"Malam ini, aku akan menunjukkan kehebatanku kepadamu. Kamu nilai saja, lebih hebat aku atau Denzel. Dia gagal buat kamu hamil, tapi aku bisa.""Ja ... jangan ...." Natalie memalingkan wajah untuk menghindar. Meskipun sekujur tubuhnya gemetar, dia tetap berusaha melawan.Namun, Hardi menahan kedua kaki dan tangannya. Perlawanannya ini sungguh sia-sia.Hardi menekan dagu Natalie, memaksanya untuk menatapnya. Kemudian, dia menunduk untuk mendaratkan ciuman.Mata Natalie pun membelalak. Di tengah kepanikan, dia menggigit tangan Hardi. Tenaganya sangat kuat hingga bau amis darah seketika menyebar."Kamu cari mati ya?" Hardi yang kesakitan pun turun dari ranjang, lalu mengambil kain untuk membalut lukanya. Kemudian, dia berbalik kembali dan mendekati ranjang.Natalie yang panik segera berguling turun dari ranjang. Kepalanya tidak sengaja membentur nakas, membuat vas bunga jatuh dan pecah berkeping-keping.Tanpa berpikir panjang, Natalie langsung mengambil salah satu pecahan vas. Dia menekan
Setelah Natalie dibawa ke dalam mobil, matanya ditutup dengan kain hitam. Dia tak bisa melihat apa pun, hanya mencium bau asin. Samar-samar, dia bisa menebak bahwa mereka berada di dekat laut. Mungkin di sebuah dermaga, karena dia merasakan dirinya naik ke sebuah kapal.Tak tahu berapa lama terombang-ambing, akhirnya kakinya menginjak tanah. Dia digiring oleh Hardi sambil terus dipegang tangannya. Dia berjalan cukup lama hingga akhirnya berhenti."Nat, kita sudah sampai." Suara lembut Hardi menyertai saat kain penutup matanya dilepas. Cahaya menyinari wajahnya, Natalie refleks mengangkat tangan untuk menghalaunya. Butuh waktu lama sebelum dia bisa beradaptasi.Perlahan, dia membuka mata dan akhirnya melihat apa yang disebut Pulau Roli. Sebuah mansion putih yang megah, sekilas saja sudah terlihat betapa mahal biayanya.Dari dalam keluar dua orang, mendorong sebuah troli yang tertutup kain putih. Namun, kain itu tak tertutup sempurna. Helaian rambut hitam terjulur keluar. Troli bergunca
Tatapan Denzel sedikit berubah. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, bibir tipisnya bergerak pelan. "Bisa minta waktu sebentar untuk bicara?""Tentu saja bisa."Mereka berjalan ke taman belakang, jauh dari aula pesta. Tempat itu sunyi, tak ada seorang pun.Louis semula hendak mengikuti, tetapi Miller menoleh sekilas padanya dan tersenyum tipis. "Apa yang ingin kubicarakan dengan Pak Denzel, nggak pantas didengar orang lain."Tatapan dari Denzel membuat Louis tetap harus mundur hingga ke pintu taman, meskipun enggan. Sementara itu, matanya tak berani lepas, terus mengawasi dua orang di dalam taman yang berdiri berhadapan.Miller tidak berniat bertele-tele, langsung ke intinya. "Kudengar pacarmu diculik William, benar begitu?""Langsung ke intinya." Mata hitam Denzel dingin menusuk.Miller tersenyum tipis. "Aku bisa memberi tahu lokasi Pulau Roli.""Dengan syarat apa?" Denzel tentu tahu, tidak ada yang benar-benar gratis di dunia ini."Tanpa syarat."Denzel menatapnya, tatapannya terkejut untu
Ketika Denzel kembali ke rumah gubernur, yang tersisa hanya kamar kosong. Natalie sudah tak terlihat. Selimut di atas ranjang sebagian terjatuh ke lantai, ada bekas jelas yang menunjukkan sempat terjadi perlawanan.Denzel menggertakkan gigi, wajahnya tegang. Jemarinya mengepal kuat hingga urat di punggung tangannya menonjol. Sungguh serangan pengalihan yang licik!"Aku juga nggak nyangka William punya kemampuan menyusup ke sini, hais ...." Gubernur yang berdiri di samping, menghela napas berat, tampak penuh penyesalan.Soal penyesalan itu sungguhan atau hanya berpura-pura, sudah tidak penting lagi. Natalie sudah diculik, memperdebatkannya pun tiada guna.Louis yang ditugaskan memeriksa rekaman CCTV kembali dengan tergesa-gesa, segera melapor, "Mereka membawa Bu Natalie ke arah utara, tapi sudah hampir dua jam lalu. Kalau dikejar sekarang, kemungkinan besar sudah terlambat!"Denzel menarik napas dalam-dalam, suaranya rendah dan dingin. "Besok pagi kita langsung kembali ke negara kita, n
Suasana di tempat kejadian kacau balau.Setengah jam kemudian, pihak lawan tiba-tiba berhenti menyerang dan mundur tanpa peringatan.Pemimpin mereka adalah seorang pria bertubuh paling tinggi. Pria itu menoleh, menatap Denzel dengan mata biru tua penuh makna sambil tersenyum sinis.Denzel melihat mata yang tersenyum itu, merasakan ada yang aneh. Ekspresinya sontak berubah serius. Dia memerintahkan dengan nada suram, "Kembali ke rumah gubernur!"Sayangnya, sudah terlambat.Di rumah gubernur, Natalie awalnya ingin menunggu Denzel pulang, tetapi rasa kantuk menyerang. Dia berbaring di tempat tidur dan tertidur.Dalam kondisi setengah sadar, dia merasa ada sesuatu yang dingin menyentuh wajah dan lehernya.Natalie mengira itu Denzel, jadi refleks menggenggam tangan itu sambil bergumam, "Denzel ...."Tiba-tiba, terdengar tawa rendah di telinganya. "Buka matamu dan lihat siapa aku sebenarnya."Suara itu .... Natalie membuka mata lebar-lebar dan bertatapan dengan mata biru es yang penuh kesini
Hardi memberi Natalie waktu tiga hari untuk mempertimbangkan, lalu pergi begitu saja. Selama tiga hari itu, Hardi masih punya urusan lain, misalnya mencari Robert.Jika hanya Karina yang terlibat, Natalie mungkin tak mau mengorbankan dirinya sendiri. Namun, jika Robert yang menjadi taruhannya, dia pasti akan memilih mengorbankan dirinya demi keselamatan Robert.Ruang tamu menjadi sepi. Gubernur tidak bisa berlama-lama, jadi dia mencari alasan untuk pergi, meninggalkan Natalie dan Denzel sendiri.Natalie tak punya waktu untuk menyesali kepercayaan yang salah, yang terpenting sekarang adalah memikirkan cara menyelamatkan Karina.Dia menggenggam lengan Denzel dengan erat, bertanya dengan cemas, "Pak Denzel, apa kamu punya cara?"Denzel menatap Natalie dengan mata hitamnya yang tenang. Bibirnya bergerak pelan, "Ada, tapi kemungkinan akan memakan waktu lama.""Apa itu?" tanya Natalie segera.Denzel mengambil ponsel dari saku celana, memutar rekaman semua percakapan yang terjadi setelah mere