19 Waktu bergulir dengan kecepatan maksimal. Mendekati hari pernikahan, Haikal makin gelisah. Hatinya mendua, antara ingin tetap setia pada Isnindar, atau mencoba membuka hati buat Lula. Haikal lebih banyak melamun, dan itu diketahui rekan-rekannya di PBK ataupun kantor Baltissen. Haikal ingin mencurahkan hatinya pada Hamid dan Tio, tetapi kedua orang tersebut tengah berada di Palembang untuk urusan bisnis. Pria bertubuh tinggi besar tersebut, menimbang-nimbang sesaat. Sebelum Haikal memutuskan untuk mendatangi bos utama. Kehadiran mantan ajudan kesayangan, menjadikan Sultan dan Winarti tampak semringah. Berita kedatangan Haikal segera menyebar di seputar kediaman keluarga Pramudya.Marley Yudhana Pramudya, putra ketiga Sultan, menyambangi sang tamu. Dia menyalami Haikal dengan takzim. Kemudian Marley mendekap pria yang dianggapnya Abang itu, lalu mundur sedikit untuk mengamati Haikal. "Abang kurusan," tutur Marley. "Ya, berat ane turun 6 kilo," terang Haikal. "Gedein lagi, Ban
18Jalinan waktu terus berjalan. Haikal masih menunggu informasi terkini, tentang otak pelaku penculikan Lula. Haikal yakin, jika perempuan tersebut bukan korban pilihan acak. Sebab proses penculikannya tersusun rapi. Pada awalnya, kecurigaan semua pihak mengarah pada Mohan. Namun, pria tersebut berhasil membuktikan jika dirinya sama sekali tidak terlibat. Saat kejadian itu, Mohan tengah menjalani simposium farmasi di Bali. Selain itu, keempat orang yang ditangkap polisi di tempat kejadian perkara, juga tidak mengenali Mohan. Haikal mengingat-ingst siapa saja yang bersinggungan dengan Lula. Namun, pikirannya mentok dan tidak bisa menebak siapa pun. Sebab Lula adalah pribadi yang ramah, dan kemungkinan kecil mempunyai musuh. Atas saran Benigno, Lula diajak Haikal menemui psikiater yang merupakan teman Benigno. Lula telah 4 kali menjalani terapi, dan kondisinya kian stabil. Demi menjaga keselamatan Lula, dia dipindahkan ke rumah Fahar. Selain itu, Alvaro juga menugaskan seorang pen
17Haikal, Wirya dan Zulfi, tiba sore itu di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta. Mereka dijemput Nanang dan Jeffrey, atas perintah Alvaro. Nanang mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia turut mendengarkan percakapan antara Jeffrey dan ketiga seniornya. "Abang jangan marahin Diaz. Dia nggak ngasih tahu dari semalam itu, karena dilarang Bang Varo," tukas Jeffrey. Haikal mendengkus pelan. "Walaupun kesal, karena dia nggak ngubungin ane, tapi ane ngerti jika dia harus menjalankan perintah si bule." "Sudah ada info baru dari Mas Elkaar, Jeff?" tanya Wirya. "Tadi, beliau bilang, jika tim IT polisi sudah menemukan lokasi ponselnya Lula. Mungkin mereka sudah bergerak menuju ke sana," terang Jeffrey. "Masih seputar Jakarta?" "Bukan, tapi sekitar Bogor." Jeffrey menunduk untuk mengecek layar ponselnya yang tengah berbunyi. "Bang Yoga nelepon," ujarnya, sebelum menerima panggilan itu dan mengucapkan salam. "Waalaikumsalam. Posisi di mana, Jeff?" tanya Yoga dari seberang
16Hari berganti hari. Kehidupan berjalan lancar di kediaman Haikal. Setiap sore, Bariq akan melancarkan belajar motor, dengan didampingi Diaz. Sejak beberapa bulan lalu, Bariq sudah diizinkan belajar mengendarai motor oleh Haikal. Namun, tidak boleh sendirian dan harus ditemani. Bila Diaz tengah dinas, maka Shakil, yang akan menemani Bariq. Selain tidak boleh sendirian, Bariq hanya diizinkan belajar mengendarai motor di seputar kompleks, dan tidak boleh melewati gerbang utama yang menuju jalan raya.Shakil merupakan tetangga yang rumahnya nomor tiga sebelah kanan. Shakil bekerja sebagai staf EXB, perusahaan pimpinan Sebastian Anargya, salah satu sahabat Haikal di PC. Shakil dan Nurhayati, istrinya, baru pindah ke kompleks itu 5 bulan silam. Mereka memiliki seorang anak perempuan bernama Sakira, yang berusia 1 tahun. Sore itu, Lula tengah duduk di kursi teras sembari membaca novel online favoritnya di Goodnovel, yang berjudul Kau Curi Istriku, Kunikahi Mantanmu. Sekali-sekali dia
15"Sekali saja ente menjatuhkan tangan ke Lula, ane pastikan ente mendekam di sel penjara minimal setahun!" ancam Haikal sambil memelototi Manika. "Lepaskan aku!" desis Manika. Haikal melepas cekalannya, lalu dia bergeser ke depan perempuan bermake-up tebal itu. "Ente memang nggak tahu sopan santun. Datang ke tempat orang. Marah-marah. Lalu mau nampar. Boh sia le!" Manika terkejut. Dia tidak memahami ucapan Haikal. Namun, dia tidak berani membantah pria bertubuh tinggi besar itu, dan memutuskan untuk segera pergi. Diaz yang masih berada di mobil bosnya, memotret plat nomor mobil sedan hitam milik Manika. Kemudian Diaz membuka pintu dan menutupnya dengan pelan. Lalu dia menyambangi kedua orang yang tengah berbincang di teras. "Kapan Abang mau berangkat?" tanya Lula. "Nanti malam," sahut Haikal. "Sekarang, Abang mau pulang dan beres-beres. Habis itu, langsung berangkat ke bandara," lanjutnya. "Aku ikut pulang juga, deh. Jadi nggak mood di sini." "Motormu, gimana?" "Biar aku ya
14"Bang, apa calonnya Lula itu, yang namanya Beni?" tanya Mohan. Haikal terdiam sejenak. Dia memandangi lelaki berparas manis di kursi seberang, yang kentara sekali tengah gelisah. "Kenapa ente bisa berpikiran begitu?" balasnya. "Lula pernah bilang, jika dia akan menikah maksimal 6 bulan lagi. Dia ngomongnya 2 bulan lalu. Berarti waktunya sisa 4 bulan," terang Mohan. "Terus?" "Tadi, Beni bilang, dia bentar lagi mau nikah. Waktunya hampir sama dengan ucapan Lula. Jadi aku mikir, Beni adalah calon suami Lula." Haikal berusaha mempertahankan ekspresi wajahnya, agar tidak tersenyum. Dia merasa lucu dengan perkataan Mohan, yang memang hanya dugaan semata. "Ane nggak punya kapasitas buat menjawabnya. Ente harus tanya langsung ke Lula," tukas Haikal. "Dia tetap nggak mau bocorin identitas orang itu," keluh Mohan. "Ente jangan memaksanya untuk bicara. Ingat, status ente hanya mantan suami, dan Lula bebas menentukan pendampingnya yang baru." Mohan meremas-remas rambutnya. "Aku benera