Share

Bab 3. Perjanjian Kontrak

Emma mengikuti Ethan ke kompleks gedung apartemen yang terdapat di Gianyar. Ethan telah mempersiapkan tempat tinggal untuk Emma, sebuah apartemen sederhana yang bersih dan nyaman. Ethan tidak akan memberikan hal yang berlebihan karena Emma belum menjadi miliknya. Suatu saat, jika Emma sudah menjadi miliknya, Ethan akan memberikan apa pun untuk Emma.

"Maaf kalau apartemennya seperti ini," ucap Ethan berpura-pura merasa tidak enak hati.

"Tidak apa, Tuan. Terima kasih sudah membantu saya," ucap Emma pada Ethan.

"Kalau ada apa-apa hubungi aku segera. Ini kartu namaku." Ethan memberikan kartu namanya pada Emma.

"Kalau boleh, aku minta nomor telepon Kak Raka aja. Aku kenal sama Kak Ardian," ujar Emma sambil berharap.

"Tidak, kamu langsung hubungi aku aja. Raka, kamu keluar." Ethan memerintahkan Raka untuk keluar apartemen Emma terlebih dahulu. Dia tidak ingin Emma lebih memilih Raka daripada dirinya.

"Baiklah, aku akan menghubungi kamu karena kamu yang telah membantu aku." Emma akhirnya menuruti permintaan Ethan.

"Kalau begitu aku permisi dulu. Istirahatlah." Ethan mengusap lembut kepala Emma. Ethan sebenarnya masih ingin berada di apartemen Emma, tetapi dia tidak ingin membuat Emma merasa tidak nyaman.

"Terima kasih sekali lagi, Tuan," ucap Emma sambil menunduk dalam.

"Namaku Ethan. Panggil saja aku Ethan atau ditambah Kak seperti Raka." Ethan memprotes panggilan Emma padanya. Dia merasa iri dengan Raka dan Ardian yang dipanggil Emma dengan sebutan "kak".

Emma mengangguk tanda mengerti dan mengantar kepergian Ethan di depan pintu apartemennya. Ethan pergi meninggalkan kompleks apartemen milik Emma menuju ke kantornya lagi. Ethan tersenyum tipis karena dia telah berhasil dengan langkah awalnya mendekati Emma. Raka hanya bisa menggelengkan kepalanya, melihat tingkah bosnya sekaligus sahabatnya.

"Apa kamu sesenang itu?" tanya Raka sambil melirik ke arah Ethan yang sedang tersenyum tipis. Ethan hanya menatap tajam pada Raka.

"Siapkan surat kontrak untuk Emma. Aku mau dia menjadi milikku seutuhnya," ujar Ethan sambil terus tersenyum.

"Mungkin dia tidak akan mau menandatangani itu." Raka menjawab dengan santai dan dipukul langsung oleh Ethan. Raka mengaduh sambil memegang bahu yang dipukul Ethan.

"Kerjakan saja, soal mau atau tidak, itu urusan aku." Ethan sudah memikirkan semuanya. Dia akan mulai mendekati Emma dengan caranya sendiri.

*****

"Em, bagaimana keadaan kamu? Apa kamu baik-baik aja? Papa kamu nggak mukulin kamu lagi, 'kan?" Sintia, sahabat Emma bertanya dengan khawatir. Sintia sudah mendengar cerita dari Emma pada malam Emma diusir dari rumahnya oleh sang ayah.

"Aku baik-baik aja, Sin. Papa hanya mengusirku, dia tidak memukulku. Lebih baik aku dipukul daripada aku diusir, Sin." Emma berbicara dengan nada sendu. Sintia memeluk Emma untuk memberinya kekuatan.

Emma sedang berada di kampusnya bersama Sintia. Emma menceritakan semuanya yang telah terjadi padanya semalam. Emma juga bercerita tentang Ethan yang telah berbaik hati memberinya tempat tinggal, padahal Emma tidak mengenalnya. Hanya karena ada Raka, kakak dari Ardian, Emma mau mempertimbangkan bantuan dari Ethan.

"Apa kamu tahu siapa Ethan?" tanya Sintia penasaran. Emma hanya mengangkat bahunya tidak paham.

"Aku tahu dia orang baik karena Kak Raka bekerja dengan dia." Emma menilai Ethan dari penglihatannya.

"Kak Raka itu kakaknya Kak Ardian, kan? Apa pria itu pernah lihat kamu di pesta Kak Ardian?" Sintia mulai menerka-nerka. "Jangan-jangan pria itu suka sama kamu, Em."

"Jangan asal bicara, Sintia. Aku nggak mau salah paham dengan kebaikannya padaku." Emma menepis dugaan Sintia. "Mungkin dia memang benar-benar orang baik."

"Coba kamu pikir, Em. Dia tahu dari mana saat kamu diusir dari rumah dan dia tiba-tiba aja datang menawarkan tempat tinggal buat kamu. Kalau bukan karena suka, apa lagi?" Sintia tetap pada pemikirannya.

"Udah lah, aku harus memikirkan kedepannya bagaimana. Aku nggak mungkin terus tinggal di tempat itu." Emma memikirkan nasibnya setelah hari ini.

Emma dan Sintia saling menguatkan satu sama lain. Emma terus memikirkan hidupnya dan alasan apa yang membuat ayahnya mengusir dirinya. Selama ini meskipun ayahnya marah, dia hanya akan memukuli Emma sampai pingsan atau hanya memakinya saja. Emma berpikir ayahnya sudah sangat keterlaluan padanya.

***

Di kantor Ethan, Raka sedang melaporkan pekerjaannya pada Ethan. Namun, pikiran Ethan melayang memikirkan Emma. Raka telah selesai dengan laporannya dan Ethan masih terdiam tak menanggapi. Pricillia, sang sekretaris, memanggil Ethan beberapa kali sampai tersadar. Ethan langsung menatap Raka dan menganggukkan kepalanya.

"Ini berkas yang harus ditandatangani, Bos." Pricillia meletakkan setumpuk berkas di meja. Ethan juga hanya menganggukkan kepalanya untuk menjawab laporan Pricillia.

Ethan melihat ponselnya, berharap Emma akan menghubunginya dan membutuhkan bantuannya. Namun, tidak ada satupun panggilan maupun pesan dari Emma. Ethan membanting ponselnya dan menatap tajam ke arah Raka yang masih berada di ruangannya. Raka bingung ditatap seperti itu oleh Ethan.

"Ada apa, Bos?" tanya Raka dengan hati-hati. Dia takut bosnya sedang dalam mode seram.

"Coba tanyakan Ardian, apakah Emma ada di kampus." Ethan tidak tahu cara lain untuk mengetahui keberadaan Emma selain menanyakannya pada Ardian.

Raka segera menghubungi adiknya untuk menanyakan keberadaan Emma. Ardian mengatakan jika dia belum bertemu dengan Emma hari ini. Saat Raka memberitahu jawaban Ardian, Ethan hanya terdiam sambil mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja.

"Apa surat kontraknya sudah selesai?" tanya Ethan sambil membereskan barang-barangnya.

"Sudah Bos, apa mau aku siapkan sekarang?" Raka bertanya sambil membuka tabletnya.

"Siapkan sekarang dan ikut aku." Ethan beranjak keluar ruangannya dan diikuti oleh Raka.

"Bos mau ke mana?" tanya Pricillia pada Raka yang tidak dipamiti oleh bosnya.

"Mau ketemu pujaan hati," ucap Raka sambil berjalan mengikuti Ethan. Pricillia merubah ekspresi wajahnya menjadi sedikit kesal.

***

Ethan telah menunggu Emma di apartemen sejak siang sampai malam, tetapi Emma belum juga kembali. Ethan merutuki dirinya sendiri karena tidak meminta nomor telepon Emma. Ethan mencoba mencari Emma di kafe tempatnya bekerja. Ethan melihat Emma sedang keluar dari kafe tempatnya bekerja.

Ethan ingin segera menjadikan Emma istrinya meskipun hanya di atas kontrak, jika melihat kehidupan Emma yang seperti itu. Ethan menghampiri Emma dan menarik tangannya menuju mobil. Emma masih belum sadar jika dirinya dibawa oleh Ethan ke dalam mobilnya.

"Kita mau ke mana, Kak?" tanya Emma memanggil Ethan dengan sebutan kakak.

"Aku mau kamu jadi milikku Emma. Aku akan membuat kamu keluar dari kerjaan kamu dan hanya fokus kuliah saja." Ethan langsung mengatakan tujuannya pada Emma.

"Maksud Kakak apa?" Emma masih belum mengerti apa yang diinginkan Ethan.

"Aku mau kamu menjadi milikku dengan menandatangani surat perjanjian. Kamu akan tinggal di rumahku di Denpasar. Kamu tidak perlu bekerja lagi dan hanya fokus dengan kuliah kamu. Aku akan membuat kamu nyaman dan selalu bahagia. Apa kamu mau, Emma?" Ethan menjelaskan apa yang diinginkannya.

"Tapi … aku tidak tahu, Kak." Emma ragu-ragu dengan jawabannya sendiri. Semuanya datang secara tiba-tiba setelah Emma diusir dari rumahnya sendiri. Emma masih belum percaya dengan apa yang terjadi padanya.

"Aku beri kamu waktu satu hari untuk berpikir, Emma. Aku harap kamu akan setuju dengan permintaanku." Ethan menatap intens ke arah Emma.

Dalam perjalanan pulang ke apartemen Emma, tidak ada satupun yang bersuara. Raka yang bertugas untuk menemani dan menjadi supir Ethan hanya diam memperhatikan. Raka baru melihat sikap Ethan yang begitu posesif terhadap perempuan. Hanya setelah bertemu dengan Emma, Ethan sedikit berubah.

*****

Emma masih bingung dengan permintaan Ethan padanya. Emma baru bertemu dengan Ethan dan beberapa hari dekat dengannya, tetapi Ethan sudah mengajukan sesuatu yang besar. Emma mencoba bercerita dengan Sintia, sahabatnya. Dia ingin mendapatkan saran maupun dukungan dari sahabatnya.

"Gimana menurut kamu, Sin? Apa aku harus menerima tawaran dari Ethan? Mungkin aku belum begitu mengenalnya, tapi aku merasa bisa mempercayainya." Emma menceritakan semuanya pada Sintia.

"Kalau mendengar dari cerita kamu, Em, kamu harus menerima tawaran itu. Menurut aku, itu sesuatu hal yang nggak setiap orang terima, Em. Kamu beruntung," ujar Sintia, mencoba memberikan pencerahan pada Emma.

"Ini sesuatu yang lain, Sintia. Menjadi kekasih kontrak atau pun istri kontrak, itu hal yang besar bagiku. Meskipun aku membutuhkan, tapi aku tidak ingin mengambil keputusan dengan gegabah." Emma menutup wajahnya untuk mengusir kegelisahan.

"Kamu memang harus memikirkannya, Em. Menurut aku, kamu harus menerima itu. Tapi semuanya kembali pada keputusan kamu." Sintia memeluk Emma dari samping untuk memberinya kekuatan.

Setelah meminta saran pada Sintia, Emma menghubungi Ethan melalui kartu nama yang diberikan Ethan padanya. Emma akan memantapkan keputusannya dengan meminta Ethan melakukan sesuatu untuknya. Emma ingin melihat kesungguhan Ethan pada dirinya.

"Apa yang harus aku lakukan?" tanya Ethan setelah bertemu dengan Emma di apartemen.

"Aku ingin bertemu ayahku. Apa kamu bisa membawaku ke sana? Bagaimanapun kita harus memberitahunya. Hanya dia yang aku miliki di dunia ini." Emma membuat satu permintaan pada Ethan.

"Kalau begitu, biar aku saja yang menemuinya untuk meminta izin dan tanda tangannya. Aku tidak mau melihatmu dipukul lagi olehnya."

Emma berpikir sejenak lalu menyetujui usulan Ethan. Setelah mendapat persetujuan dari Emma, Ethan segera meluncur ke rumah lama Emma. Ethan menemui Marshel untuk meminta tanda tangannya di dokumen kontrak milik Ethan dan Emma. Awalnya Marshel keberatan, tetapi Ethan mengancamnya dan akhirnya Marshel mau menandatangani dokumen itu.

Ethan kembali ke apartemen Emma dengan membawa dokumen pernikahan kontrak yang sudah ditandatangani oleh ayah Emma. Ethan memperlihatkan dokumen itu di hadapan Emma dan memintanya untuk menandatanganinya juga. Emma menarik napas dalam dan menutup matanya sejenak sebelum memutuskan.

"Terima kasih, Kak. Aku tahu jika kamu benar-benar menginginkan aku." Emma mengambil pena, lalu menandatangani surat perjanjian yang Ethan suguhkan. Ethan juga menandatangani bagiannya. Raka sebagai saksi adanya perjanjian kontrak di antara Emma dan Ethan.

"Mulai saat ini kamu jadi milik aku, Emma. Aku akan mengumumkan itu dengan membuat pesta untukmu." Ethan mengusap lembut pipi Emma.

"Makasih, Kak."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status