KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU

KETIKA ART-KU DIPANGGIL MAMA OLEH ANAKKU

last updateLast Updated : 2025-04-28
By:  Rora AuroraCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
1 rating. 1 review
118Chapters
3.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

"Adek ingat ya, kalau ada Bunda jangan panggil Mama Megan. Nanti kalau Bunda gak ada, baru panggil Mama. Oke?!" ucap Megan, pembantu baruku. Kulihat Amira putriku langsung mengangguk dan mereka menyilangkan jari kelingking seperti begitu akrab, membuat janji. Dadaku membuncah pecah. "Apa maksudmu bicara begitu pada putriku, Megan?!" teriakku tanpa basa basi. *** Safira sangat murka saat mendengar putrinya memanggil pembantunya dengan panggilan Mama. Ia curiga, hal ini berkait dengan hubungan suaminya dengan pembantu muda itu. Bagaimana kehidupan Safira setelah mengetahui bahwa ternyata pembantu itu tidak hanya sebagai pembantu tapi ternyata istri rahasia suaminya?

View More

Chapter 1

BAB 1

"Bunda, aku mau pakai jepit rambut yang kuda poni pink ungu!" seru Amira, putri kecilku yang baru berusia enam tahun.

"Ya Allah, Mira. Bunda takut terlambat ini, Nak. Sudah mepet waktunya. Minta tolong Mbak Megan, ya. Bunda berangkat dulu. Jadi anak baik di sekolah, jangan ganggu teman," ucapku mengecup kening putriku.

Aku ada rapat penting di kantorku. Aku adalah sekretaris di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang fashion.

"Mama! Mama!"

Langkahku yang semula terburu-buru jadi seketika berhenti. Mama? Sejak kapan aku dipanggil Mama oleh putriku sendiri? Aku berbalik dengan senyum. Pastilah karena mendengar temannya di sekolah TK memanggil Mama jadilah ikut-ikutan panggil Mama.

"Bekalnya dihabisin ya, Dek!" seruku sembari tersenyum lebar.

Putriku hanya menolehku sekejap lalu pandangannya ke arah kamar abangnya, Rio yang berusia 12 tahun, kelas 6 SD. Putraku itu agak lama tadi mandinya, jadinya sekarang dia sedang disiapkan oleh Megan, art-ku yang sudah dua bulan bekerja di sini. Terlihat dia keluar menggandeng Rio sembari menenteng tas putraku itu. Aku tadi sudah pamit sama Rio, tapi ingin rasanya aku mencium pipinya yang putih bersih itu. Pastilah sekarang aromanya harum segar. Meski aku sebenarnya sangat buru-buru, tak mampu kutahan kakiku untuk tidak melangkah mendekati putraku yang tampan.

"Mama Megan kok lama banget, sih?!" sungut Amira yang membuat aku langsung berhenti karena amat terkejut. Mama Megan? Jadi dari tadi, putriku memanggil Mama itu untuk Megan, pembantuku?

Megan tersenyum salah tingkah, menoleh ke arahku lalu kembali tersipu.

"Maaf, Nyonya. Kebawa-bawa pas main drama kemarin. Ceritanya saya jadi mama dalam skenario."

Aku yang semula tegang jadi langsung tenang. Ooh ternyata begitu.

"Amira! Kalau lagi gak main drama, tidak perlu panggil Mama sama Mbak Megan, ya."

"Tapi kemarin kan Mbak Megan suruh aku sama Abang Rio panggil Mama," sambung Amira seperti tak mau disalahkan.

"Iya, kan lagi main," sanggah Megan salah tingkah.

"Pas lagi gak main juga kan, Abang ya?!"

Amira masih tak mau disalahkan. Rio sendiri tidak bicara. Putraku itu memang pendiam, so cool memang pembawaannya. Dia tak akan bicara kalau tidak penting menurut dia. Aku melihat jam di tanganku sudah sangat mepet sekali. Kalau sampai benar-benar terlambat, bos galakku pasti tak akan ragu memecatku.

"Ya sudah, main yang aman ya. Mama pergi dulu."

Sekali lagi aku mengecup pipi kedua anakku dan kali ini benar-benar kakiku melangkah cepat.

Di kantor aku langsung disambut wajah kecut Tasya. Dia sahabat kentalku.

"Boss sudah mencarimu, mampuslah kamu sekarang."

"Ya Allah, serius? Ini baru jam 8 kurang 5 menit lo. Belum terlambat," sungutku melihat jam tanganku.

"Oh ya? Lihat saja."

Baru saja aku duduk, boss sudah keluar.

"Safira, masuk ruangan saya!"

Rupanya benar saja, aku ditegurnya dan ditumpuki beberapa pekerjaan yang menurutku tidak urgent. Dengan wajah masam aku keluar dari ruangannya. Padahal meeting masih 30 menit lagi dan menurutku semua bahan sudah siap. Dasar bos gila.

"Kamu kenapa sih bisanya terlambat?" tanya Tasya.

"Aku gak terlambat, loh! Masih lima menit lagi menuju jam 8!" sungutku kesal.

"Bagi boss itu sama saja. Lagian tahu kalau ada rapat gini, boss itu pengennya kita standbye 1 jam sebelumnya. Ada apaan? Tumben juga kamu agak mepet."

"Gak ada sih. Cuma tadi aku sempat tersita waktu karena kaget dengar Amira panggil Mama. Kukira dia panggil aku karena pengaruh temannya, tapi ternyata dia panggil Megan, ART-ku."

"Yang dulu pernah nginep di rumahmu, jenguk ibunya itu?"

"Iya. Megan, anaknya Mbok Mar."

"Aduh ... yang serius kamu?"

Wajah Tasya langsung tegang berlipat gitu. Aneh sekali responnya. Terlalu berlebihan.

"Iya. Rupanya kebawa pas cosplay gitu. Mereka main sandiwara," ujarku santai membuka laptop, memastikan batrai laptopku full.

"Kamu harus hati-hati, lo."

"Hati-hati gimana?"

"Ya, kita gak tahu. Takutnya nanti jadi Mama beneran."

Pluuuk!

Aku langsung melempari Tasya dengan bola-bola kertas yang belum kubuang kemarin.

"Ucapan adalah doa!" seruku melotot padanya gemas.

"Aku cuma ingetin kamu buat hati-hati aja."

"Ya," timpalku dengan senyum dan kembali fokus mempersiapkan file yang akan kugunakan untuk presentasi. Tasya ada-ada saja.

Aku tidak mengindahkan ucapan Tasya. Megan itu anak dari pembantu lama yang sudah mengabdi di keluargaku sudah puluhan tahun. Sejak aku menikah, Mbok Mar ikut denganku. Karena Si Mbok sedang kumat parah asam uratnya, jadi dia pulang rehat dan digantikan anaknya untuk sementara waktu. Mbok tidak mau diberhentikan jadilah aku menerima kehadiran Megan. Katanya cukup satu bulan saja, mumpung Megan lagi libur tinggal tunggu wisuda.

"Hati-hati aja, Fir. Pokoknya hati-hati," ucap Tasya lagi saat kami berpisah di parkiran.

"Iya. InsyaAllah aman lah," ujarku santai sembari cupika cupiki.

Hari ini aku pulang lebih awal karena tugas sudah selesai sesuai target. Aku membayangkan bisa tidur siang di rumah, itu menyenangkan. Aku cukup kaget karena mobil Mas Danang sudah terparkir. Seharusnya kan dia pulang ashar.

"Assalamualaikum!" salamku langsung membuka pintu. Aku cukup kaget melihat Megan sedang di ruang tamu bersama Mas Danang. Megan duduk di lantai, tak jauh dari kaki suamiku.

"Waalaikumsalam. Tumben pulang cepat, Bun."

Megan terlihat bangkit dan langsung bergegas menjauh. Kuabaikan ucapan suamiku.

"Tunggu di sini Megan!" seruku. Wanita itu diam di tempat dengan menunduk.

"Ngapain kalian di ruang tamu berdua gini?" cecarku tajam.

"Aku minta dibuatin kopi sama Megan, Bun. Ayo kemarilah, rehat dulu. Buatin Nyonya teh hijau kesukaannya, Dik!" perintah suamiku.

Mas Danang memang memanggil Megan adik, dan aku tidak mempermasalahkannya. Menurutku itu panggilan umum. Aku diam saja dan membiarkan wanita muda itu ke dapur. Kembali terngiang ucapan Tasya tadi. Hati-hati. Kulirik kopi di atas meja. Seperti sudah tak beruap lagi. Aku sengaja pura-pura meletakkan tasku di samping cangkir itu dan tanganku sedikit menyentuhnya.

Deghh ...

Tiba-tiba saja jantungku berdegub. Kopinya dingin. Itu artinya kopi ini sudah dibuat sedari tadi, tapi kenapa Megan masih di dekat suamiku?

"Kamu belum jawab pertanyaanku. Kenapa tumben pulang siang, Sayang?"

"Kami menang tender, jadi Boss bolehkan pulang lebih awal," ujarku masih berpikir.

Sekarang ucapan Tasya seperti udara yang mengelilingiku. Aku harus hati-hati dan waspada. Segala sesuatu bisa saja terjadi, bukan?

"Terus kenapa kamu sudah di rumah jam seginian, Mas? Kamu sering ya pulang cepat gini tanpa sepengetahuanku?" cecarku balik.

Aku berusaha mencari ekspresi mencurigakan dan kaku juga gugup dari wajah suamiku tapi dia terlihat begitu tenang.

"Gaklah, Sayang. Tumben ini. Perusahaan berikan aku surat tugas buat dinas ke luar kota selama 3 hari. Jadi dikasih waktu pulang lebih awal. Aku izin besok pagi-pagi berangkatnya, ya!"

Aku sedikit mengangguk namun mulutku tetap diam. Tak mood, aku langsung ke dapur mencari air putih. Tiba-tiba di lorong dekat ruang mushola aku mendengar ....

"Adek ingat ya, kalau ada Bunda jangan panggil Mama Megan. Nanti kalau Bunda gak ada, baru panggil Mama. Oke?!"

Kulihat Amira putriku langsung mengangguk dan mereka menyilangkan jari kelingking seperti begitu akrab, membuat janji. Dadaku membuncah pecah.

"Apa maksudmu bicara begitu pada putriku, Megan?!" teriakku tanpa basa basi.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Afriani S
greget baca nya...ayo thor di update lagi ya di tunggu eps 77nya
2025-04-20 07:16:00
0
118 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status