Share

BAB 6

last update Last Updated: 2021-09-18 14:21:39

Clara menyingkirkan lengan kokoh itu dari atas tubuhnya. Tampak wajah itu begitu pulas tertidur. Agaknya pelayanan Clara semalam sangat memuaskan dirinya. Terbukti laki-laki itu sekarang tidur begitu pulas macam bayi baru lahir.

Clara berusaha bangkit, pangkal pahanya terasa begitu pedih. Bagaimana tidak? Arga tidak hanya minta satu kali, entah berapa kali semalam ia harus menjadi budak pemuas laki-laki itu, Clara sampai tidak mau menghitungnya.

“Ga, kamu nggak pulang?” sekali lagi sebuah bahasa pengusiran, kalau Arga mau sedikit saja sadar diri, namun Arga terkesan masa bodoh dan tidak peduli.

Tubuh itu tidak bereaksi, membuat Clara lantas mengguncang lengan kokoh itu agar mau bangun dan segera pulang. Sebodoh amat apartemen ini dia yang membelikan, toh Clara tidak meminta Arga membelikan dia apartemen, bukan?

“Ga ... ini sudah pagi, kamu tidak pulang?” kembali hal itu yang Clara tanyakan. Kali ini lebih keras dan dengan guncangan sedikit kuat, membuat akhirnya tubuh itu bereaksi.

“Jam berapa sih, Sayang? Ribut amat!” tampak Arga menguap, ia belum membuka matanya, namun Clara tahu dia sudah kembali terjaga.

“Jam lima,” Clara menyingkap selimut, menampilkan tubuh polos mereka berdua. “Kamu harus segera pulang dan bersiap kerja.”

Arga sontak bangkit, duduk dan menguap sejenak. Mencoba mengembalikan separuh nyawa dan bersiap untuk memulai semua aktivitas hariannya. Arga menguap sekali lagi, ketika kemudian dari sudut matanya ia menangkap blister obat itu di atas nakas Clara. 

"Kau masih meminum itu?" tanya Arga dengan sorot mata tajam. 

Clara mengikat rambut panjangnya tinggi-tinggi, memamerkan bukit kembarnya yang langsung membuat diri Arga merespon seketika, namun sayang sekali blister obat yang tertangkap oleh mata Arga membuat dia mengabaikan hasrat itu. 

"Tentu, aku tidak ingin mengambil resiko." jawab Clara santai, sengaja memancing emosi Arga karena dia tahu, Arga tidak suka melihat Clara melakukan itu. 

Arga mendengus kesal, mengusap kasar wajahnya lantas menatap Clara dengan tatapan kesal. "Apakah mengandung anakku adalah sebuah resiko untukmu?" tanya Arga gusar. 

"Ya, selama kita belum menikah dan hubungan kita masih seperti ini, itu akan menjadi resiko."

Arga tidak berkata-kata lagi, dia bangkit dan melangkah menuju kamar mandi. Wajahnya tampak sangat kesal. Sudah tiga tahun mereka berhubungan dan Clara selalu menenggak pil-pil itu, meskipun Arga sudah memohon agar Clara mau berhenti meminumnya dan mau hamil buah cinta mereka, namun Clara bersikeras menolak 

Arga mencuci wajahnya, menatap bayangan dirinya di cermin. Wajah itu tampan lebih segar, tentu saja, kenikmatan dunia yang Clara suguhkan untuk Arga semalam sungguh memabukkan. Seandainya dia tidak harus dinas ke rumah sakit, Arga rasanya ingin kembali mengulang aktivitas itu. Menjelajahi gelombang dan riak nikmat itu bersama Clara. 

Mata Arga sontak menatap cincin yang melingkar di jari manisnya, cincin pernikahannya dengan Indira. Seandainya Clara yang diajak bertukar cincin, tentu hidup Arga akan sangat bahagia sekali. Namun sayang, bukan Clara yang dia nikahi. 

"Sampai kapan kamu mau bertahan, In?" Arga benar-benar tidak mengerti. 

Dia sudah berusaha sekuat tenaga membuat ulah agar Indira jenuh dan memutuskan untuk mengajukan gugatan cerai, tapi wanita itu masih kekeuh bertahan! Dia masih berdiri tegak di dalam biduk rumah tangga yang sebenarnya tidak berpondasi sama sekali. 

Bisa saja Arga yang mengajukan gugatan itu, tapi itu akan berakibat fatal! Papanya akan melakukan segala cara untuk menggagalkan keinginan Arga, dan jangan lupa, hukuman apa yang entah akan Arga dapatkan. 

Indira menantu idaman sang papa! Kekayaan keluarga Indira membuat papanya begitu bersikeras bahwa hanya Indira lah yang pantas menyandang gelar sebagain menantunya, isteri dari Arga Yoga Saputra. 

"Ga, mau aku buatkan sarapan? Atau mau sarapan di rumah?" Clara mengetuk pintu kamar mandi, membuat Arga tersadar dari lamunannya. 

Sarapan? 

Sebenarnya Arga mau dan sangat ingin sarapan di sini, hanya saja dia sudah terlanjur kesal pada Clara, pada kondisi mereka saat ini, pada nasibnya!

"Aku sarapan di rumah saja!" balas Arga lantas menyalakan shower dan mulai membasuh tubuhnya. 

Jujur Arga sudah sangat ingin punya anak, dan ia ingin hanya dari rahim Clara dia mendapatkan keturunan. Tapi Clara bersikeras tidak akan mau hamil sebelum Arga menikahi dia secara resmi. 

"Ra, apakah hamil anakku sebuah hal yang begitu memberatkan untukmu?"

***

Indira tengah memoles cushion di wajahnya ketika Arga sang suami masuk ke dalam kamar mereka. Rambutnya masih tampak basah, membuat Indira menghela nafas panjang. 

"Wangi sekali shampo rumah sakit, aku suka baunya." ujar Indira sengaja memancing reaksi Arga. 

"Sayangnya ini bukan shampo rumah sakit!" balas Arga singkat sambil membuka lemari dan menarik satu stell scrub untuk dia pakai. 

Indira menoleh, menatap sang suami dengan tatapan pedih. Indira tahu dia berselingkuh! Sangat tahu! Sang suami selalu terang-terangan mengatakan dan menunjukkan penyelewengan yang dia lakukan, meskipun sampai sekarang Indira tidak tahu wanita mana yang menjadi simpanan sang suami. 

"Tidur di mana semalam?" Indira tidak perlu menanyakan hal itu sebenarnya, karena ujungnya hanya akan melukai perasan dan hatinya, tapi entah mengapa ia ingin sekali menanyakan hal itu. 

"Tidak perlu aku jawab kamu pasti sudah tahu." jawabnya santai sambil memakai atasan scrub-nya.

"Kamu lebih memilih berzina dan menumpuk dosa daripada menggauli isterimu yang sudah jelas halal dan sah kau setubuhi, Mas?" sungguh Indira sudah tidak sanggup lagi, dia sudah tidak tahan dengan perilaku sang suami. 

Arga menoleh, menatap sang isteri dengan tatapan mengejek. Senyum sinis tergambar di wajah itu, membuat dada Indira makin sesak luar biasa. Mata Indira sontak memanas, berkaca-kaca dan siap meledakkan tangis. 

"Sudahlah, perjanjian awal kita adalah jangan pernah urusi urusanku, dan jangan lupa bahwa aku tidak pernah mengurusi urusanmu!"

"Tapi aku in-."

"Apa?" potong Arga cepat. "Tidak Terima? Ajukan saja ke pengadilan, biar aku tanda tangan!"

Arga tidak berkata-kata lagi, ia segera melangkah keluar dari kamar. Meninggalkan Indira yang terpekur di meja riasnya. Tangis Indira sontak pecah, tidak peduli dengan cushion-nya yang mungkin luntur atau berantakan terkena air mata, dia tidak peduli. Ia sudah benar-benar tidak sanggup. Hatinya teramat sakit. 

Tapi mengabulkan keinginan Arga... Tidak! Indira tidak mau secepat itu menyudahi semua ini. Dengan gugatan yang dia ajukan ke pengadilan agama atas suaminya, itu sama saja mengantarkan Arga dalam dekapan wanita itu seutuhnya! Dan Indira tidak mau itu terjadi. 

"Kau pikir aku mau semudah itu menyerahkan kamu kepada selingkuhanmu, Mas? Tidak akan pernah!" tangan Indira mengepal, tidak peduli dia harus bersakit-sakit seperti ini, yang jelas dia tidak rela kalau mereka kemudian bersatu. 

Indira menarik tisu, menyeka air matanya dengan hati-hati. Dia tidak boleh terlihat sedih, dia harus tetap tegar dan membuktikan pada Arga bahwa suaminya itu sudah salah memperlakukan dia seperti ini. 

"Aku tidak akan pernah membiarkan kalian bersatu, Mas! Kalian tidak akan pernah bersatu sampai kapanpun, ingat baik-baik ucapanku!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Putri
suami Brengsek
goodnovel comment avatar
yenyen
laki laki brengsek
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Jerat Ambisi Cinta sang Dokter   EXTRA PART 7

    Siang ini cuaca begitu terik. Langit bernuansa biru menyegarkan mata. Bersih tanpa ada satupun awan yang menggantung.Lelaki paruh baya itu nampak tengah menggendong bayi laki-laki di dalam sebuah ruangan inap VVIP di rumah sakit miliknya sendiri. Senyum lelaki itu sejak tadi terus mengembang dengan mata memerah. Wajahnya nampak begitu bahagia dengan bayi laki-laki dengan berat badan lahir 3700 gram dan panjang 53 cm itu. Satria Dwipangga Putra. Sebuah nama yang kedua orang tua bayi tampan itu berikan. Nama yang terdengar begitu gagah dan jantan sekali. "Papa udah satu jam-an gendong Angga, nggak capek, Pa?"Dicky menoleh, nampak Jimmy berdiri di sampingnya. Dia sendiri malah tidak sadar sudah selama itu menggendong cucu tampannya ini. Dicky tersenyum, menyerahkan bayi merah itu pada sang ayah. "Berikan ke Indira, sudah jamnya dia menyusu, Jim."Jimmy menerima Angga dengan hati-hati, tersenyum lalu membawa Angga mendekati sang mama yang menanti di atas ranjang. Dicky hanya menata

  • Jerat Ambisi Cinta sang Dokter   EXTRA PART 6

    Dicky melangkah dengan tergesa dan sedikit panik begitu ia selesai menerima panggilan telepon itu. Keringat dingin mengucur membasahi dahi dan wajahnya. Dia panik, sangat panik! Tidak dia hiraukan siapa-siapa saja yang berpapasan dengannya, fokusnya hanya melangkah menuju VK, tempat di mana Indira, anak bungsu kesayangan Dicky dibawa setelah didera kontraksi. Dicky langsung masuk ke dalam, tertegun melihat pemandangan itu ada di depan matanya. Hati Dicky bergetar hebat. Matanya memanas. Dadanya mendadak sesak. Pemandangan itu seperti menampar dirinya dengan begitu keras, menyadarkan dia bahwa apa yang Indira katakan perihal Jimmy itu ada benarnya. Dicky tersenyum, menyeka air matanya perlahan-lahan. Agaknya memang dia harus menurunkan Arga dari tahta hatinya. Memberi kesempatan Jimmy yang statusnya sekarang sudah menjadi menantunya untuk menunjukkan kepada Dicky bahwa dia juga layak. Sama halnya dengan Arga untuk menjadi bagian dari keluarganya, menyandang gelar menantu keluarga Pr

  • Jerat Ambisi Cinta sang Dokter   EXTRA PART 5

    Clara tiba-tiba terjaga, matanya yang masih separuh terbuka itu kontan melirik jam dinding. Ia segera bangkit, turun dari ranjang kemudian meraih sesuatu yang dia simpan di dalam laci nakas. Benda yang sudah dari dulu sekali dia beli dan persiapkan. Tanpa banyak bicara Clara segera masuk ke dalam kamar mandi, jantungnya berdegup kencang. Antara penasaran dan takut kecewa, Clara akhirnya memutuskan untuk segera memastikan apa yang akhir-akhir itu menganggu pikirannya. Dengan hati-hati dia menampung urin miliknya. Urin yang pertama kali dia keluarkan di pagi hari dan inilah yang akan dia pakai nantinya. Tangan Clara sedikit bergetar ketika mencelupkan benda itu ke dalam urin yang sudah dia tampung. Tidak perlu terlalu lama, Clara segera mengangkat benda itu sesuai dengan petunjuk pemakaian. Jantungnya berdegup kencang menantikan ada atau tidaknya pertambahan garis merah di sana. Sedetik. Dua detik. Tiga detik. Clara masih setia menunggu dengan perasaan tidak karu-karuan. Dan di d

  • Jerat Ambisi Cinta sang Dokter   EXTRA PART 4

    "Key!" Arga tidak tahan lagi, dipeluknya tubuh itu dengan begitu erat. Aroma rambut yang masih basah menguatkan aroma floral yang khas, membuat hasrat Arga yang sudah cukup lama fisik tahan dan pendam, menyalah dan membara seketika. "Ya, Mas?" Balas suara itu lirih, nampak suara itu terdengar malu-malu. "Capek?" Arga menyandarkan kepalanya di bahu, menatap bayangan mereka di cermin besar yang menempel di salah satu sudut kamar mereka. "Lumayan, Mas."Arga tidak peduli kalau Kezia nampak sedikit risih dengan aksinya ini. Toh setelah ini Arga akan melakukan sesuatu yang mungkin akan membuat gadis belia ini tidak hanya risih, tetapi juga akan .... Arga membalikkan tubuh itu, mata mereka beradu, membuat Arga rasanya ingin melumat Kezia dalam sekali hap. Wajah itu memerah, dan bibir itu ... Arga sudah tidak sabar lagi, dia segera meraih bibir merona yang sudah sangat lama menggoda Arga dengan begitu luar biasa. Bibir itu ... Arga bisa rasakan bibir itu begitu manis. Gairah yang sudah

  • Jerat Ambisi Cinta sang Dokter   EXTRA PART 3

    Kezia menatap bayangan dirinya di cermin. Itu benar dia? Yang dibalut dengan makeup dan busana pengantin itu benar dirinya? Dan yang lebih penting, benar dia sudah siap hendak menikah di usia yang semuda ini? Dengan perlahan-lahan Kezia menghela napas panjang, menghirup udara lalu kembali menghela napas perlahan dan itu dia ulangi sampai berulang kali. Lelaki yang hendak dia nikahi bukan lelaki biasa. Selain dia seorang dokter yang sudah spesialis dan jarak umur yang lumayan banyak, Arga punya masalalu yang bisa dikatakan tidak 'bersih'. Kezia menghela napas panjang, bahkan pengakuan demi pengakuan Arga tempo lalu masih terngiang dan terbayang-bayang dalam benaknya. 'Aku bukan laki-laki baik, Key. Selain mantan istriku yang berselingkuh, aku juga berselingkuh.''Aku pernah memperkosa mantab pacarku dan itu kulakukan saat aku sudah resmi menikah. Menjeratnya dalam hubungan gelap selama bertahun-tahun. Dia aku jadikan selingkuhan selama itu.''Aku kembali memperkosa dan menyiksanya,

  • Jerat Ambisi Cinta sang Dokter   EXTRA PART 2

    Callista turun dari mobil, jujur semenjak kematian sang mama, entah mengapa hidupnya jauh lebih bebas. Dia tidak harus terkurung lagi di apartemen, keluar dengan masker dan kaca mata hitam macam buronan yang takut ketahuan. Kini jujur hidupnya jauh lebih baik, lebih tenang dan damai terlebih setelah ia resmi dinikahi Rudi. Mimpi apa Callista bisa dinikahi lelaki semanis Rudi? Ya walaupun awalnya dia begitu kaku dan sama sekali tidak romantis, namun lama kelamaan Rudi luluh juga di tangannya! Lelaki itu bahkan sangat manis sekarang. Membuat Callista rasanya sampai tidak bisa menghitung lagi berapa kali dia jatuh cinta pada Rudi sampai detik ini. Callista melangkah masuk ke Hypermart. Ada beberapa bahan makanan dan barang-barang lain yang hendak dia beli. Kini dia sudah bisa sedikit demi sedikit memasak. Suaminya yang dengan sabar mengajari dia mengolah bahan makanan di dapur. Meskipun Rudi sendiri sebenarnya tidak memaksa Callista harus bisa memasak, tapi Callista sendiri yang memaks

  • Jerat Ambisi Cinta sang Dokter   EXTRA PART 1

    Dicky menatap nanar undangan yang tadi Arga dan gadis belia itu hantarkan ke mejanya. Ada semacam perasaan tidak rela di hati Dicky melepas Arga menikah dengan wanita lain. Bagaimanapun, sebelum Indira jatuh cinta pada Arga, Dicky sudah lebih dulu jatuh cinta. Jatuh cinta dalam artian lain, bukan cinta seperti pada lawan jenis. Dia sudah lebih dulu membidik Arga henda dia jadikan mantu, ketika kemudian secara kebetulan anak gadisnya sendiri yang meminta agar dijodohkan dengan residen jantung tahun ke tiga itu. Sebuah kebetulan, bukan? Dengan penuh semangat, dulu Dicky langsung melobi ke orang tua Arga. Tidak peduli dia ada di pihak perempuan, lelaki seperti Arga ini tidak bisa dia lepaskan begitu saja. Arga benar-benar sosok lelaki sempurna di mata Dicky, sosok menantu idaman semua bapak mertua. Satu kesalahan fatal Dicky saat itu adalah tutup mata dengan kondisi Arga yang sebenarnya. Dia tidak mencoba mencari tahu apakah lelaki muda, calon dokter spesialis seganteng Arga ini masih

  • Jerat Ambisi Cinta sang Dokter   ENDING

    Morgan meraih dan mencengkeram kuat tangan sang istri. Mereka duduk di barisan bangku paling depan, menyaksikan acara sakral itu di mulai. Clara menoleh dan tersenyum, bisa Morgan lihat istrinya begitu cantik dengan dress warna tosca yang memamerkan bahunya yang putih bersih. "Inget momen kita dulu, nggak?" Bisikan Morgan tanpa melepaskan genggaman tangan mereka. "Aku rasa, sampai nanti rambutku memutih semua pun aku tidak akan pernah melupakannya, Sayang!" Balas Clara sama lirihnya. Morgan tersenyum, mengangkat tangan itu lalu mengecup punggung tangan sang istri dengan begitu lembut dan manis. Sementara Clara, ia tersenyum membiarkan sang suami mengecup tangannya. Siapa yang mengira bahwa kepahitan hidup yang dulu Clara alami akan berubah semanis ini? Dari harus rela membiarkan Arga menikahi wanita lain, jatuh dalam jerat ambisi Arga yang masih begitu ingin memilikinya sampai melakukan segala cara, hingga kemudian, Tuhan mempertemukan Clara dengan Morgan dalam kecelakaan yang men

  • Jerat Ambisi Cinta sang Dokter   BAB 192

    Rudi membeliak ketika akhirnya miliknya bisa terbenam sempurna di dalam inti tubuh Callista. Segala macam prinsip yang selama ini dia pegang teguh luruh sudah. Terlebih betapa hangat dan nikmat sensasi yang Callista suguhkan makin membuat Rudi lupa diri. Rudi menundukkan wajah, menyeka air mata yang menitik di wajah itu. Dikecupnya bibir itu dengan lembut, lalu dengan begitu lirih dia berbisik. "Ini yang kamu minta, kan? Masih meragukan aku?"Mata itu terbuka, masih memerah dengan bayang-bayang air mata. Bukan hanya matanya yang memerah, wajah gadis yang begitu cantik dan menggemaskan di mata Rudi itu juga memerah. Kalau saja rasa nikmat itu tidak menguasai dan menghipnotis Rudi dengan begitu luar biasa, mungkin Rudi akan menyudahi aktivitas ini. "Mas, pelan!"Rudi tersenyum, ia masih belum bergerak sedikitpun, walaupun sebenarnya dia begitu ingin, tapi dia tahan barang sebentar. "Aku nggak bisa janji, Sayang." Rudi balas berbisik, menarik miliknya perlahan-lahan dari dalam sana la

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status