Sejak semalam Tifany tidak bisa tidur dengan nyenyak. Lantaran tidak berhenti memikirkan perjodohan antara dirinya dengan pria bernama Kamandanu, pria itu adalah putra dari rekan bisnis papanya.
Pagi sekali Tifany bersiap-siap akan melakukan shooting seperti yang dilakukannya tiap hari, begitu pun dengan Radisha telah bersiap dengan segala barang yang diperlukan oleh bosnya."Kamu sudah siap, kan?" Tifany bertanya pada Radisha meski malas."Saya sudah siap, Nona!" Radisha mengangguk."Ya sudah, cepat kamu masukkan barang-barang saya ke mobil," perintahnya pada Radisha.Radisha pun menyanggupi perintah dari Tifany, ia segera memasukkan tas berukuran besar, serta alat-alat make up lainnya ke bagasi mobil.Radisha rela melakukan apa pun demi membantu keuangan ibunya di kampung halaman, jika ia sudah mendapatkan uang lebih ingin membawa ibunya tinggal di kota.Beberapa menit kemudian, Tifany bergerak menghampiri Radisha yang sedang memasukkan barang-barang ke dalam mobil."Ayo kita berangkat, semuanya sudah kamu masukkan ke dalam bagasi kan?" tanyanya."Iya, sudah Nona!" balas Radisha tersenyum. Tetapi, Tifany bersikap acuh. Meskipun, Radisha bersikap ramah terhadapnya."Ya sudah cepat kau masuk!" serunya kemudian.Dengan segera Radisha mengikuti langkah Tifany, yang sudah membuka pintu mobil, dan duduk di kursi penumpang. Sedangkan, di kursi kemudi terlihat pak sopir yang siap mengantarkan mereka ke tujuan."Ayo kita jalan!" perintah Tifany lagi setelah Radisha masuk dalam mobilnya.Dalam perjalanan menuju lokasi shooting, terbesit dipikiran Tifany untuk mengakali pertemuannya dengan pria bernama Kamandanu. Lantaran ia tidak mungkin meninggalkan jadwal shooting hanya karena urusan perjodohan yang tidak penting menurutnya.Tiba-tiba, sebuah ide brilian muncul di kepalanya!
"Radisha!" Tifany mulai membuka obrolan ditengah perjalanan itu."Ya Nona, ada apa?""Saya minta tolong sama kamu."Radisha menatap curiga bosnya, tetapi mau diapakan lagi? Ini sudah jadi tugas dan tanggung jawabnya dalam bidang pekerjaan."Mau minta tolong apa Nona? Saya harus melakukan apa?" tanya Radisha cepat."Kamu maukan menggantikan saya untuk bertemu dengan Calon Tunangan saya? Kamu harus berpura-pura jadi saya, pokoknya kamu jangan mengaku kalau namamu itu Radisha,""Hah!" Radisha menganga, "Maksudnya gimana Nona?""Kamu harus berpura-pura jadi saya, saat berkenalan dengannya kamu harus mengaku bahwa kamu ini Tifany, bukan Radisha.""Terus, kalau dia tanya macam-macam bagaimana Nona?""Itu urusanmu, yang penting kamu mau apa tidak menolong saya!" paksanya dengan tegas, dan tidak mau dibantah.Radisha menganggukkan kepalanya, dia tidak berani membantah Tifany, lantaran ini kesempatan Radisha mendapatkan pekerjaan yang lumayan dengan bayaran mahal. Jika Tifany kecewa padanya, pikirnya pasti akan dipecat."Hum ... baiklah Nona, saya sanggup dengan perintah Nona!" Radisha menundukkan kepalanya."Kamu jangan takut, jika misi ini berhasil kau akan mendapatkan bayaran mahal dari saya. Apa sepuluh juta cukup untuk DP?"Radisha terbelalak, dan menatapnya tidak percaya, karena Tifany dengan beraninya memberikan imbalan semahal itu padanya."Itu lebih dari cukup Nona!" jawabnya gugup."Oke ... sekarang kau turun di Restoran ini!" perintahnya."Apa harus sekarang juga saya melakukannya Nona?""Ya sekarang, memangnya kenapa? Kamu takut?""Saya belum melakukan persiapan apa pun Nona!" Lagi-lagi Radisha sangat gugup."Saya tidak peduli, yang jelas kau harus temui Pria bernama Kamandanu, dan ingat kau harus mengaku jika namamu itu Tifany, bukan Radisha!" serunya tidak mau dibantah.Tangan Radisha terlihat gemetar, bagaimana mungkin baru pertama kali bekerja ia sudah mendapatkan tugas seberat ini."Sudah cepat kau turun, tunggu apa lagi ha!" Perintah Tifany dengan menyentaknya."I-iya baik Nona!" Radisha segera membuka pintu mobil, dan berjalan memasuki restoran megah yang terdapat di dalam mall.Sementara Tifany kembali melanjutkan perjalanan menuju ke lokasi shooting.***Radisha berjalan dengan kaki gemetar.Gugup, dan takut bercampur aduk dalam dirinya. "HUH!" Radisha menghela nafasnya, dan sesekali mengusap dadanya, untuk mengatur nafas.
'Tenang Radisha ... ini ujian pertamamu dalam pekerjaan, jadi kamu harus terlihat santai, dan jangan sampai melakukan kesalahan sedikitpun,' batinnya sambil mengelus dadanya. Perlahan melangkah masuk dalam mall megah itu.Setelah Radisha memasuki mall, ia mengitarkan pandangannya ke sekeliling mencari restoran yang di maksud oleh Tifany."Permisi Mbak," sapa seorang pelayan restoran terhadap Radisha."Iya Mbak ada apa?" ucap Radisha menatap seorang pelayan wanita itu."Mbak ini Orangnya Nona Tifany bukan?" tanyanya dengan lembut."Ah-Iya Mbak ... kenalkan nama saya Radisha." ucap Radisha mengulurkan tangannya.Namun, pelayan restoran itu tidak membalas jabatan tangan Radisha, dia mengabaikannya. Setelah Radisha sadar jika pelayan itu memandangnya sebelah mata, buru-buru Radisha menarik kembali tangannya."Ayo Mbak ikuti saya, Anda di minta menunggu Seseorang di meja nomor tujuh!" terangnya menyampaikan, "Sebelah sana ya!" lanjutnya.Radisha pun segera menuju meja nomor tujuh, di sana belum ada seseorang pun yang datang. Radisha menarik kursi, dan duduk santai di sana sambil menunggu kedatangan pria bernama Kamandanu."Hum ... kenapa Orang yang dimaksud belum juga datang? Apa mungkin Orang itu tidak jadi datang? Tapi, jika aku tinggalkan apa kata Nona Tifany!" gumamannya bingung.Saat ini, Radisha sangat bingung, dia tidak bisa berpikir jernih.Sementara dari arah lain terlihat pria berbadan tinggi, dengan wajah terlihat berwibawa datang menghampiri Radisha."Apakah Anda perempuan yang bernama Tifany?" Suara itu mengalihkan perhatian Radisha, ia segera menoleh menatap pada sumber suara yang bertanya padanya.Bahkan, Radisha tidak mengedipkan matanya sedikitpun ketika bertatapan langsung dengan pria itu.Jantungnya berdetak kencang, aliran darah terasa mengalir deras terpompa perasaan emosional yang sangat luar biasa."HEY!" Kamandanu kaget luar biasa, ketika Radisha jatuh di hadapannya. Bersyukur Danu segera meraih dengan kedua tangannya, kini sepasang mata itu bertatapan satu sama lain."Kau tidak kenapa-kenapa kan, Nona?" tanya Danu mengguncang pipi perempuan cantik sedang bertatapan dengannya."Saya tidak apa-apa Tuan!" jawab Radisha gugup, dengan mata terus menatap pada pria yang menyangga tangannya.Kamandanu segera membantu Radisha duduk, dan memberinya segelas air putih. "Ayo di minum dulu airnya!" Danu menyodorkan segelas air pada Radisha."HUH!" Radisha menghela nafasnya, berusaha menetralkan pikirannya. Setelah meminum air yang diberikan oleh Kamandanu."Tuan, yang bernama Kamandanu kan?" Radisha mulai membuka suara."Iya ... saya Kamandanu! Kau Tifany kan?" tebaknya.Seketika Radisha terdiam, tidak berani mengeluarkan sepatah katapun. Sementara hatinya bergulat, agar tidak membohongi pria ini.'Apa aku harus mengikuti apa yang dikatakan Nona Tifany? Atau aku jujur saja?' batinnya. 'Tapi, jika aku jujur. Pasti Nona Tifany akan marah padaku!'"Hey, kenapa kau diam?" Danu kembali menyadarkan Radisha dari lamunan."Eh-iya Tuan, ada apa?""Bisakah kau bangun? Tangan saya sudah pegal menopang tubuhmu,"
"Iya Tuan, maaf!" Radisha segera meluruskan dirinya kembali, ia terlihat salah tingkah.
"Ayo kita duduk lagi, dan mengobrol. Tidak usah gugup seperti itu!" Danu terkekeh ketika melihat wajah Radisha berusaha menahan malu.
"Siapa yang gugup!" sanggahnya, "Biasa saja tuh!"
Radisha kembali meletakan pantatnya di kursi, dan berusaha bersikap tenang supaya dia tidak dicurigai oleh pria, calon tunangan bosnya ini.
"Oh ya? Benarkah kau tidak gugup?" Danu tersenyum meledek.
Radisha menatapnya malas, dan bergumam dalam hatinya. 'Kalau saja ini bukan pekerjaan yang harus aku lakukan, malas sekali berhadapan dengan Pria ini, tampan sih tapi sayang dia kaya raya pasti Seorang Playboy!'
Danu kembali menyadarkan Radisha dari lamunannya. "Kenapa lagi-lagi kau diam, dan memandangiku seperti itu?" cibir Danu.
Seketika Radisha mengerucutkan bibirnya. "Huh ... siapa juga yang memandangi Anda Tuan,"
"Terus apa namanya kau menatap arah saya, dan sambil termenung seperti itu, jika bukan memandangiku?"
Lagi-lagi Radisha kalah telak dari pria yang akan menjadi tunangan bosnya ini. "Dengar ya Tuan, jika bukan karena pekerjaan, saya juga---," seketika Radisha berhenti berbicara, hampir saja dia keceplosan, membeberkan jati dirinya pada Danu.
Kamandanu mengernyitkan dahinya menatap heran pada Radisha. "Pekerjaan, apa maksudmu?"
"Aku bahagia seperti kau saat ini istriku," Danu mengecup kening Radisha, tiada kabar yang paling membahagiakan baginya selain kabar kehamilan istrinya, sudah sejak lama sekali menantikan kehadiran bayi dalam kandungan Radisha."Bisakah kita pulang?" pinta Radisha terhadap Danu."Jangan dong, wanita hamil sepertimu harus jaga kondisi kesehatan, apalagi kehamilan kamu ini rentan." larang Danu, ia tidak membiarkan istrinya pulang ke rumah sebelum memastikan kalau dia baik-baik saja."Aaaaa... pokoknya aku mau pulang, aku sudah tidak betah berada di sini Suamiku, plish." rengek Radisha tetap bersikukuh ingin pulang ke rumah.Danu kelabakan saat istrinya merengek ingin pulang ke rumahnya, sedangkan di sisi lain Danu sangat mengkhawatirkan kondisinya saat ini."Baiklah, kalau kau ingin pulang saja. Aku akan mencoba bertanya pada Dokter, semoga Dokter mengizinkan kamu untuk pulang ya," bujuknya agar Radisha bersikap tenang."Ya sudah c
"Simpan saja maafmu Audrey ... semoga dengan seperti ini kau bisa berubah," gumam Natalie lirih.Sebenarnya Natalie tidak tega melihat putrinya seperti ini. Tapi, semua ini harus dia lakukan demi kebaikannya."Kenapa kamu membiarkan Putri kita pergi Ma? Kasihani dia," ujar Naratama memprotes."Hanya dengan cara ini Putri kita bisa berubah, kamu jangan coba-coba menolongnya." tegas Natalie menatap suaminya.Naratama menggeleng kepalanya, ia tidak tega melihat putrinya harus pergi dari rumahnya sendiri. 'Maafkan Papa Audrey ... Papa tidak berdaya Nak,' batin Naratama menatap punggung putrinya yang semakin menjauh darinya."Kamu kenapa Pah? Inilah hasil dari kebodohanmu, apa kau tahu gara-gara kamu kehormatan Keluarga ini, dan Putri kita jadi korbannya." Natalie menyalahkan Naratama. Namun, Naratama sama sekali tidak memprotes istrinya lagi. Lantaran, yang di katakan Natalie memanglah benar kalau dirinya bersalah dalam hal ini.Sedangkan
"Pegang ini," Danu meminta Radisha memegang jek kabel, "Jika mereka berontak pasangkan saja colokan itu," sarannya lagi.Radisha menganggukkan kepalanya, ia mengetahui maksud Suaminya itu. "Danu ... kamu keterlaluan!" umpat Tifany marah pada sang BILLIONAIRE muda itu."Kalian jangan coba-coba berontak, jika tidak kalian akan di setrum!" ancam Radisha pada Tifany, dan Stevani."Radisha aku mohon lepaskan kami berdua, sungguh Radisha bukan saya dalang dari kecelakaan kapal itu, itu murni kesalahan nahkoda." mohon Tifany pada Radisha agar mau melepaskannya."Hei kalian berdua diam ya, say-," tiba-tiba saja ucapan Vina terhenti, Vina mulai merasa sesak."Kamu kenapa Vin?" Radisha terlihat panik saat melihat Vina tiba-tiba saja memegangi dadanya."Akhhhh! Dadaku tiba-tiba saja kenapa terasa sakit seperti ini Nona," dengan tangan meremas dadanya yang mulai sesak, Vina mencoba bertahan.Stevani tersenyum melihat kejadian itu, 'Mungkin racun dalam tubuhmu mu
Radisha menyunggingkan senyumnya, "Ya, tentu saja kau boleh menemuinya Ti," ucap Radisha mengijinkan Tifany untuk masuk ke dalam ruangan rawat tempat Vina masih berbaring lemah saat ini.Danu melirik pada Tifany, dan Stevani yang mulai melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang rawat Vina. 'Sepertinya ada yang mencurigakan di sini? Aku harus cari tahu jangan-jangan kecelakaan Vina, dan Teman-temannya ada hubungan dengan Tifany?' batin Danu terus menatap pada Tifany yang mulai tenggelam di dalam ruangan itu.Danu beralih lagi pada istrinya, ia kecewa karena Radisha sudah membiarkan Tifany masuk kembali ke dalam kehidupannya. "Kenapa kau menatapku seperti itu?" ucap Radisha membuat Danu tersadar. Danu berusaha mengatur emosinya sebelum melanjutkan kembali ucapannya. "Aku hanya tidak habis pikir saja sama kamu, kenapa kamu membiar-,""Sttt!" Radisha menempelkan jemari tangannya di bibir suaminya, seketika Danu terdiam. "Ini adalah caraku untuk menget
Tifany segera memutus sambungan begitu mengetahui Vina dirawat di sebuah rumah sakit, dengan menghubungkan Radisha terlebih dulu Tifany pun segera berangkat ke tempat itu."Apa kau yakin akan menemui Vina Tifany?" Stevani memastikan putrinya yang akan mengunjungi Vina di rumah sakit, "Bagaimana kalau kita urungkan saja niat kita?" Di sela menyetir mobilnya, Tifany menimpali ibunya. "Mama kenapa sih, terlhat khawatir seperti itu? Santai saja Ma, semua Orang tidak akan ada yang mempercayai kita," ucap Tifany meyakinkan ibunya.Stevani merasa takut kalau di rumah sakit dia bertemu dengan Danu, dan menuduh mereka yang tidak-tidak."Bukannya Mama takut Ti, tapi kamu tahu sendiri Danu itu Over thinking sama kita. Mama tidak mau di kait-kaitkan dengan kecelakaan yang di alami asistennya itu," cegah Stevani, dan berusaha memperingatkan Tifany agar mengurungkan niatnya."Mamaku sayang ... percaya sama Tifany ya, mereka juga tidak akan tahu kalau
Danu segera menghampiri Radisha, dan memeluknya. "Aku mengkhawatirkanmu Istriku, apa yang sebenarnya terjadi pada Vina?" Danu melepaskan kembali pelukannya, dan beralih menatap pada Vina yang terbaring lemah di dalam ruangan rawat.Radisha hanya menggeleng kepalanya. "Entah, aku juga tidak tahu apa yang telah terjadi padanya," lirih Radisha tak sanggup berkata-kata lagi."Semoga Vina segera siuman, setelah itu kita tanya kenapa dia sampai begini, dan ke empat Temannya itu ke mana?" Danu merasa janggal, dia heran atas apa yang terjadi pada asisten istrinya itu.Radisha hanya bisa menatap dengan nanar pada asistennya, ia tidak tahu ke mana yang lainnya."Kamu harus benar-benar bertahan Vina, kami ingin tahu siapa yang melakukan semua ini padamu," gumam Radisha.Danu ikut prihatin atas apa yang telah terjadi pada asistennya itu, dia tidak menyangka Vina akan mengalami hal ini.Dokter yang memeriksa kondisi Vina pun keluar dari dalam ruan