Share

Bab 5

Author: Vaa_Morn
last update Last Updated: 2025-11-12 17:46:31

Suasana meja makan akhirnya tenang. Setidaknya… secara visual untuk sementara.

Tidak ada yang bersuara ketika makan, termasuk Keyra yang fokus dengan makanannya. Meski mual karena tidak terbiasa sarapan pagi, dia tetap menghabiskan makanan yang disajikan di piringnya.

Kini, hanya terdengar suara sendok diletakkan pelan di piring.

Arya membersihkan tangannya dengan serbet, lalu menatap ke arah Keysha. Dia berusaha untuk tersenyum, tapi tetap saja tajam di waktu yang sama.

“Keysha,” kata Arya tenang, “kau tidak pergi sekolah hari ini?”

Keysha yang baru saja meneguk jus jeruk langsung terbatuk kecil. “Sekolah?”

Alestair melirik jam tangannya. “Sekarang pukul tujuh lewat sepuluh.” nada suaranya seperti guru killer yang sudah mencatat siapa saja yang datang terlambat. “Biasanya jam segitu, murid sepertimu sudah duduk di kelas.”

"Oh ya?"

Keysha menaikkan alisnya, nada suaranya terdengar polos. Mungkin terlalu polos untuk seseorang yang baru saja ketahuan tidak sekolah.

Damian, yang sejak tadi diam sambil mengaduk kopinya yang sudah dingin, akhirnya bersuara.

“Sekarang hari Senin,” kata Damian menambahkan. “Kau tidak sedang dalam masa libur, bukan? Atau jangan bilang… kau sudah putus sekolah dan memilih untuk bekerja demi menghidupi diri sendiri?”

Kalimat itu langsung membuat udara di ruang makan berubah. Arya menoleh pelan ke arah Keysha, ekspresinya seperti seseorang yang baru saja menyadari sesuatu yang sangat penting.

“Putus sekolah?” ulang Arya pelan, suaranya mengandung nada tak percaya.Tatapannya meredup, bahkan sedikit menyesal di sana. “Benarkah begitu? Kau tidak melanjutkan sekolahmu?”

Keysha melongo. Dia ingin mengatakan sesuatu, tapi tertahan ditenggorokannya. “Sebenarnya...”

“Keysha,” potong Arya cepat, “jika memang begitu… kau tidak perlu khawatir. Kalau kau ingin sekolah lagi, aku bisa mengatur semuanya. Kau tidak perlu malu dengan umurmu. Lagipula umurmu masih 18 tahun kan?”

Keysha langsung menatapnya, mata bulatnya berbinar bingung didetik itu juga. "Sebenarnya..."

“Bahkan jika kau tidak nyaman bersekolah di tempat umum, aku bisa mengatur pendidikan khusus di rumah. Kita bisa panggil guru pribadi untukmu.” potong Arya lagi.

Keysha menggaruk rambutnya yang tak gatal.

“Maksudnya...” Keysha sedikit linglung, “Home schooling? Tapi...”

Sebastian menyela, "Tidak usah tapi-tapi. Menurut orang-orang yang kemarin membawamu ke sini, kamu setiap hari berada di Universitas. Apakah di Horizon University, kamu bekerja sebagai tukang sapu untuk menambah biaya hidup juga?"

Keysha mendelik, matanya membulat seolah Sebastian baru saja menusuk hatinya dengan kalimat itu.

“Apakah orang yang tidak punya uang tidak boleh ke universitas ya?” jawab Keysha menekan dadanya seolah menahan sakit hati.

Sebastian menatap Keysha sebentar, sedikit tersentak. “Maksudku... Di sana, kebanyakan mahasiswa memang dari kalangan konglomerat atau penerima beasiswa dengan prestasi luar biasa.”

“Prestasi luar biasa?” Keysha menyipit, menahan napas. “Jadi aku ini beneran otomatis dikategorikan sebagai… tukang sapu atau apa?”

"Tidak sembarangan orang bisa mendapat akses masuk, jika bukan seorang pekerja atau mahasiswa dan tidak memiliki urusan di dalam universitas. Aku adalah alumninya satu tahun yang lalu."

"Sebentar-sebentar..." Keysha meski tidak baper, dia harus meluruskan harga dirinya, "Kamu benar-benar menganggapku sebagai tukang sapu di Universitas?"

Sebastian mengangkat bahu, wajahnya tetap datar tapi matanya menyiratkan sedikit rasa bersalah. “Aku hanya… menyingkap fakta. Katanya kau sering terlihat membawa sapu, membersihkan kampus. Dari sudut pandang orang luar, pasti orang akan berpikiran kau bekerja di sana kan?”

Keysha akhirnya mengangguk paham. Dipikiran mereka jelas menyimpulkan, kalau Keysha ini bukan mahasiswa. Apakah karena wajahnya masih terlihat seperti anak SMA?

“Baiklah… aku mengerti,” kata Keysha pasrah, “Mungkin dari sudut pandang kalian, aku terlihat seperti tukang sapu. Tapi ngomong-ngomong… Selama jadi mahasiswa di Horizon, apakah kamu nggak pernah dihukum? Nggak pernah membersihkan koridor kampus karena terlambat?”

Sebastian mengernyit, sedikit terganggu oleh nada bicara Keysha. “Untuk apa terlambat?” jawabnya singkat, nada suaranya kaku. “Hidup harus selalu tepat waktu. Semua hal harus sesuai jadwal.”

Keyshaberdehem. “Benar juga ya… kalian saja makan jam enam pagi, jadi wajar kalau menganggap keterlambatan itu… seperti dosa besar.”

Arya menatap Keysha dengan serius, nadanya menahan penasaran. “Tunggu sebentar… apakah benar kau menjadi tukang sapu di universitas bergengsi itu?”

Keysha melongo.

Apakah perkataannya masih belum jelas juga dia siapa? Keysha akhirnya menggebrak meja, dan membuat beberapa pelayan yang berlalu lalang menghela napas.

“Aku… mahasiswanya!” seru Keysha lantang. “Aku selalu terlambat beberapa menit, dan itu membuatku dihukum membersihkan koridor. Itu… bagian dari hukuman, bukan pekerjaan tetap!”

Alestair mendesis, "Kebiasaan, tidak sopan."

Keysha menatap Alestair sengit. Kedepannya, dia akan memusuhi Alestair. Laki-laki tua itu terlalu menyebalkan.

Sebastian mengernyit, matanya menatap Keysha serius. “Serius… kau mahasiswa? Padahal wajahmu terlihat seperti anak-anak.”

Keysha menatap balik, tak mau kalah. “Kenapa? Ada yang salah? Aku bahkan sudah menjadi mahasiswa satu tahun yang lalu.”

Sebastian mengangkat alisnya, tak percaya. “Satu tahun yang lalu? Aku tidak pernah melihatmu di kampus.”

Keysha tersenyum, tapi sedikit sinis. “Memang dari ribuan mahasiswa, kita harus bertemu gitu?”

Arya Dominic yang sejak tadi menatap dari sisi meja, langsung mengusap wajahnya kasar, setengah frustasi, setengah heran.

Kenapa ketiga anaknya yang keras seperti es batu itu, tiba-tiba semakin banyak bicara?

Arya akhirnya menatap Keysha serius, menahan campuran penasaran dan bingung. “Kalau begitu… Apakah kamu berkuliah di sana lewat jalur beasiswa?”

Mendadak Keysha menyandarkan tubuhnya di kursi, bersedekap dada, dan menyunggingkan senyum tengil. “Aku jenius.”

Alestair, yang tak mau ketinggalan berkomentar, mendengus. “Tidak mungkin kau jenius. Memang kau jadi mahasiswa jurusan apa?”

Keysha menatap tegas. “Kedokteran.”

Damian, yang dari tadi menyesap kopinya, tiba-tiba menyemburkan sedikit kopi ke udara. Ini tidak mencerminkan sosok Damian, tapi dia kaget dengan apa yang dikatakan Keysha.

“Serius? Kedokteran?” tanya Damian tiba-tiba.

Keysha menatapnya, sedikit terkejut tapi tetap santai. “Memang kenapa? Ada yang salah?”

"Tidak yakin," Damian menatapnya tajam, masih mengingat perbuatan Keysha yang terlambat. “Dengan kelakuanmu yang sering terlambat, itu tidak menggambarkan mahasiswa kedokteran.”

Keysha menghela napas panjang, jengah.

“Karena aku terlalu lelah. Setelah kuliah, aku bekerja sampai jam sepuluh malam." kata Keysha menjelaskan, "Itu pun aku tidak langsung tidur. Jam sebelas malam aku akan belajar sampai jam satu. Jadi, wajar kalau kadang terlambat sedikit.”

Damian mengernyit, tak puas. “Tapi kemarin… Kenapa jadwal bekerjamu pagi?”

Keysha mengangguk. “Iya, untuk akhir pekan. Jadwalku memang pagi dan seharian.”

Damian menatapnya lagi, ragu. “Aku tetap tak percaya… kau mahasiswa kedokteran di sana.”

Keysha melotot, matanya menegaskan kekesalan. Ternyata Damian tidak kalah menyebalkan dengan Alestair.

Sebastian akhirnya nimbrung, suaranya tenang tapi tegas. “Kau tau, Keysha… Dia seperti ini, karena dia ditolak tiga kali di Kedokteran sana meski dengan kecerdasan dan ketekunanya. Makanya dia sulit percaya begitu saja. Mimpinya menjadi Dokter terpendam begitu saja.”

Damian menghela napas panjang, mendadak setengah frustrasi. “Cukup memalukan… menerima fakta itu kembali.”

Damian langsung menatap Keysha dengan tatapan penasaran dan ingin memastikan kebenaran yang baru saja dia dengar.

“Kalau begitu…” Damian mencondongkan tubuh ke depan, matanya menyorot Keysha dengan tajam. “Mari kita tes sedikit. Ilmu kedokteranmu. Kita lihat seberapa dalam pemahamanmu.”

Keysha mengangkat alisnya, sedikit terkejut tapi segera menahan senyum. “Apakah aku sedang diuji?”

Damian tersenyum tipis, hampir mengejek. “Barangkali kamu hanya mengaku-ngaku.Kita mulai dari hal dasar—anatomi manusia. Bisa jelaskan dengan tepat posisi ginjal terhadap organ lain?”

Keysha menatap serius, itu terlalu mudah. Dari penampilan, sepertinya Damian adalah orang yang memiliki pengetahuan tinggi. Tapi kenapa laki-laki itu sampai tidak diterima?

Apalagi dengan statusnya yang bukan orang biasa.

“Ginjal terletak di bagian retroperitoneal, di belakang peritoneum, satu di kanan dan satu di kiri. Ginjal kanan biasanya sedikit lebih rendah karena adanya hati di sisi kanan tubuh." Keysha akhirnya menjelaskan, "Di bagian anterior, ginjal berdekatan dengan organ seperti hati, limpa, dan usus besar. Sedangkan di bagian posteriornya, berhubungan dengan otot punggung dan tulang belakang. Vaskularisasi utama berasal dari arteri renal, dan vena renal mengalir ke vena cava inferior.”

Semua orang di sana menahan napas, terkesima dengan ketepatan jawaban Keysha. Damian menatapnya lama, mengerutkan keningnya, tapi tak ada celah untuk menyela.

“Bagus… dan mengenai fisiologi, bagaimana mekanisme filtrasi glomerulus bekerja?” Damian melanjutkan, mencoba menekan Keysha lagi.

Keysha menarik napas sebentar, menatap Damian dengan tatapan penuh keyakinan.

“Glomerulus adalah struktur kapiler yang berada di dalam kapsula Bowman. Filtrasi terjadi ketika tekanan darah memaksa plasma darah melewati membran filtrasi glomerulus." lanjut Keysha menjelaskan, "Molekul besar seperti protein dan sel darah tidak dapat melewati, sedangkan air, glukosa, elektrolit, dan urea masuk ke filtrat. Tekanan filtrasi dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik kapiler, tekanan hidrostatik kapsula Bowman, dan tekanan osmotik plasma.”

Damian terkesiap sebentar, menatap Keysha dengan kombinasi takjub dan sedikit frustrasi karena ia tak menemukan kesalahan. “Hmm… tepat. Baiklah, lanjut ke farmakologi dasar. Bagaimana mekanisme kerja ACE inhibitor?”

Keysha tersenyum tipis, tak ragu menjawab. “ACE inhibitor bekerja dengan menghambat angiotensin converting enzyme, sehingga mengurangi pembentukan angiotensin II."

Keysha melanjutkan, "Akibatnya, vasokonstriksi menurun, tekanan darah turun, dan sekresi aldosteron berkurang, sehingga natrium dan air dikeluarkan lebih banyak melalui ginjal. Efeknya menurunkan tekanan darah dan mengurangi beban pada jantung.”

Damian menghela napas, kali ini terdengar lebih berat, seolah melepaskan beban. “Baik… baiklah. Kau memang mahasiswa kedokteran, dan bukan sembarangan mahasiswa. Aku akui itu.”

Keysha duduk kembali, menatap Damian dengan puas tapi tetap tenang. “Jadi… sekarang kalian percaya, kan? Kalau aku bukan tukang sapu universitas?”

Sebastian menyipit mata, tersenyum samar. Arya hanya bertepuk tangan tiga kali, cukup kagum dengan anak yang baru saja dia temukan. Dipikir-pikir, Keysha sangat cocok menjadi bagian dari keluarga Dominic. Gadis itu sepertinya akan menjadi anak kebanggaanya.

Sedangkan Alestair hanya diam, mengangguk. Di dalam hati dia berpikir, tidak ada salahnya dia mengawasi Keysha untuk kedepannya. Keysha ternyata tidak seburuk yang dia bayangkan!

“Kau benar-benar harus disiplin." Damian melanjutkan, "Aku akan menaruh semua mimpiku di dalam dirimu. Kedepannya, jangan terlambat lagi. Aku akan mengawasimu.”

"Aku juga." kata Sebastian tidak mau kalah.

Alestair diam-diam menatap kedua Adiknya. Sepertinya dia tidak akan mengawasi gadis itu sendirian!

*****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Jerat Mafia Tampan   Bab 7

    Keysha tak bergeming. Mobil yang katanya akan mengantar Keysha ke kampus itu terparkir tepat di depan pintu rumah—dan bukan sembarang mobil.Keysha sampai harus memijit mata sendiri, memastikan penglihatannya tidak memproduksi halusinasi akibat stres kemarin. Bodi hitam mengilap. Lampu depan tajam seperti tatapan Alestair. Grill depan mengkilat seperti sepatu Damian. Dan interiornya… dari kaca yang terbuka sedikit saja sudah terlihat jok kulit beige yang lebih empuk daripada masa depan Keysha sendiri.Keysha otomatis mengeluarkan decakan kagum.“Gila… berapa ratus juta atau berapa milyar untuk satu mobil ini…” gumam Keysha kecil.Sopir bersetelan rapi—yang sepertinya kalau berdiri sebelahan dengan Damian bisa disangka dua penjaga kerajaan—membukakan pintu penumpang belakang dengan hormat. “Silakan, Nona Keysha.”Keysha tertegun. Jelas perkataan hormat itu tidak ada di dalam kehidupan Keysha selama ini. "Ayo Nona... bukankah Nona tadi mengatakan akan ada jam kuliah sebentar lagi."K

  • Jerat Mafia Tampan   Bab 6

    Keysha tidak habis pikir…Bagaimana bisa mereka barusan menguliahinya soal kedisiplinan jam enam pagi—tapi sekarang, sudah pukul delapan lewat sepuluh, dan tidak satu pun dari ketiga manusia super sibuk itu tampak berniat pergi dari rumah.Terkecuali Arya yang telah pergi karena ada urusan mendesak. Keysha duduk bersila di atas sofa ruang tengah, seperti anak kecil yang sedang dihukum tapi tidak tau salah apa. Di kanan, Damian duduk tegak seperti satpam pribadi. Sedangkan di sisi kiri, Sebastian terlihat santai… tapi posisi duduknya cukup dekat untuk membuat ruang gerak Keysha terasa seperti skripsi bab 4 yang belum kelar—mepet dari segala arah.Alestair? Laki-laki itu berdiri sambil menyilangkan tangan, mengawasi seperti CCTV hidup.Suasana itu membuat Keysha akhirnya tak tahan.“Ehm… aku boleh tanya sesuatu?” ucap Keysha sambil menatap mereka satu per satu. “Kenapa… kalian belum bekerja? Bukannya tadi kalian bilang harus disiplin? Mulai jam enam pagi?”Damian melirik jam tangannya,

  • Jerat Mafia Tampan   Bab 5

    Suasana meja makan akhirnya tenang. Setidaknya… secara visual untuk sementara. Tidak ada yang bersuara ketika makan, termasuk Keyra yang fokus dengan makanannya. Meski mual karena tidak terbiasa sarapan pagi, dia tetap menghabiskan makanan yang disajikan di piringnya. Kini, hanya terdengar suara sendok diletakkan pelan di piring. Arya membersihkan tangannya dengan serbet, lalu menatap ke arah Keysha. Dia berusaha untuk tersenyum, tapi tetap saja tajam di waktu yang sama. “Keysha,” kata Arya tenang, “kau tidak pergi sekolah hari ini?” Keysha yang baru saja meneguk jus jeruk langsung terbatuk kecil. “Sekolah?” Alestair melirik jam tangannya. “Sekarang pukul tujuh lewat sepuluh.” nada suaranya seperti guru killer yang sudah mencatat siapa saja yang datang terlambat. “Biasanya jam segitu, murid sepertimu sudah duduk di kelas.” "Oh ya?" Keysha menaikkan alisnya, nada suaranya terdengar polos. Mungkin terlalu polos untuk seseorang yang baru saja ketahuan tidak sekolah. Damian, yang

  • Jerat Mafia Tampan   Bab 4

    Suasana pagi di rumah Dominic tidak pernah benar-benar terasa seperti pagi. Semuanya terlalu tenang, terlalu rapi, terlalu... teratur. Jam di dinding baru menunjukkan pukul 06.05, tapi meja makan sudah penuh hidangan. ada roti panggang, omelet, kopi hitam, sampai buah yang tersusun nyaris simetris di piring perak. Keysha berdiri di ambang pintu, mengucek mata berkali-kali, hingga akhirnya menguap lebar seperti tak ada dosa. "Terlalu lambat." komentar Alestair Dominic tiba-tiba. Keysha akhirnya membuka matanya lebar-lebar. Meski merasa tersinggung, tapi melihat wajah dingin dari seluruh orang yang sudah duduk di meja makan, membuatnya matanya terbuka lebar-lebar. Perlahan Keysha menemukan letak jam dan kemudian mendesis, "Emang ada... sarapan jam enam pagi?" Beberapa pelayan di sekitar meja menunduk cepat, seolah takut menertawakan komentar itu. Dan di ujung meja, Alestair Dominic sudah duduk tegak, kemeja hitamnya rapi tanpa satu lipatan pun. Tatapannya sudah tidak sedingin se

  • Jerat Mafia Tampan   Bab 3

    Dominic, itu marga bukan sembarang marga. Nama yang membuat banyak orang bergetar hanya dengan mendengarnya. Dari dunia bisnis, politik, sampai jaringan bawah tanah. Semuanya punya hutang budi, atau justru dendam pada keluarga itu. Arya Dominic memijit pelipisnya yang tiba-tiba pusing. Baru kali ini dia banyak menahan emosi. Antara kesal karena tingkah gadis itu, marah karena merasa dipermainkan oleh gadis itu, kemudian lega dengan hasil yang sejak awal dia duga itu. Tapi dari semua yang terjadi hari ini, dia bingung antara harus sedih atau terharu! "Ternyata benar… gadis itu darah dagingku." Kalimat itu terus berputar dikepala Arya Dominic, seperti gema yang sulit padam. Pintu besar pintu utama tiba-tiba berderit terbuka. Seorang pria muda masuk dengan langkah tegap dan aura yang menekan udara di sekitarnya. Dibalut kemeja hitam dan mantel panjang, wajahnya dingin tanpa ekspresi. Mata tajamnya menyorot seolah bisa menembus siapa pun yang berani menatap balik. Alestair Dominic

  • Jerat Mafia Tampan   Bab 2

    "Aneh... Aneh... Aneh... Perasaan selama ini hidupku datar-datar aja, nggak ada yang menarik. Kenapa sekarang tiba-tiba jadi genre thriller begini? Keysha Elena, gadis itu mendumel tidak jelas sejak tadi. Padahal dia sudah menjawab dengan jujur, bahkan dengan segenap pertimbangannya mengatakan tidak ingin lima puluh juta lagi disaat nyawanya terancam. Tapi kenapa sekarang Keysha di kurung di kamar megah ini? Alasannya apa? Apakah mereka kekurangan uang, sehingga berniat jahat kepadanya? "Nggak mungkin kekurangan uang. Kecuali kalau itu aku, jelas aku butuh uang segepok." kata Keysha yang kemudian berjongkok, "Tapi kan..." Keysha akhirnya meraung sekeras mungkin, suara lantangnya menggema di dalam kamar megah itu. “Bebasiiiin aku! Hei! Kalian salah orang, sumpah! Kalau mau duit, ginjalku murah kalau dijual di pasar gelap! Tapi Ambil aja satu, bonusnya aku kasih ketombe buat cendol di atasnya sekalian!” teriaknya sambil menendang pintu yang sama sekali nggak goyah. Ia jatuh terdud

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status