Hari demi hari, Ellea lalui dengan kesibukan barunya menjadi seorang mahasiswi. Dikehidupan yang baru dijalaninya sekarang, Ellea semakin sulit untuk membuka diri dan menjadi pribadi yang tertutup. Dia seolah menjelma menjadi sosok Ellea yang ambisius, dan hanya fokus sama tujuannya. Sehingga tidak banyak teman yang segan dan tak betah berlama-lama bergaul dengannya.
Ellea semakin tak tersentuh, dia hanya akan menjadi dirinya sendiri ketika sedang bersama Ale, itu pun dilakukannya ketika di apartemen, karena selain itu Ellea akan tetap pada sifatnya yang pendiam dan cuek sama keadaan sekitar.
Tidak terasa sudah satu semester berhasil dilalui Ellea, selama itu pula Ellea hanya bisa fokus sama pelajarannya saja. Tidak pernah sekalipun Ellea mau ketika ada seorang teman yang mengajaknya untuk sekedar hang out bareng saat jam kuliah mereka selesai lebih awal, ataupun ketika dosen sedang berhalangan hadir.
"Biar aku saja El, kamu tolong jaga di depan, barang kali nanti ada pengunjung yang datang."Dihari pertamanya bekerja, Ellea sudah di buat jengkel oleh semua karyawan. Sejak pertama kali Ellea menginjakkan kaki di sini, tidak ada satu pun pekerjaan yang boleh dilakukan olehnya. Bahkan hanya untuk mengantarkan pesanan saja Ellea tidak diberi kesempatan oleh mereka semua.Di sebuah restoran, Ale yang memilihkan tempat ini untuk Ellea bekerja, tanpa dia tahu bahwa sebenarnya tempat ini merupakan milik Ale sendiri.Tanpa sepengetahuan Ellea, Ale sudah mewanti-wanti kepada semua pegawainya untuk tidak memberikan Ellea pekerjaan yang berat. Ellea hanya boleh duduk di balik meja, selain itu tidak diijinkan olehnya menyambut pengunjung apalagi melayani para tamu yang datang.Tentu saja semua orang akan menuruti permintaan Ale, yang merupakan bos mereka, jika tidak ingin tempatnya menca
"Tolong, jangan bunuh anakku, jangan lakukan itu aku mohon"Mendengar ada pergerakan dari Ellea, juga lirihan yang begitu menyesakkan bagi siapa pun yang mendengarnya. Ale, menghentikan aktivitasnya dan melihat kondisi Ellea yang masih terbaring dengan mata terpejam namun mulutnya tak henti-hentinya mengucapkan kalimat itu berulang-ulang dengan badan yang bergetar juga keringat dingin membanjiri tubuhnya."El, buka matamu ini gue."Usaha Ale untuk lekas menyadarkan Ellea dari mimpi buruknya. Karena jika tidak entah apa yang akan terjadi dengan gadis malang ini, mengingat keadaan fisiknya yang seperti ini. Di goyangkannya badan Ellea dan di tepuk-tepuk kedua pipi Ellea dengan pelan, namun Ellea seakan sudah terperangkap dalam mimpinya sendiri."Jangan lakukan itu padaku, tolong aku minta maaf."Entah sudah keberapa kali Ellea mengulang-ulan
"Rileks ya Ellea, jangan takut saya tidak akan berbuat macam-macam sama kamu. Saya hanya ingin kenal lebih dekat sama kamu, boleh?" Mendapat jawaban 'iya' dari Ellea Gema lantas melakukan pekerjaan dangan maksimal. Dia sudah berhasil membuat Ellea nyaman bercerita dengannya, termasuk bercerita tentang kejadian tragis yang dialaminya dulu. Ellea sempat terhenti dan tidak melanjutkan sesi ceritanya pada bagian yang dia anggap paling menyakitkan. Oleh sebab itu Gema memutuskan untuk berhenti, dan tidak ingin memaksa Ellea untuk mengingat kejadian itu. Setidaknya Gema sudah tahu akan seperti apa penanganan selanjutnya untuk Ellea. Dalam pikirannya Gema merasa simpati juga kagum terhadap gadis ini, sebab dia masih sanggup bertaha sampai detik ini. Karena kebanyakan korban seperti Ellea akan memilih untuk mengakhiri hidupnya dari pada harus merasakan siksaan demi siksaan yang dialaminya. Tidak banyak para pasiennya yang memilih jalan itu, mung
"El, sudah siap? Ayo, keburu siang gue ada matkul pagi soalnya." "Hemm." "Udahan kali El, ngambeknya. Gue serasa tinggal di kutup utara tahu, tiap hari dikasih ekspresi dingin lo itu, lama-lama gue jadi ikutan beku." Ellea tidak menanggapi semua ocehan yang keluar dari mulut Ale dan berlalu begitu saja meninggalkan sosok laki-laki yang menatap nanar kepergiannya.Melihat itu mau tidak mau Ale pun dengan cepat mensejajarkan langkahnya agar bisa beriringan dengan gadis yang sudah hampir saru minggu ini melakukan aksi mogok bicara padanya. Sampai di tempat parkir mobil Ale lantas menekan tombol kunci pada kontak mobil yang dibawanya. Ellea masih tetap diam dan tidak sepatah katapun keluar dari mulutnya, dengan gerakan santai Ellea langsung mengambil tempat duduk di samping kemudi di mana Ale yang akan duduk dibaliknya. "Nggak usah hidupin AC, El, gue sudah sangat kedinginan
"Perasaan gue sudah pergi jauh, tapi kenapa dari sekian ribu orang di muka bumi ini, gue mesti ketemunya elo lagi elo lagi!" "Idih, pede banget gue mau ketemu situ, mimpi lo ketinggian, Li." "Ck, ngapain sih lo di disi?" "Li, berhenti ngoceh sebentar bisa? Gue masih ingin berbincang dengan Ellea," memberi kode untuk Ale diam dengan menempelkan telapak tangannya di mulut Ale, yang sedari tadi tidak berhenti bicara. "El, gimana kabar kamu?" "Nggak usah basa-basi, jelas-jelas lo lihat dengan mata kepala lo sendiri gimana keadaan Ellea sekarang," Ale tidak mengindahkan perkataan orang di sampingnya untuk berdiam diri. "Tuhan nu gusti! Ellea, kenapa bisa-bisanya kamu tahan tinggal bareng sama manusia jadi-jadian ini, sih." Sosok tersebut merasa frustasi menghadapi keceriwisan Ale, yang menurutnya tidak berubah dari jaman sekolah dulu. Malah tingkat keceriwisannya meningkat dan itu sangat menyebalkan baginya. Esta, teman sekelas Ale
"Jadi lo kerja di sini?" Esta mengangguk membenarkan, dia tidak menyangka jika mantan teman sekelasnya ini akan datang ke tempatnya bekerja. Perasaan Esta tidak memberi alamat tempat kerjanya pada siapapun, termasuk Ale. "Gue nggak mau basa-basi Es, sorry bukan maksud gue ngerendahin pekerjaan lo tapi ini demi masa depan lo. Gimana kalau lo ikut gue, kebetulan ada posisi di kantor dan gue yakin lo sangat menguasai bidang ini." "Gue gak yakin bisa Li, lo tahu kalau gue nggak ada pengalaman untuk itu." "Pasti bisa, ini pekerjaan bisa lo kerjakan di mana pun dan kapanpun, jadi lo juga bisa kembali kuliah dan mewujudkan cita-cita lo yang tertunda untuk menjadi seorang dokter. Tolong pikirkan betul-betul tawaran gue." Esta ingin namun masih bimbang. Apalagi ini kesempatan bagus agar dia bisa melanjutkan kembali pendidikannya. Menjadi seorang dokter seperti yang sudah Esta impikan
"Ellea Pramadisti!" Suasana aula yang semula hening berubah menjadi riuh, sesaat setelah nama Ellea dipanggil. Suara sorak-sorai seketika memenuhi ruangan tempat terselenggaranya acara wisuda yang diadakan oleh pihak kampus, dimana Ellea mengenyam pendidikan di bangku kuliah. Ucapan selamat terdengar saling bersahutan antara satu dan yang lainnya, semua tertuju pada satu nama yaitu Ellea, sang primadona kampus yang berhasil meraih nilai tertinggi dari seluruh mahasiswa angkatannya. Suara gaduh pun tak terelakkan lagi, kala gadis yang sudah beranjak dewasa itu, perlahan melangkahkan kaki jenjangnya menuju podium. Parasnya yang ayu, berikut pakaian kebaya modern yang melekat pas ditubuhnya manjadi salah satu penunjang atas eloknya penampilan Ellea siang ini. Seluruh pasang mata seakan terpana melihat wujud nyata dari sang peraih gelar cumlaude tahun ini. Dengan langkah pasti, serta seulas senyum tipis ya
"Aku juga setuju kalau kamu lanjut kuliah lagi, El." "Dasar kepala batu, kagak bisa banget nurut sama kami yang lebih tua." "Apa salahnya kalau aku kerja, Kak!" "Salah, karena lo bekerja untuk orang lain. Sedangkan gue sudah mempersiapkan lo tempat di perusahaan nantinya setelah lo lulus S2." "Kak Al," rengek Ellea pada Ale. "No, El," Ale menggeleng tegas, " jangan tunjukkan wajah memelasmu lagi. Gue akan tetap pada keputusan ini." "Aku nggak mau lanjut kuliah Kak," kekeh Ellea yang juga tetap pada pendiriannya. "Bodo amat, yang jelas lo harus lanjut kuliah lagi. Lo harus punya bekal yang cukup El, karena dunia kerja tidak semudah yang lo bayangkan." "Yang dikatakan Ali benar, El, apalagi kamu perempuan. Setidaknya dengan latar pendidikan yang kamu punya, kecil kemungkinan jika nantinya ada orang yang berusaha untuk menjat