untuk sekedar naik angkot ke sekolah.Ibu Ais
Brugh!Aluna menabrak seseorang hingga dirinya terjatuh, isi tasnya berhamburan ke lantai. Sebelumnya ia tidak melihat jalan, karena sibuk mencari kunci mobil.“Kalau jalan hati-hati dong!” tegur Aluna dengan kesal pada seseorang yang ia tabrak.“Harusnya kamu yang hati-hati, siapa yang duluan menabrak?” balas seseorang yang ditabrak Aluna.Aluna mendongak menatap seseorang yang ia tabrak, seketika ia membelalak, tidak percaya dengan penglihatannya. Setelah isi tasnya kembali masuk ke dalam tas, ia berdiri.Entah ini musibah atau keberuntungan untuk dirinya. Dirga! Seseorang yang Aluna tabrak adalah Dirga. Di saat ia bingung mencari cara berdekatan dengan Dirga, kini Tuhan menakdirkan mereka bertemu.Baru saja Aluna bertemu klien di privat room yang disediakan oleh pihak hotel, karena sudah selesai, Aluna berencana langsung kembali ke kantor, ada beberapa hal yang ingin ia pastikan.Dirga melotot melihat siapa yang ia tabrak, Aluna. Pesaing bisnisnya.“Senang bisa bertemu Anda di sini
Aluna berjalan anggun menuju ruangan Dirga, berbeda dengan kemarin, kali ini ia memiliki ide lain, yaitu menghasut Dirga.Aluna tahu perbuatannya salah, tapi rasa cemburu sudah membutakan hati dan pikirannya. Tujuannya kali ini menghancurkan Dirga, dan juga menyakiti hati Inggit.Perusahaan miliknya selama masih aman, ia biarkan berjalan seperti biasa, karena menurutnya, selama terus berada di dekat Dirga, tidak mungkin laki-laki itu tega menghancurkan bisnisnya.Beberapa pasang mata menatap Aluna dengan pandangan kagum, bahkan beberapa mata jelalatan melihat bagian tubuh tertentu miliknya yang sengaja ia pamerkan.Aluna melotot saat salah seorang karyawan yang sengaja menyenggol lengannya. Sedangkan karyawan itu hanya nyengir tidak merasa bersalah.Kini Aluna sudah di depan ruangan Dirga, dengan santai ia membuka tanpa mengetuk pintu. Pemandangan di dalam sana membuat kepala Alu
Ceklek!Mata Inggit terbelalak melihat siapa yang datang ke rumahnya.“Leon... “ Suara Inggit tertahan karena tak percaya melihat sahabatnya yang sudah lama tidak ada kabar, berada di depannya saat ini.Mata Inggit berbinar bahagia, baginya Leon adalah keluarga kedua setelah Bu Aisyah.Tanpa berkata apa pun, Leon merentangkan kedua tangan, wajahnya menyiratkan kerinduan. Senyumnya merekah bahagia. Laki-laki berperawakan tinggi semampai dan berbadan atletis ini terus menampakkan giginya yang berderet rapi.Inggit menutup mulutnya tak percaya, dengan cepat ia masuk ke dalam pelukan Leon,“Aku kangen,” bisik Inggit.Leon mengelus rambut Inggit, kemudian turun mengelus punggungnya.“Aku tahu.”“Ke mana aja, Lo?” tanya Inggit mendongakkan kepala. Mata ted
“Siapa laki-laki itu, Nggit?” tanya Dirga pelan, dari nada suaranya, Dirga sedang menahan emosi.Inggit yang baru saja mandi, terkejut melihat Dirga sudah duduk di atas ranjang kamarnya. Seperti biasa Dirga selalu datang dan masuk begitu saja tanpa kabar dan suara.“Maksud Om yang tadi?” tanya Inggit pura-pura lupa. Dengan cuek ia mengeringkan rambutnya di depan cermin.“Tentu saja, siapa lagi!” balas Dirga kesal.“Oh, dia temenku.”“Bohong! Benar yang dikatakan Aluna?”“Apa?” Inggit mengernyit, apalagi yang dikatakan Aluna pada Dirga?“Kamu masih menjajakan dirimu pada laki-laki lain?” tanya Dirga sarkas.“Jaga mulut om Dirga! Inggit tidak seperti itu, bukankah justru Om yang tidak setia? Sudah memiliki Inggit, tapi masih tergoda dengan Aluna.”Dirga mulai gelisah, ia tidak mengira Inggit berani membalas ucapannya.“Mana mungkin om bisa diam, Nggit. Aluna sangat agresif menggoda,” sanggah Dirga, ia tidak mau serta merta disalahkan. “Om laki-laki normal,” imbuh Dirga.“Itu dia, Inggit
“Mohon perhatiannya, acara akan dimulai. Sebelumnya, mari kita sambut donatur untuk acara hari ini.” Suara pembawa acara menggema memenuhi ruangan. Seketika Inggit menatap podium, ia sangat penasaran Siapakah gerangan yang rela mengeluarkan banyak uang untuk acara reuni ini.“Tepuk tangan yang meriah untuk... Aluna Seza Arlington, alumni IPS 5.”Seketika tubuh Inggit membeku, Aluna? Aluna yang sudah merayu Dirga?Mata Inggit tak lepas dari podium, ia ingin memastikan apakah itu Aluna yang ia kenal atau bukan.Detak jantungnya tak karuan saat melihat sosok Aluna yang ia kenal naik ke atas podium dan memberi sambutan.Kaki Inggit gemetaran, seolah kakinya tak lagi berpijak, tubuhnya oleng. Untung saja Leon sigap menyangga tubuhnya.“Ada apa, Nggit?” tanya Leon panik. Ia membimbing Inggit untuk duduk di kursi yang berada di belakang.“Dia... Aluna?” tanya Inggit terbata, bukan bertanya, ia memastikan apa yang dilihatnya benar-benar Aluna, perempuan yang sudah menggoda Dirga.“Iya, ada ap
“Ternyata di luar sana kau b*nal, Nggit!” hardik Dirga.“Ma-maksud om apa?” tanya Inggit terbata-bata.Beberapa menit yang lalu, Inggit sudah bersiap tidur, walaupun masih pukul 8 malam. Inggit kelelahan menangis semenjak pulang dari reuni s*alan tadi. Menyesal rasanya datang ke acara reuni yang membuatnya kini memiliki citra yang buruk.Banyak pesan yang masuk ke ponsel miliknya, tentu saja isinya menghujat dirinya dengan sebutan sugar baby, bahkan pelacur.Mental Inggit lemah, tidak sanggup menghadapi cemoohan dan hinaan yang ditujukan pada dirinya. Inggit merasa kerdil saat ini, impiannya menjadi wanita kaya tanpa harus bekerja keras harus berakhir hati ini. Dengan cara memalukan.Inggit semakin terkejut saat tiba-tiba saja Dirga datang dan mengatainya b*nal. Tahu dari siapa tentang semua itu?“Pura-pura tidak tahu kamu?” teriak Dirga, ia berjalan mendekati Inggit, lalu dengan cepat ia menarik rambut Inggit yang tergerai panjang.“Auh, sakit, Om,” rintih Inggit kesakitan. Ia memega
“S*alan!” teriak Dirga kesal, pagi ini ia baru saja pulang dari apartemen Aluna. Ia terkejut mendapati pjntu pagar telah terbuka, begitu juga dengan pintu rumah. Ditambah pintu gudang sudah rusak parah, Inggit tidak ada di dalam. Membuat daftar kekesalannya bertambah.“Siapa yang membantu gadis itu keluar?” Dirga terdiam, mencoba memikirkan kemungkinan yang terjadi.“Leon... “ Nama anaknya pelan ia sebut, Dirga ingat jika anaknya itu sama seperti dirinya, mencintai Inggit.Dirga yakin sekali jika Leon lah yang menyelamatkan Inggit.“Anak kurang aj*r! Beraninya dia melawan aku,” geram Dirga. Ia marah, anak semata wayang yang dulu selalu bisa ia kendalikan, kini mulai membangkang.Dirga belum sanggup kehilangan Inggit, gadis itu harus kembali padanya apa pun yang terjadi.Dirga berpikir, sepertinya ia harus mulai bersikap keras pada Inggit, pun dengan Leon. Jika gertakannya beberapa waktu yang lalu tidak mempan, ia harus berbuat kasar.Seperti inilah sifat Dirga yang asli, keras, tegas,